Bab 14

2.9K 156 1
                                    


Sudah satu semester sejak pameran lukisnya diadakan, Briana semakin disibukkan dengan kegiatan-kegiatan di kelas dua belas seperti uji coba ujian nasional dan ujian sekolah. Ia pun tak pernah lagi memedulikan Chelsea yang semakin menempel pada Nico. Mereka selalu menampilkan kemesraan di depannya, karena dengan sialnya ia bisa sekelas dengan Nico. Kelas XII IPA 3.

Briana berusaha fokus pada ujiannya, ia bahkan sudah mencoba mendaftarkan beberapa beasiswa di New York, maupun Inggris setelah sebelumnya ia disibukkan dengan pencarian beberapa berkas untuk memenuhi persyaratan beasiswa, dan juga berbagai tes, ia sangat berharap bisa beruntung dan masuk salah satu universitas disana, bahkan mamanya sangat mendukung keputusannya kali ini.

Hari ini anak-anak kelas dua belas berkumpul di aula sekolah, disana mereka diberikan tentang materi pengenalan perguruan tinggi negeri, salah satunya berasal dari kampus Joshua, mantan guru fisika Briana. ITB. Dan tentunya Joshua berada disana, ia didapuk untuk menjadi presentator, meskipun ia sudah merupakan alumni.

Briana dan yang lainnya dengan serius memerhatikan penjelasan dari Joshua, bahkan sesekali Briana melirik para murid cewek yang tak sedikit hampir menganga melihat penampilan Joshua dengan baju korsa kebanggaan fakultasnya. Korsa yang dibiarkan tak terkancing, menampilkan kemeja putih lengan pendek didalamnya dan lengan korsa yang digulung hingga siku, Briana mengakui bahwa Joshua itu tampan, sangat tampan malah, dan juga pandai, atau malah jenius.

Ingatkan Briana bahwa ia baru saja memuji mantan guru fisikanya yang menyebalkan itu, menyadari apa yang telah dilakukannya, Briana secara tak sadar menggelengkan kepalanya, mengusir bayangan Joshua yang muncul di otaknya, hingga menarik perhatian Alexa yang berada di sebelahnya.

"Lo kenapa Brie, pusing?" tanya Alexa agak mengkhawatirkan sahabatnya itu.

"Nggak papa kok," jawab Briana.
Setelah itu Briana kembali memfokuskan pandangannya pada slide presentasi yang ada pada beberapa meter dihadapannya.

Tiga jam berada di aula dengan beratus-ratus orang di dalamnya membuat Briana merasa sedikit sesak karena sirkulasi udara didalam ruangan itu yang kurang baik. Setelah bisa keluar dari sana ia berusaha menghirup udara sebanyak mungkin untuk memenuhi pasokan oksigen kedalam paru-parunya. Hingga seseorang menepuk bahunya.

"Lo gapapa Brie, muka lo pucet," tanya Alexa.

"Hah, a-apa gue nggak papa," ujar Briana setengah kaget.

"Beneran?" tanya Alexa memastikan.

"I-i" belum sempat menjawab pertanyaan Alexa, Briana sudah ambruk, ia pingsan.

Melihat sahabatnya pingsan, Alexa menjadi panik lalu berteriak memanggil pertolongan kepada siapapun yang berada di sekitarnya
Nico yang mendengar teriakan itu langsung bergegas menolong setelah menghempas tangan Chelsea yang bergelayut manja di lengannya, dan bergegas membopong Briana ke UKS. Sedangkan Chelsea, ia terlihat sangat marah karena ditinggal Nico begitu saja.

Alexa menunggui Briana yang masih belum siuman, sedangkan Nico tak bisa melihat keadaan Briana, karena setelah ia membopong Briana ke UKS tadi, Chelsea langsung menempel dengannya lagi, bak lintah.

"Dok, Briana sakit apa ya?" tanya Alexa pada dokter jaga.

"Oh, dia hipotensi, tekanan darahnya rendah" jawab sang dokter. "Ini, sudah saya berikan obatnya, jangan lupa untuk menyuruhnya istirahat," nasihat sang dokter.

"Baik dok, nanti saya sampaikan saat dia sudah siuman," jawab Alexa.

Selang beberapa lama, Briana siuman, kemudian Alexa memberinya makanan dan obat yang telah diresepkan oleh dokter.

"Tadi Nico yang bawa lo kesini," ujar Alexa membuka percakapan. Mendengar hal itu Briana agak melebarkan matanya, setengah tidak percaya, bagaimana bisa cowok itu membawanya ke UKS sedangkan Chelsea selalu menempel pada cowok itu bak lintah.

"Seriusan lo?" tanya Briana.

"Serius gue, ya masak gue yang bawa lo, mana kuat gue," jawab Alexa sambil menunjukkan cengirannya. "Dia yang bopong lo sendirian ke sini, mukanya juga keliatan panik banget, aduh boyfriendable deh pokoknya," ujar Alexa sambil menerawang.

"Bukannya lo pernah ngatain Nico itu tengil, sekarang lo bilang dia boyfriendable, mana yang bener Lex?" tanya Briana sambil terkikik.

"Itukan karena gue belain lo," jawab Alexa sambil mengercutkan bibir.

"Udah ah, jangan sok imut, tuh bibir biasa aja bisa kan," ejek Briana.

"Lo sakit, masih aja ngatain gue," kata Alexa dengan mukanya yang cemberut. "Lo nggak ada niatan buat ucapin makasih gitu ke dia?" tanya Alexa hati-hati, takut sahabatnya marah.

"Bener juga lo Lexa, gue capek juga sih sakit hati terus-terusan, oke deh, besok gue bilang terima kasih lah ke dia," jawab Briana.

"Jadi lo ikhlasin Nico sama Chelsea nih?" tanya Alexa.

"Gue coba deh," ujar Briana dengan nada yang sedikit tak yakin.

"Nah itu baru sahabat gue, lo harus move on," kata Alexa memberi semangat.

Between Love and Dream (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon