Bab 13

2.8K 155 0
                                    


Saat-saat yang Briana tunggu telah tiba, ia akan segera mendengar pengumuman, dan tentunya sangat berharap setidaknya ia masuk ke dalam daftar penerima gelar juara.

Namun setelah beberapa saat kemudian, ia merasa agak kecewa, ia hanya keluar sebagai runner up, sudah bisa ditebak jika Nico lah yang jadi sang juara utama dan berhak melaju ke olimpiade tingkat nasional.

Briana tak tau harus merasa bangga atau sedih dengan pencapaian yang telah diraihnya, yang jelas ia sedikit iri dengan Nico.

"Selamat Brie, gue nggak nyangka lo bisa ngalahin banyak peserta," puji Alexa.

"Makasih Lex," sahut Briana berusaha untuk terlihat senang.

Selang beberapa menit, setelah penerimaan tropi, dan penghargaan, sebuah tangan menjulur, mengucapkan selamat padanya, orang itu adalah Nico yang sedang menampilkan senyum lebar ke arah Briana.

"Selamat Brie, gue ga nyangka lo bisa sehebat itu," kata Nico dengan nada kagum, Briana menerima uluran tangan cowok itu dan menjabatnya sekilas.

"Makasih," kata Briana datar.

Setelah itu, Chelsea datang, tangannya langsung bergelayut manja pada lengan Nico, sambil membawa kerangka bunga ditangan kirinya. Briana muak dengan pemandangan di depannya, lalu memutar badan dan langsung meninggalkan Nico yang sedang mengerutkan kening bingung, cowok itu merasa Briana sudah berubah, Briana yang sekarang tampak dingin, dan tak acuh padanya.

"Kamu kenapa sih ngliatin dia gitu banget, sedih karena nggak bisa deket dia lagi?" tanya Chelsea sambil bersungut.

"Kamu kenapa sih, aku udah bilang berapa kali sama kamu, kamu selalu bersikap kekanak-kanakan, aku udah rela korbanin perasaan aku demi kamu," ucap Nico yang mulai emosi dengan sikap Chelsea.

Sedangkan Chelsea terbelalak kaget dengan ucapan Nico, dan mulai menangis, ia paling tidak suka dibentak, tapi paling suka membentak orang.

Melihat pemandangan di depannya, Nico yang tidak tega melihat seseorang menangis, langsung menenangkan Chelsea dengan cara memeluknya.

Sedangkan di kejauhan seseorang sedang melihat adegan itu.

"Bukankah mereka terlihat romantis," ujar Briana pelan, matanya sedikit memanas menyaksikan adegan Nico yang memeluk erat Chelsea.

***

Hari-hari berikutnya terasa monoton, hanya kesibukannya saja yang bertambah, seperti kembali mengikuti ekstrakurikuler lukis yang akan mengadakan pameran besok.

Rencananya, ia akan ikut memamerkan beberapa jenis lukisan, termasuk lukisan yang sama seperti buatan ayahnya sepuluh tahun lalu. Lukisan keduanya benar-benar mirip, bahkan Briana sampai takjub dengan lukisannya sendiri yang sama persis dengan buatan sang ayah. Namun untuk lukisan yang satu itu ia sudah meminta izin kepada panitia untuk tidak menjualnya.

Ruang aula sudah ditata sedemikian rupa, dengan banyak lukisan yang sudah terpajang disana, rencananya pameran lukisan itu dibuka untuk umum, sehingga memperbanyak dana yang bisa dikumpulkan.

Keesokan harinya, menjelang pameran, Tante Allesia, mamanya Alexa, menghadiri pameran lukisan tersebut. Briana mendesah kecewa saat mengingat sang mama tidak dapat hadir dalam acara itu.

"Eh, Briana," sapa Tante Allesia ramah. "Kata Alexa, lukisan kamu banyak yang dipamerkan ya?"

"Eh Tante, nggak juga kok, cuma tiga yang dipajang disini," ucap Briana merendah.

"Oh, kamu habis lulus mau jadi pelukis ya?" tanya Tante Allesia.

"Maunya jadi reporter Tan, doakan saja yang terbaik," balas Briana.

"Ehm, iya Tante doakan deh, Tante liat-liat lukisannya dulu ya," pamit tante Allesia.

"Silakan Tan," balas Briana.

Satu jam telah berlalu, banyak dari kalangan umum yang datang menyaksikan pameran lukisan itu. Briana setengah kaget, guru fisikanya yang sudah dua bulan ini tidak terlihat batang hidungnya pun turut hadir, bersama seorang kakek-kakek yang kurang lebih berusia pertengahan enam puluhan.

"Hai Nona Kang, lama tak jumpa huh," sapa seorang Joshua Kim.

"Eh, Pak Joshua, selamat datang di pameran kami Pak," Briana mengucapkan selamat datang kepada gurunya itu dengan manis untuk berbasa-basi, namun dihatinya ia sangat malas berhadapan dengan pria di depannya itu.

"Kau sangat mirip dengannya," gumam kakek dihadapannya dengan agak terbata dan kental dengan aksen Koreanya.

"Eh, Kakek bicara apa? apa ada yang bisa saya bantu?" sapa Briana ramah.

"Eh, tidak, aku hanya menginginkan lukisan itu," kakek itu menujuk lukisan Briana.

"Berapa harganya Nona, kakekku ingin membeli lukisan itu," tanya Joshua pada Briana.

"Eh, maaf Pak, tapi yang satu itu tidak dijual," kata Briana.

"Saya akan berikan harga berapapun, asalkan lukisan itu bisa menjadi milik saya," kata si kakek.

"Dengan sangat menyesal saya mohon maaf Kek, tetap tidak bisa," mendengar hal itu wajah sang kakek langsung berubah sendu.

"Tak apa Nona, jika kau tidak bersedia menjualnya, hanya saja lukisanmu mengingatkanku pada lukisan anak laki-lakiku yang meninggal lima tahun lalu, lukisan itu terlihat sama persis, tetapi yang ia buat sudah hilang, jadi setidaknya dengan lukisan itu aku dapat selalu mengingat anakku satu-satunya," ucap sang kakek dengan dramatis, bahkan mantan guru fisikanya juga ikut-ikutan menampilkan mimik sendu.

"Ayolah Nona Kang, turuti saja kemauan Harabeojiku (kakek) ini, dia menjadi seorang lelaki tua yang melankolis sejak Appaku (ayah) meninggal lima tahun lalu," bujuk Joshua.

"Baiklah, demi Kakek saya rela," akhirnya Briana mengalah dan memberikan lukisan itu pada sang kakek.

"Berapa harganya Nona Kang?" tanya Joshua.

"Ehm, bukan saya yang menetapkan harganya, mohon tanya pada panitia," jelas Briana.

Setelah itu Joshua dan kakeknya menuju panitia, dan membayar lukisan sesuai daftar harganya. Briana menghela napas, ia rela menjual lukisan sulit yang ia buat itu, karena seratus persen memiliki kemiripan dengan lukisan sang ayah, ia tak yakin jika ia membuat lukisan itu lagi hasilnya akan sama persis. Akan tetapi ia rela melepas lukisan itu, agar sang kakek tadi bisa mengenang anak laki-lakinya, sekaligus ia bisa menyumbangkan dana untuk anak panti.

Briana merasa lega karena pameran sudah berakhir, dan dana yang terkumpul pun lumayan, rencananya Aisha dan kawan-kawan akan langsung mengadakan kunjungan ke panti asuhan malam nanti, namun Briana memutuskan tidak ikut, ia sangat ingin beristirahat di rumah dan menikmati waktu bersama sang mama.

Between Love and Dream (END)Where stories live. Discover now