Bab 14 - Bagian 2

36 11 1
                                    


Untari berjalan cepat menuju ruangannya. Perempuan paruh baya itu tidak sabar ingin bertemu Pak Harso. Laki-laki itu pasti mempunyai jawaban atas kepergian Citra dan Danta. Sapaan dari beberapa karyawannya hanya dijawab dengan anggukkan.

Setiba di depan ruangannya, Untari mengatur irama jantung yang tiba-tiba bergerak cepat. Diembuskannya napas yang memenuhi rongga dada. Setelah ketenangan itu mulai menguasai jiwa, Untari membuka pintu dengan perlahan. Di depan sana, Andaru dan Pak Harso menatapnya.

Wajah Pak Harso tidak seperti biasanya.  Pandangan lesu dengan tampilan yang sedikit kusut membuat Untari bertanya-tanya dalam hati. Ada apa ini? Andaru meminta Untari duduk di sebelahnya. Di hadapan mereka, Pak Harso menunduk sambil memainkan jari jemarinya. Untari pun tahu, sesuatu tengah terjadi.

"Apa yang terjadi?"

Pertanyaan itu meluncur dari bibir Untari. Rasa tidak sabar mulai menggerogoti hati. Kecemasan membayangi wajah perempuan itu. Pak Harso menelan saliva dan rautnya menyiratkan sebuah penyesalan.

"Pak Harso, tolong bilang sama aku, di mana Citra dan Danta? Bukankah kemarin mereka sama Pak Harso?" seru Untari gusar.

"Bu, tenang dulu! Biar Pakdhe Harso yang jelasin," bujuk Andaru sambil merangkul bahu Untari.

"Jeng Untari ... Pak Harso sebelumnya minta maaf. Tidak bisa menjaga amanah yang seharusnya di--"

"Kenapa? Ada apa dengan Citra dan Danta?" Untari memotong perkataan Pak Harso.

Laki-laki tua itu mengigit bibir. Peluh membasahi dahinya. Rasa frustrasi tergambar jelas di wajahnya. Dia bingung, dari mana mengawali pembicaraan?

"Pakdhe, lebih baik Pakdhe jelasin dari kepergian kalian pagi kemarin. Jadi nanti aku dan Ibu akan mengerti apa yang terjadi. Bu, sabar dulu ya! Pakdhe Harso butuh waktu untuk menjelaskan. Tadi juga sama Ndaru udah ditanya, tapi Pakdhe Harso menolak menjawab. Katanya tunggu Ibu." Andaru menatap Pak Harso dan ibunya.

Untari mengangguk. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Sementara Pak Harso menunduk seolah ada beban berat yang menghimpit. Tak lama terdengar isakan perlahan dari bibirnya. Bahunya berguncang. Untari terkejut sekali. Seingatnya, baru dua kali dia melihat Pak Harso menangis. Saat kematian Arya Kusuma dan saat ini.

Jangan-jangan ... ada sesuatu dengan Citra. Tuhan, ujian apa lagi ini? Apa yang terjadi?

Untari berdiri dan hendak berjalan mendekati Pak Harso, tapi tangan Andaru menahannya. Gelengan kepala anak laki-lakinya membuat Untari mengurungkan niat dan kembali duduk.

Setelah puas mengeluarkan beban di hati, Pak Harso kemudian menghapus air mata dengan ujung tangan kemejanya. Andaru menawarkan tisu tetapi ditolaknya dengan halus. Perlahan, laki-laki itu menjelaskan.

"Jeng, kemarin ... kemarin itu, Mbak Citra benar-benar membereskan semua pekerjaan yang masih ada. Dia sangat fokus sekali. Mendelegasikan beberapa tugas kepada staf, pengawas kerja, dan terakhir kepada Pak Harso. Dia meminta agar Bapak mengatur pengiriman pesanan dengan baik, jangan mengecewakan pelanggan dan ...."

Pak Harso tidak mampu meneruskan perkataannya. Kembali, air matanya berlinang. Untari berdebar-debar.

"Dan apa, Pakdhe?" tanya Andaru.

"Mbak Citra meminta saya un-untuk ... me-menemani Jeng Untari sampai akhir hidup saya. Setelah itu, Mbak Citra minta diantar ke Transmart, Mas Ndaru. Katanya Den Danta ingin bermain di sana. Mbak Citra meminta Pak Harso pulang karena sudah malam. Pak Harso tidak mau dan masih berusaha menunggu, tetapi ... sampai pukul delapan malam Mbak Citra enggak muncul ke parkiran ...."

WARISAN UNTARI (COMPLETED)Where stories live. Discover now