Bab 4

3.3K 163 0
                                    


Bel pelajaran selesai telah dibunyikan membuat Briana memekik girang, hari ini ia ingin segera mengistirahatkan diri setelah seharian ini emosinya terkuras akibat seorang guru fisika bernama Joshua Kim
"Brie, lo mau langsung pulang?" tanya Alexa.

"Iya, kenapa," jawab Briana cuek.

"Lah lo nggak ekskul lukis?" tanya Alexa pasalnya Briana tadi sempat bilang jika ia mendaftar ekstrakurikuler tersebut.

"Jadwalnya emang hari ini Lex?" tanya Briana.

"Lah, gue kira lo udah tau," jawab Alexa dengan menepuk jidatnya karena bingung dengan ketidaktahuan sahabatnya itu.

"Oh oke, gue ke sanggar deh," balas Briana pada akhirnya.

Setelah informasi dari Alexa, Briana bergegas menuju sanggar lukis yang ada di lantai dua, berada di samping ruang tata boga. Sesampainya di sanggar lukis, hanya ada beberapa orang saja, termasuk dirinya. Akan tetapi tidak ada keberadaan Nico yang notabene sang ketua ekskul.

"Wah kamu anak baru ya, kenalin saya ketua ekskul yang baru, menggantikan Nicholas," kata murid berhijab yang cantik menurut Briana. "Oh iya pasti kamu daftarnya ke Nico kan?"

Mendengar hal itu Briana mengangguk, mengiyakan.

"Oh, ya nama saya Aisha, kalau kamu?" tanya cewek itu.

"Nama saya Abriana Kang, kelas XI IPA 5, teman-teman mohon bantuannya," kata Briana memperkenalkan diri sambil membungkukkan badan.

Setelah itu mereka hanya membahas beberapa masalah pameran lukis yang akan mereka adakan saat semester dua nantinya dan hasilnya untuk disumbangkan ke panti asuhan dan yang membutuhkan.

Tak terasa hari sudah menunjukkan pukul lima sore, kelelahannya terbayar sudah karena ia mendapatkan teman baru seperti Aisha dan juga Key, mereka sangat suka melucu sehingga hari ini ia banyak tertawa setelah sebelumnya marah-marah akibat seorang Joshua Kim.

"Ana, kamu mau langsung pulang?" tanya Aisha lembut, Ana adalah panggilan yang diberikan Aisha pada Briana, karena menurut Aisha panggilan "Brie" terdengar kurang feminin, dan langsung diiyakan saja oleh Briana.

"Eh iya, udah sore soalnya," jawab Briana, "Eh iya, emang Nico udah keluar ekskul ya?" tanya Briana pada Aisha.

"Dia memang jarang ikut, ia mengundurkan diri sesaat sebelum ekskul dimulai tadi, jadi aku sebagai wakilnya yang gantiin," jawab Aisha.

"Oh, emang alesannya apa kok sampai out?" tanya Briana kepo.

"Dia kan ada bimbingan olimpiade kimia nasional, jadi ya untuk sementara nggak ikut, dia juga ada lomba basket dalam waktu dekat ini," jelas Aisha.

"Sibuk banget berarti ya," balas Briana.

"Kamu ikutan ekskul mau pedekate ke Nico ya?" goda Aisha sambil menaikan salah satu alisnya dan cengiran lebarnya.

"Enggak, gue emang suka gambar makanya gue ikut," jawab Briana datar, sungguh ia tak ada perasaan apapun dengan Nico, atau mungkin belum.

"Lah aku kira kamu sama seperti sebagian cewek yang ikut lukis cuma mau pedekate ke Nico, soalnya kebanyakan cewek gitu," kata Aisha sambil tertawa.

"Lah kok yang berangkat dikit tadi, kalo banyak yang ikut?" tanya Briana.

"Kemarin pas masih ada Nico sih, banyak, setelah tau Nico ngundurin diri tadi, mereka juga ikut ngundurin diri," jelas Aisha yang membuat keduanya geleng-geleng kepala.

"Oh ya gue duluan ya, ini gue naik bus soalnya," kata Briana pada akhirnya.

"Oke," jawab Aisha yang masih menunggu jemputannya.

***

Tiga puluh menit berlalu, Briana akhirnya sampai di rumah, perutnya sudah keroncongan sejak tadi siang, dan betapa mengenaskannya ternyata di rumah pun belum ada orang, yang artinya sang mama lembur kerja lagi.

Dengan terpaksa dia yang harus memasak sendiri seperti biasanya, sebenarnya dia sangat ingin seperti anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh, bisa setiap hari merasakan kehangatan sebuah keluarga.

Setelah ritual mandinya, Briana terlihat segar lalu mengenakan baju rumahan seperti biasanya. Ia menuju dapur untuk membuat makan malam serta camilan sore untuk dirinya.

Ia memasak capcay kuah dengan ayam goreng tepung, menu kesukaan sang mama, setelah selesai masak, ia menonton acara kartun kesukaannya " Pineas and Ferb" di ruang tamu sambil memakan es krim vanila kesukaannya. Tak lama kemudian sang ibu pulang dan menemaninya menonton tv.

Sang mama berjalan menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Maafin Mama ya sayang, kamu masih ngambek ke Mama soal semalem?" tanya sang mama yang hanya dijawab Briana dengan deheman.

"Mama janji deh besok bakal masakin kamu sarapan sama bawain bekal," ucap sang mama yang berhasil membuat Briana berhenti ngambek.

"Beneran Ma, bohong dosa loh," kata Briana.

"Bener, besok mau Mama masakin apa?" tanya sang mama.

"Hmm, apa aja yang penting bukan makanan instan," jawab Briana.

"Oke gimana kalo nasi goreng aja?" tanya sang mama.

"Oke," Briana tentu saja sangat senang pasalnya sangat jarang ibunya itu memasak, bahkan ia pernah mengira sang mama sama sekali tidak bisa memasak.

Setelah percakapan singkat mereka, mama memutuskan untuk mandi sebelum mereka makan malam. Briana melihat sang mama menggunakan daster bunga-bunga yang ia hadiahkan kepada sang mama saat ulang tahunnya yang genap ke empat puluh dua, bulan Januari lalu. Ibunya masih terlihat cantik meskipun memiliki kantung mata karena sering bergadang untuk menyelesaikan desain interior permintaan kliennya.

Makan malam berlangsung hening hanya terdengar dentingan sendok dengan piring, setelah itu mereka berencana untuk menonton tv bersama.

"Ma, Mama kan masih cantik nih, Mama nggak ada pacar gitu," tanya Briana menggoda mamanya.

"Harusnya Mama nanya itu ke kamu, anak Mama kan cantik," balas mama Rena.

"Loh kok nanya balik sih Ma?" tanya Briana sambil mengerucutkan bibir.

"Kamu kan udah tujuh belas tahun masa belum punya pacar," tanya sang mama.

"Ya ampun Ma, pelajaran aja nggak ada yang bener mau punya pacar, mau benerin nilai rapor Ma, emang Mama mau nilai anaknya tambah jelek karena sibuk pacaran," jawab Briana.

"Iya juga ya," kata sang Mama." Padahal rencananya mau mama jodohin sama anak temen mama," kata sang Mama pura-pura cemberut.

"Enggak ada jodoh-jodohan ya Ma, Briana nggak mau," kata Briana sambil cemberut.

"Iyain aja deh biar cepet," kata sang mama sambil menahan tawa melihat ekspresi absurd anaknya.

Setelah itu mereka lanjut menonton film tanpa membahas yang namanya perjodohan yang ternyata hanya dibuat-buat oleh  sang mama.

Between Love and Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang