Bab 18

3.2K 175 0
                                    


Keesokan harinya, saat pemakaman sang mama, Briana kembali menangis histeris meneriaki jenazah sang mama yang akan dimakamkan, hingga ia pun kembali pingsan.

Tak banyak teman sekolahnya yang datang melayat, mereka tidak tau jika mama Briana sudah meninggal, atau mereka tau namun sengaja tidak datang karena menganggap Briana pelaku kejahatan atas kejadian yang menimpa Chelsea. Mereka yang datang sebagian besar dari kelas Briana, kecuali Nico, cowok itu tidak tau, atau sengaja tak datang, Briana beranggapan, mungkin Nico terlalu membencinya.

Briana sudah digotong warga menuju ke rumahnya, disusul oleh Alexa dan mamanya yang juga turut sedih menyaksikan kepiluan yang Briana alami. Alexa menunggui Briana yang belum siuman, sesekali memberikan minyak kayu putih pada telapak tangan dingin milik Briana. Lalu menggenggam tangan sahabatnya erat, Alexa takut melepasnya. Briana terlihat rapuh saat ini.

"Lexa, Mama pulang dulu, ambil baju ganti buat kamu sama bawain makanan, nanti Mama kesini lagi," pamit tante Allesia.

"Ok, hati-hati Ma," ucap Alexa melihat punggung mamanya yang sudah menjauh. Setelah itu Alexa kembali menatap wajah Briana yang pucat, belum ada tanda-tanda ia siuman.

"Nona Alexa, apakah dia sudah sadar," tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba masuk ke kamar Briana.

"E-eh P-pak Josh, belum, ia belum sadarkan diri," Alexa kaget mantan guru fisikanya belum pulang dari melayat, dan sekarang malah datang menanyakan kabar Briana.

Joshua duduk di tepi ranjang Briana, lalu mengambil alih tangan Briana yang tadinya digenggam Alexa, tangannya dingin, itulah yang dirasakan Joshua saat telapak tangannya menggenggam erat tangan Briana. Lalu ia menciumnya.

Alexa terbelalak dengan adegan yang ada di depannya, bukankah hubungan antara mantan guru fisikanya itu dan Briana tidak pernah akur, mereka bagaikan sepasang anjing dan kucing. Ia hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, ada hubungan apa antara keduanya, tanpa berani bertanya langsung.

"Maafkan Oppamu (kakak laki-laki) ini, selama mengajar tidak pernah baik padamu, seharusnya Oppa menjagamu, Oppa juga tak bisa menjaga Appa kita, beliau juga meninggal lima tahun lalu, sama seperti ibumu yang mengalami kecelakaan. Kau tahu, Oppa kangen saat kau cerewet, cepatlah bangun," kata Joshua sambil kembali mencium kening Briana, sedangkan Alexa shock, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Oh ya Harabeoji, juga menitip maaf, iya tak bisa memelukmu saat kau bersedih, iya tak bisa terbang ke sini," gumam Joshua.

"Nona Alexa, kau pasti bertanya-tanya kan, kenapa aku bisa bersikap manis padanya," pernyataan Joshua yang langsung dijawab anggukan oleh Alexa.

"Biar saya tebak, kamu pasti mengira saya menyukainya kan?" yang lagi-lagi diangguki oleh Alexa.

"Ya, saya menyukainya," jawab Joshua sambil tersenyum manis, mendengar hal itu rahang Alexa jatuh kebawah, namun dengan cepat ia menutup mulutnya yang menganga dengan kedua telapak tangannya.

"Karena dia adik seayah saya, saudara satu-satunya yang saya punya," jelas Joshua masih sambil tersenyum, Alexa masih shock dengan apa yang di dengarnya.

"Maaf, kalau begitu saya keluar dulu saja Pak," Alexa masih tidak percaya dengan kehidupan sahabatnya yang menurutnya rumit itu. Sekarang apalagi, mantan guru fisikanya datang mengaku sebagai saudara laki-laki Briana, rasanya Alexa ikutan pusing memikirkan alur kehidupan sahabatnya itu.

"Silakan, terima kasih sudah memberi kami privasi," balas Joshua masih memasang senyuman manis.

"Gue bingung, sama kehidupan lo Brie," gumam Alexa, lalu melangkah keluar dari kamar sahabatnya itu.

***

"Jadi Bapak adalah saudara saya yang Papa maksud dalam suratnya itu," tanya Briana tak percaya karena orang yang sudah dimasukkannya dalam daftar hitam, ternyata saudara laki-lakinya.

Joshua mengernyit, surat apa yang Briana maksud,"surat?"

"Surat perpisahan Papa, sesaat sebelum meninggalkan kami," ucap Briana sambil kembali meneteskan air mata, mengingat kedua orangtuanya yang meninggalkannya sendiri.

"Maafkan Oppa karena tidak memberitahukan ini sejak awal, Oppa takut ibumu, tidak mau menerima kehadiran Oppa," jelas Joshua.

"Tak apa O-op-pa, aku mengerti, saat itu mama juga belum tahu kebenarannya, bahkan sampai ia tidak ada lagi di dunia ini, dia belum tahu kebenarannya," ucap Briana kikuk saat memanggil Joshua dengan kata "oppa", sekaligus sedih karena mengingat sang mama belum tahu kebenaran yang sesungguhnya.

"Oppa dengar kamu diterima di Columbia, lalu kau mengambilnya tidak?" tanya Joshua.

Briana menggeleng, " aku tidak akan mengambilnya Oppa, untuk apa aku jadi reporter, mama sudah tidak bisa menontonku saat aku sedang live," kata Briana menunduk sedih, air matanya pun sudah bercucuran.

Dengan segera Joshua segera menghapus air mata adiknya dengan tangan besarnya, "Sttt, kamu nggak boleh ngomong seperti itu, masih ada Oppa dan Harabeoji yang akan setia menonton kamu saat live di televisi, tentu juga sahabat dan si Miller pacar kamu itu," Joshua tidak tau hubungan antara Briana dan Nico sedang  tidak baik.

"Pogihajimara (jangan menyerah) Oppa disini bersamamu, gapailah cita-cita terbesarmu, buat Appa dan Eommamu (ibu) di surga bangga, melihatmu menjadi apa yang kau inginkan," kata Joshua menghibur sambil memeluk tubuh Briana.

"Baik oppa," balas Briana pada akhirnya.

"Oh ya omong-omong Nico bukan pacarku Oppa, bahkan cowok itu membenciku sekarang," jawab Briana menunduk sedih.

"Ada apa sebenarnya, bisa kau ceritakan pada Oppamu ini?" pinta Joshua.

"Hmm, kau tau Chelsea, dia pacar Nico," Joshua mengangguk, "Dia memfitnahku, saat kami makrab di puncak, dia menjedotkan kepalanya sendiri ke tembok di lorong kamar mandi sambil memanggil-manggil nama Nico, lalu dia memukuli dirinya sendiri membabi buta, melihat itu aku berniat mencari bantuan, tapi dia malah menuduhku yang melakukan itu padanya, mereka semua percaya dengan itu, karena aku atlet Taekwondo. Jadi mereka mengira aku yang memukulnya, termasuk Nico, dia percaya dengan pacar  sekaligus sahabatnya dari kecil itu, dia tidak memercayaiku yang sudah berkata jujur," jawab Briana sambil menghela napas lelah, "Apa Oppa juga tidak akan memercayaiku?" tanya Briana ragu-ragu.

"Tentu saja Oppa percaya padamu, Oppa bisa saja menuntutnya atas pencemaran nama baik," balas Joshua emosi. "Apakah kejadian itu di dalam kamar mandi?" tanya Joshua lagi.

"Tidak Oppa, kejadian itu berada di lorong, karena aku sudah keluar dari kamar mandi," jelas Briana.

"Bagus, kurasa tempat itu memiliki CCTV disegala penjuru ruangnya, aku akan mencari bukti dan akan segera membersihkan namamu dihadapan teman-temanmu," kata Joshua.

"Kau mencari musuh yang salah Nona Winston, berani sekali kau menyakiti adik kecilku," batin Joshua geram.

"Pokoknya setelah ijazahmu turun, kita akan langsung berangkat ke NY, Harabeoji tinggal disana, kita akan tinggal bersama, karena aku tidak akan bisa meninggalkanmu sendirian di sini," kata Joshua.

"Setelah ini, Oppa akan mengurus kepindahanmu dan juga mengurus identitas barumu sebagai anggota keluarga Kim, jadi jangan pernah merasa sendirian, kau masih memiliki keluarga," ucap Joshua.

"Baik Oppa," balas Briana, "Aku janji, aku tidak akan menyerah, aku akan tetap menjadi Briana yang memiliki cita-cita, dan bukan Briana yang berputus asa," imbuh Briana dalam hati.

Between Love and Dream (END)Where stories live. Discover now