Bab 8

3.1K 167 0
                                    


Hari Senin, sudah bisa ditebak kalau hari ini Briana akan kembali kesal karena tingkah guru fisikanya, Joshua Kim. Bahkan guru itu memberikan soal untuk dikerjakan oleh Briana di papan tulis, seperti sekarang misalnya.

Soal sederhana dan mudah yang cukup membuat otak Briana bekerja keras, tentu saja karena ia payah dalam pelajaran fisika, namun suara Nico yang mengejeknya membuat otak Briana memutar keras rumus-rumus yang dia jejalkan ke dalam otak kecilnya tadi malam.
Briana pun mengerjakan soal itu dengan semangat yang tinggi hingga telinganya berdengung dan mulai memanas, akibat amarah dan semangat yang menjadi satu, kemudian menghadap Joshua ketika ia sudah selesai mengerjakan, sebelum akhirnya dipersilakan duduk kembali.

"Dua buah muatan A dan B terpisah dengan jarak 0,9 m. Jika titik C adalah titik yang terletak di antara A dan B sedemikian rupa, sehingga medan listrik di C sama dengan nol, maka letak titik C dari A adalah sebesar" begitulah suara Joshua membaca ulang soal yang dikerjakan Briana di papan tulis.

"Wah, Nona Kang, kau sepertinya cukup berkembang, jawabanmu benar," kata Joshua sambil melirik remeh pada Briana. Sedangkan Briana hanya menganggap ucapan itu sebagai pujian, daripada sebuah sindiran.

Briana kembali pada tempat duduknya, kemudian mendengar apa yang dijelaskan oleh guru fisikanya itu dengan sungguh-sungguh sambil sesekali mencatat hal-hal yang menurutnya penting. Ia sudah bertekad untuk menjadi jenius dan mengalahkan Nico, si tengil.

***

Ujian semester juga sudah di depan mata, ia akan belajar mati-matian agar nilainya membaik, dan membuktikan bahwa ia tak butuh bantuan dari Nico. Ia tak sudi diremehkan.

Hampir setiap hari setiap istirahat, ia belajar di sanggar lukis, mengabaikan bau cat yang menyengat,  hampir melupakan jadwal makannya, bahkan ia sudah tak aktif lagi dalam kegiatan melukisnya, dia disana hanya untuk belajar.

Ketukan terdengar dari celah pembatas sanggar lukis dan ruang tata boga, ia bisa mencium bau kue yang baru selesai dipanggang.

Takut-takut Briana mendekat, sebuah nampan berisi kue dan sebotol air mineral disodorkan padanya, ia menerimanya, kemudian tersadar bahwa ia tengah menyiksa perutnya sendiri, sedari tadi dia belum makan.

"Terima kasih pada siapapun kau," kata Briana agak keras agar orang itu mendengarnya.

Namun tidak ada jawaban dari orang yang telah memberinya kue itu.

Briana kembali menemukan sebuah catatan yang ditulis rapi menggunakan sticky notes warna biru kesukaannya.

"Jangan menyiksa dirimu sendiri, kau butuh makan, kau bisa belajar sesukamu, tapi jangan lupakan kesehatanmu," Briana membaca catatan itu dengan kening berkerut, menebak-nebak siapa penulisnya.

"Apa gue punya penggemar rahasia?" tanyanya pada diri sendiri. Namun beberapa saat kemudian ia menertawakan dirinya sendiri sejak kapan ia punya penggemar, bahkan ia bukan siapa-siapa, ia bukan Chelsea Winston yang super cantik dengan kulitnya yang putih pucat, lesung pipi yang terlihat saat ia tersenyum, dan rambut sewarna madu, serta warna mata hitamnya, ia sangat hafal karena semua laki-laki dikelasnya memuja dan membicarakan cewek itu, sedangkan dia cewek yang biasa-biasa saja.

"Sangat cocok dengan Nico, cantik dan tampan," gumam Briana tanpa sadar.

Setelah itu ia berusaha tak peduli dan mulai memakan kue pemberian seorang misterius itu, lalu kembali berlari menuju kelasnya, beberapa minggu ini ia mengisolasi dirinya sendiri di sanggar lukis, bahkan dia mengabaikan Alexa, sahabatnya.

"Lo kemana aja sih tiap istirahat ngilang mulu," keluh Alexa yang akhir-akhir ini diabaikan oleh Briana.

"Ke sanggar, gue," jawab Briana.

Between Love and Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang