Part 38 : Pocong.

22.1K 1K 219
                                    

Aku, fatih dan nisa. Kami bertiga terlihat bersama-sama, berjalan pulang menuju rumah. Aku habis menjemput fatih yang sedang asyik bermain di rumah temannya.

Kalau tidak di jemput, dia tak akan mau pulang. Katanya jalanan di daerah tempat tinggal kami itu menyeramkan. Banyak rumah kosong, apalagi setelah ia melihat sosok wewe gombel di lapangan tempo hari.

Jarak antara rumah kami dan temannya juga tak jauh. Cukup berjalan kaki beberapa menit saja.
Kami bertiga berjalan sambil mengobrol.

Sepanjang perjalanan tak henti hentinya aku menggoda fatih. Dia selalu berkata kalau ia tak tak takut dengan sosok hantu. Tapi bila aku berkata ada sosok lain di samping nya, ia akan mendekap ku dengan sangat erat sambil merengek ketakutan.

Saat itu malam sudah mulai menjelang. Adzan maghrib juga sudah berkumandang. Kami bertiga harus cepat-cepat pulang, tak ingin membuat ibu kami khawatir.

Sepanjang perjalanan tak ada yang menakutkan. Sebenarnya aku juga tak melihat ke berbagai arah. Mataku terus ku fokuskan ke depan. Melihat jalanan dan tidak melihat ke arah lain. Dengan langkah cepat aku menyuruh kedua adikku untuk ikut fokus saja berjalan dan melihat ke arah depan.

Hingga di satu rumah. Di samping rumah itu ada satu pohon yang sangat tinggi dan tertanam di samping rumahnya. Pohon dengan daun lebat dan ranting yang kokoh. Daun nya berwarna hijau tua. Aku jarang sekali melihat pohon itu meranggas, daun nya selalu tumbuh dan tak pernah layu.

Pohon itu sudah ada sejak aku tinggal di sana, tapi sekarang pohon itu sudah hilang ditebang oleh sang pemilik rumah.

Saat aku berjalan pulang bersama fatih dan nisa, aku melihat ada sesuatu yang aneh di pohon itu. Ada sesuatu yang bergelayut di ranting pohon tersebut.

Warna nya putih, bentuknya besar seperti kepompong. Kalau kepompong kan ukurannya hanya sebesar jari. Tapi yang bergelayut di pohon itu ukuran nya lumayan besar. Seperti ukuran manusia dewasa.

Aku sampai merinding melihat sesuatu seperti itu. Aku ingat-ingat lagi, yang bergelayut di pohon mirip sekali dengan sosok pocong. Bedanya yang aku lihat warnanya masih putih bersih. Beda dengan pocong yang aku lihat sebelumnya, warna kain kafan nya sudah kotor dan lusuh.

Sosok itu kelihatan nya sedang membelakangi ku. Wajahnya tidak kelihatan. Dia sedang menghadap ke arah lain.

Aku bersyukur karena tak melihat bagaimana bentuk wajahnya. Pocong yang sering aku lihat berwajah jelek dan rusak. Sangat tidak enak bila di pandang mata, membuat perut ku mual dengan wajah tak berbentuk nya.

"Mbak agni kenapa?" tanya nisa yang heran dengan aktivitas ku melihat ke arah depan dengan sangat serius

"Mbak agni lihat apa?" fatih juga ikut penasaran

"Tidak ada apa-apa kok dek, ayo kita jalan lagi" aku menuntun kedua adik ku, tanpa banyak bicara aku lebih memilih diam tak mau membahas sosok pocongan yang aku lihat tadi

Lebih baik cepat pulang, kalau sudah sampai di rumah rasanya sangat aman dan nyaman. Tidak melihat sosok aneh-aneh lagi seperti yang aku lihat di jalanan tadi.

°°°

Mendengar kata "pocong" pastinya yang terbesit pertama kali dalam benak kita adalah, sosok berkain kafan putih dan suka melompat lompat.

Indigo Stories - Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang