56 - BITE THE DUST

6.6K 307 11
                                    


Sekarang ini, Adrian rasanya ingin sekali membekukan waktu. Tak bosan ia pandangi wajah Elia yang begitu cantik sembari mengusap pipi halus gadis itu. Tubuhnya dan tubuh Elia berhimpit berdekatan. Jemari lentik Elia bahkan tengah meremas kemejanya usai baru saja ia lumat bibir Elia dengan lembut.

Adrian terus tenggelam dalam binar mata Elia yang jernih namun sendu. Ia turut merasakan desir kegugupan Elia yang bercampur dengan angin malam yang dingin.  

Tak ingin terburu-buru, Adrian memberikan waktu bagi Elia untuk mengatur nafas. Pasalnya usai ia hadiahi kecupan hangat, Elia justru terlihat gelisah.

Elia memindai Adrian dengan nafas tersengal naik-turun. Entah apa yang sesungguhnya ada di dalam angan Elia sebab kini gerak-geriknya justru menunjukkan sebuah kepanikan

Suatu kebetulan, sepertinya keadaan sedang berpihak pada Elia untuk ia bisa menenangkan diri. Lantaran tiba-tiba saja terdengar dengung vibrasi ponsel dari saku celana Adrian. 

Perhatian Adrian pun buyar dan ia langsung menunduk ke bawah. 

drrrt drrrrt drrrrtt

Dengan terpaksa, Adrian menurunkan tangan dari pipi Elia untuk memeriksa ponselnya. Ia melihat caller id kemudian meminta ijin pada Elia untuk merespon panggilan yang ditujukan padanya.

"Sebentar ya, sayang. Papi ada telfon aku, aku angkat sebentar" ijin Adrian pada Elia sembari menunjukkan layar ponsel.

Elia diam. Dadanya masih bergemuruh kembang kempis. Namun kemudian ia mundur seraya memberi satu anggukan.

Sementara itu Adrian lanjut melangkah menjauh ke sisi lain balkon untuk mengangkat panggilan dari sang ayah.

Dari kejauhan Elia memandangi Adrian yang sedang bercakap-cakap dengan ayah mertuanya di seberang. Adrian terkesan tenang dan santai. Tampak jelas pastinya isi pembicaraan tersebut bukanlah suatu hal yang bersifat darurat. 

Pembicaraan Adrian dan ayahnya tak memakan waktu lama. Selesai menyudahi via telefon, Adrian pun mengembalikan fokus kembali pada Elia yang setia berdiri termangu.

Adrian kembali beranjak ke hadapan Elia.
"Mau masuk? Kamu enggak kedinginan?" Adrian menunjukkan perhatiannya bahkan menyertai dengan mengelus bahu Elia.

Elia balik menatap Adrian gamang diikuti meneguk ludah kasar. Sebenarnya detik itu ia tengah mengumpulkan tekad untuk menyampaikan satu keinginannya. Keinginan yang sedari tadi ia simpan.

Memang bukan tanpa sebab hari ini ia bersedia menerima ajakan makan malam Adrian. Ada sesuatu yang disembunyikannya dan sekarang sudah waktunya ia ungkapkan pada Adrian. 

"Kak..." Elia memanggil Adrian lirih.

"Mm? ada apa?" respon Adrian tanpa curiga. 

Elia menarik nafas. 

".. sebenarnya malam ini - " Elia sejenak menjeda sebelum melanjutkan. 

"Elia mau berpamitan" ungkap Elia jujur dengan setengah berbisik.

Begitu mendengar kata 'berpamitan' jantung Adrian seperti berhenti berdetak. Ia refleks menautkan alis memandang waswas pada Elia. 

"Besok Elia akan berangkat ke New York"  Elia menyambung memberitahu.

"New York?" Adrian langsung menderam rendah. Beberapa detik ia termangu namun kemudian berceletuk.

"Kamu mau jenguk Gio? " ia menduga Elia mempunyai alasan positif dibalik keputusan yang baginya sungguh mendadak. Tapi ini bahkan belum genap dua pekan sejak kepergian Gio. Pikir Adrian diiringi menimang khawatir. 

Hold Me With Your Lies [COMPLETE]Where stories live. Discover now