Bab 1

12.5K 277 9
                                    


Dering alarm yang berasal dari ponselnya berhasil merusak mimpi indah yang selalu datang setiap malam, memimpikan sang ayah yang sudah lebih dari sepuluh tahun lalu meninggalkan ia dan ibunya tanpa kabar barang sedikit pun.

Ia melongok, mencari sumber suara pengganggu tidur nyenyaknya, lalu mematikan alarm yang berasal dari benda berbentuk pipih, persegi panjang miliknya itu.

Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan menggelegar, membuatnya menyumpal telinga dengan bantal empuk lalu kembali memejamkan matanya yang masih lengket.

"Brie, bangun, kamu itu harus sekolah Brie, anak gadis nggak boleh males, ini udah jam enam," terdengar teriakan suara perempuan berusia empat puluhan, ibu dari gadis yang saat ini bergelung malas di kasur empuknya. Mama mengetuk pintu kamar seorang Abriana Kang, gadis berdarah Korea-Indonesia yang  masih tertidur di kasur empuknya, bergelung malas di bawah selimut hangat karena hawa dingin.

"Bentar lagi Ma, masih ngantuk nih," teriak gadis itu dari dalam kamarnya.

"Mama, masuk loh Brie," setelah sang mama  masuk ke kamar anak gadisnya, mamanya hanya geleng-geleng kepala saat melihat anak gadis itu yang nyaris tidur seperti orang mati, susah dibangunkan, padahal biasanya Briana selalu bangun pagi dan membantunya memasak sarapan mereka, "Sepertinya ini karena perdebatan kecil tadi malam, masih ngambek rupanya," gumam  sang mama.

"Abriana Kang, cepetan bangun kamu, sekolah atau Mama seret kamu ke kamar mandi," ancam sang mama.

"Iya Ma," gerutu Briana, karena merasa tidurnya terganggu.

"Haduh Brie cepetan, kamu nanti naik bus loh sekolahnya, kan jam tujuh udah masuk, nanti telat kamu tuh," omel sang mama.

"Iya-iya, Mama bawel banget ih,"

"Heh mulutnya, kualat nanti kamu ngatain Mamanya sendiri bawel," omel mama.

Entah karena kualat betulan atau apa, Briana terjungkal setelah kakinya terbelit selimut, alhasil hidungnya sakit karena mencium lantai.

"Haduh, sial banget sih gue, bonyok kan nih hidung, pesek langsung nih pasti," lagi-lagi Briana menggerutu.

"Makanya kalau jalan itu matanya melek, dah ah, pokoknya Mama mau berangkat kerja dulu, soalnya mau ada persiapan buat rapat penting, sarapannya udah ada di meja makan,"

"Iya," balas Briana seadanya karena merasakan hidungnya yang nyeri, berdenyut-denyut.
Dalam waktu lima belas menit ia telah selesai berkemas, seorang Briana hanya butuh waktu mandi selama kurang lebih sepuluh menit, alasannya kamar mandi adalah sarangnya setan, jadi ia tidak mau berlama-lama disana, ngeri katanya.

Briana berjalan menuju ruang makan untuk sarapan, setelah tahu apa menu sarapan yang dimaksud oleh mamanya, ia hanya bisa mengelus dada dan sekali lagi menggerutu, ingin sekali ia menyumpahi ibunya sendiri, tapi diurungkannya karena takut dibilang anak durhaka.

"Bayangin, lo dari semalem nggak makan, paginya disuruh sarapan sereal sama susu segelas doang, mana ada upacara, mau pingsan aja nanti ah," keluh Briana entah pada siapa.

"Pantesan Papa milih kabur, orang jadi istri nggak pernah masak sama sekali, apa harus gue terus gitu yang masak tiap hari, gue tadi bangun siang juga biar dimasakin, eh, ternyata malah  dikasih sereal lagi, terus aja gitu tiap gue sengaja bangun siang," gerutu Briana panjang lebar.

Dengan terpaksa Briana melahap menu sarapan ala mamanya yang dianggapnya sama sekali "nggak ngeyangin perut orang Indonesia" itu dengan bersungut-sungut, lalu menenggak segelas susu yang hampir dingin.

"Untung belum basi nih susu, enek banget rasanya, sumpah," gerutunya, karena ia adalah pembenci minuman yang berasal dari kelenjar mamalia itu.

***

Between Love and Dream (END)Where stories live. Discover now