Chapter 1O

31.6K 1.3K 13
                                    

"Apa yang kau lakukan mau mati?" Hito membantu Lia bangun tapi wanita itu tidak ingin bangun.

"Apa sih, lepasin aku mau duduk di sini." Lia badannya terlalu lemas jadi tidak sanggup berdiri. Lebih baik duduk saja daripada disuruh jalan.

"Ngapain terus-terusan duduk di sini?" Hito menggeram kesal, duduk dalam waktu jangka yang lama juga tidak baik untuk kesehatan.

"Tidak lihat aku sedang melipat baju."

"Apaan ini Lia? Kenapa mengeluarkan semua bajumu dari lemari kamar." Hito menatap tidak suka dengan baju berserakan itu, padahal di lemari kamarnya semua baju ini sudah rapi.

"Hanya ingin melipatnya." Lia berbohong ia mengeluarkan baju untuk persiapan pergi dari rumah ini. Ia juga sudah melakukan semua hal yang perlu dibawa nanti termasuk membawa tabungan.

Untuk rumah sewa Lia juga sudah menemukan tempat yang pas, tidak besar tapi nyaman untuk ia tinggal dengan anaknya. Jarak antara rumah yang ia tempati sekarang dengan rumah sewanya juga tergolong jauh.

"Melipat apa Lia? Di kamar kita juga sudah rapi bajumu."

Emang benar sudah terlipat, hanya saja Lia ingin melipat agak lebih kecil agar muat nanti dimasukkan ke dalam tas.

Lia diam dia bingung sekarang, jangan sampai ketahuan. Tidak tau alasan kenapa tidak menginginkan Hito tau, palingan Hito juga tidak peduli. Tapi Lia hanya ingin pergi tanpa ada pembicaraan mengenai kepergiannya, ia ingin pergi dengan tenang. Ini terdengar terlalu percaya diri jika ia berpikir bisa saja nanti Hito malah mengikutinya dan mengetahui teman tinggalnya. Tapi Lia hanya menjaga-jaga karena ia tidak mau bertemu dengan Hito lagi setelahnya.

"Kenapa tidak memperdulikanku yang berbicara disini?"

"Hm aku tidak ingin tinggal di kamarmu lagi. Lagi pula kamu sering mengusirku jadi lebih baik aku tidur di sini." Untung ia bisa menemukan jawaban, ia akan beralasan bahwa akan tidur di kamar ini mulai sekarang.

"Tidak boleh, kamu harus tetap di kamar aku dan tetap harus memasak jika untuk merapikan atau apa pun selain memasak aku akan memanggil orang."

Lia pasrah saja, lagi pula biarlah sesuka hati Hito. Lia sebenarnya juga tidak terlalu lelah dengan urusan rumah karena sudah kebiasaan, untuk baju juga mereka membawa ke laundry semua kecuali pakaian dalam.

"Talak aku Hito, setelahnya kita selesai," ucap Lia dengan yakin semakin cepat semakin baik. Pernikahan mereka juga tidak akan mudah selesai karena tidak perlu ke pengadilan. Tidak ada yang perlu dipikirkan setelah talak ini, hidup mereka akan berpisah dan bisa menjalani kehidupan sendiri-sendiri.

Hito kaget kenapa pembicaraan Lia jadi tidak nyambung, kenapa tiba-tiba membahas perceraian. Ini pasti efek karena demam yang dideritanya.

"Kamu sakit Lia jangan ngelantur." Dengan paksa Hito mengangkat tubuh Lia lalu mengangkatnya ke atas kasur. "Panasmu ini berbahaya jika dibiarkan."

Hito mengambil semua peralatan dokternya lalu memeriksa Lia. "Kamu bisa step ini." Hito menatap marah ke arah Lia, kenapa wanita ini tidak memberi tahu jika ia sedang sakit. "Beri tau aku kalau kamu sakit, aku ini dokter jadi mana bisa kamu tidak memberitahuku. Bahkan aku ini ada di rumah ini, apa susahnya mengatakan kalau sakit."

Mata Lia berkaca-kaca saat mendengar setiap bait kata dari Hito yang salah menusuk tepat di hatinya. Lia dulu ingin mempunyai suami dokter agar saat sakit bisa mengadu dengan suami. Tapi saat keinginannya tercapai, Lia tidak berani hanya untuk menceritakan keluhannya sendiri. Ia takut mengganggu Hito atau membuat pria itu marah karena menyusahkan.

"Kenapa menangis?" Hito menghapus air mata yang berada di pipi Lia, dan air mata Lia juga ikut hangat. "Terlalu sakit makanya menangis? Makanya kalau sakit jangan diam apalagi sampai duduk lama begitu. Jadi ini kamu udah makan atau belum?"

"Belum."

"Ya ampun Lia! Aku memberimu uang untuk membeli makanan, bukan untuk disimpan!" Hito tidak bisa menahan diri, jika saja tidak memaksa masuk ke dalam kamar Lia tadi, ia tidak bisa menebak bagaimana kondisi Lia di dalam kamar. "Mengurung diri di kamar akan sangat berbahaya saat tidak ada orang yang melihat apalagi nanti jika pingsan atau apa pun itu."

"Jangan dimarahin," jawab Lia dengan terisak, ia memegang lengan Hito agar berhenti marah.

"Tidak akan dimarahi lagi asal kamu sekarang makan nasi. Aku tadi membeli nasi tunggu di sini." Hito keluar untuk mengambil obat dan makanan yang baru ia makan satu sendok saja.

Setelah kembali dari mengambil semua keperluan Lia, Hito langsung duduk di samping Lia ia juga membantu Lia agar duduk dan bersandar agar mudah untuk makan dan minum.

Lia mengambil piring yang disodorkan oleh Hito dengan malas ia tidak berselera sekarang. Mulutnya sangat pahit makanan rasanya jadi tidak enak, saat tidak sakit saja Lia malas makan apalagi saat sakit seperti ini.

Kalau tidak ada Hito ia pasti tidak akan makan hanya saja Hito sekarang terlihat terus memperhatikan wajahnya. "Kenapa tidak dimakan?"

Lia menggigit bibirnya dengan gusar, ya ampun ini sungguh membingungkan. Dengan paksaan ia menelan nasi dengan pelan. Lia sesekali melirik Hito, kapan pria bertubuh tinggi ini ke luar dari kamar. Lia sangat risih saat dilihat terus seperti ini, sikap Hito juga seperti suami yang cinta istri sebab terus memperhatikannya. Lia rasa Hito terlalu berlebihan, setelah memberi makan dan obat seharusnya Hito ke luar.

"Tidak ke luar saja? Aku akan makan nasi."

"Jadi mengusir ini ceritanya? Karena aku sering usir kamu jadi kamu mau balas dendam?" Hito tidak suka saat malah diusir saat ia berniat baik ingin membantu Lia. "Makan yang benar," lanjut Hito saat Lia makan dengan sangat pelan hal itu membuat Hito geram.

Hito melihat tubuh Lia memang sudah berbeda dari saat hamil kemarin. Sekarang tubuh Lia semakin kurus, tulang bahunya terlihat lebih berbeda dari saat enam bulan kehamilan. Ia tidak suka melihat Lia seperti orang yang tidak dikasih makan. "Sini biar kusuapi." Geram Hito Lia lama kali.

Lia memaksa makan sampai tiga suapan sudah tidak sanggup. "Jangan lagi." Lia menahan tangan Hito yang akan kembali menyuapinya.

"Dua lagi," ucap Hito dengan nada memaksa, karena hal itu Lia berusaha makan walau terasa ingin muntah

Saat melihat Lia sudah hampir seperti orang mau muntah, Hito menghentikan tangannya yang hendak kembali menyuapi Lia. Lalu ia memberikan obat pada Lia, setelahnya membantu memegang gelas Lia.

Ia rasa semua sudah selesai barulah Hito membereskan semuanya. "Istirahatlah, aku yang akan merapikan bajumu. Saat Rian bangun biar aku yang urusin, asi sudah kamu simpankan?"

Lia hanya mengangguk pelan lalu langsung menutup matanya. Obat yang ia minum terasa seperti ada obat tidurnya, atau emang Lia yang sudah sangat mengantuk.

Hito mulai merapikan baju dan kamar yang agak berantakan. Ia heran kenapa bisa banyak sangat baju yang dilipat kecil dengan tas besar di samping baju itu? Apa Lia mau pergi? Tidak mungkin mau kemana wanita itu, tidak ada tempat untuk wanita itu pulang karena Hito tau hubungan Lia dengan tantenya juga tidak baik. Hingga tanpa sengaja Hito menemukan secarik kertas dengan sebuah pena di atasnya.

Hidden MarriageNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ