Part 2 : Penunggu pohon yang menuntut balas.

85.8K 4.1K 324
                                    

Semenjak kejadian di loteng itu, mata batinku terbuka. Aku bisa melihat makhluk halus yang tak kasat mata.

Itu membuatku sangat ketakutan, bagaimana tidak? Aku bisa melihat kuntilanak yang sedang tertawa cekikikan di depan mataku sendiri. Dia bergelayutan di dahan pohon sambil menguncang-nguncangkan kaki nya. Dengan wajah yang tidak terlalu jelas dan rambutnya yang sangat besar menutupi depan wajahnya. Yang bisa kulihat hanya ada celah kecil di tengah-tengah wajahnya, dan saat aku mengamatinya lebih dekat ternyata itu adalah mata.

Aku kapok bermain di saat adzan maghrib usai, kebetulan di daerah rumahku masih sangat asri banyak pohon besar yang masih tertanam disini, padahal aku tinggal di jakarta. Di kota yang jarang sekali ditanami pepohonan kecuali di taman kotanya sendiri.

Disamping rumahku juga tertanam sebatang pohon besar, ada sosok kuntilanak juga disana. Dia jarang bersikap jahil, namun tetap saja sosoknya yang menyeramkan selalu membuatku tidak nyaman.

Untungnya aku adalah gadis yang sangat tomboy, yang lebih senang bermain dengan teman laki-laki dibandingkan teman perempuan, jadi ada sifat pemberani di dalam diriku ini. Aku bisa mengatasi penglihatan spesial ku itu sedikit demi sedikit, meskipun seringkali aku malah menjadi paranoid.

.

Mengenai pohon besar disamping rumahku, pohon itu sudah tumbuh sebelum orangtuaku membangun rumah disana. Aku tidak tahu apa jenis dari pohon tersebut, tapi yang aku tahu pohon itu mengeluarkan getah seperti darah. Aku menyebutnya pohon berdarah.

Ibu menyarankan untuk menebang pohon tersebut supaya jika hujan deras turun, pohon itu tidak tumbang dan mengenai rumah. Maka pohon itu pun ditebang, tapi sebelum ditebang, sang penunggu pohon yang mulanya tidak mengganggu kini dia terlihat marah.

Malamnya sang kuntilanak penunggu pohon tersebut duduk diatas dahan dan terisak, dia menangis. Aku hanya melihatnya tanpa berani mendekat, aku bisa merasakan banyak aura negatif yang meliputi kuntilanak tersebut, bisa dilihat dari warna tubuhnya yang diliputi sesuatu seperti asap hitam.

Perasaanku jadi tidak enak, saat melihatnya menangis tertahan. Dia berucap akan mengganggu orang-orang yang berani menebang rumahnya dan akan terus mengganggunya sampai orang teraebut mati.

"Bu, pohonnya jangan ditebang." pintaku pada ibu

"Kenapa ndok?"

"Ada kuntilanak disana, dia nangis bu. Katanya mau ganggu orang yang nebang pohon"

Ibuku malah pergi meninggalkan ku tanpa membalas ucapanku. Dan ke esokan harinya, pohon tersebut pun ditebang.

Ada suara teriakan yang menggema saat pohon tersebut jatuh ketanah.

Sang kuntilanak berdiri mengambang disamping pintu kamarku yang tak terkena cahaya matahari. Wajahnya sangat pucat dan ada sayatan lebar di mulutnya hingga mengeluarkan darah segar. Matanya merah, dia nampak sangat marah.

Getah pohon tersebut mengalir dengan warna menyerupai darah. Aku hanya bisa melongok melihat pohon itu dan tebang dan saat melihat tatapan marah sang kuntilanak. Beruntungnya aku! Kuntilanak itu tidak menyadari jika sedari tadi aku terus melihat kearahnya.

"Kalo nanti kuntilanak nya gangguin agni gimana bu? Agni takut"

"Agni jangan takut yah, setan nya tidak bisa gangguin agni kok. Ada ibu disini"

Dan benar saja, malam sehabis pohon itu ditebang. Hampir sebagian tetangga ku mengalami kesurupan. Semuanya adalah perempuan dan semuanya mengatakan hal yang sama.

Pohon yang ditebang adalah rumahnya dan dia menuntut balas.

Bapak ku membantu mereka yang kesurupan, bapak ku itu bisa mengobati orang yang kerasukan.

Indigo Stories - Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang