Bab 11

3.1K 158 0
                                    


Liburan dua minggu telah berlalu, sepertinya kebiasaan bangun siang Briana saat liburan masih terbawa. Hari ini ia bangun pukul enam lewat dua puluh lima, bahkan saat ibunya beberapa kali menggedor pintu kamarnya, tidak berhasil membuatnya terbangun, barulah saat sang mama mengguyurnya dengan air, ia langsung terbangun dengan mulut megap-megap seperti ikan.

Ia mandi dan berseragam dengan terburu-buru, tidak sempat sarapan hanya menyambar segelas susu, minuman yang sangat ia benci itu, lalu menyuruh sang mama mengantarnya ke sekolah.

Namun sialnya, diperjalanan ia terkena sedikit macet. Kurang satu menit sebelum gerbang sekolah ditutup, akhirnya ia tiba di sekolah, dan berlari menuju gerbang sebelum benar-benar ditutup oleh Pak Udin, satpam sekolah yang lagi-lagi giliran jaga.

"Selamat pagi Pak, jangan ditutup dulu ya Pak," Briana menyapa dengan manis saat Pak Udin sudah hampir selesai menutup pintu gerbang sekolah.

"Kamu lagi, makanya berangkatnya lebih pagi, mentang-mentang habis liburan," sindir Pak Udin.

"Iya Pak, biasa efek liburan, jadi bangun siang" Briana memberi alasan.

"Yaudah cepetan ke lapangan, upacara udah mau mulai tuh," suruh Pak Udin.

Untung saja Pak Udin, satpam sekolah lagi-lagi belum menutup gerbangnya, kalau tidak, sampai Briana menangis sambil memohon-mohon pun, Pak Udin tak akan mau membuka gerbangnya sebelum jam istirahat. Dan selama itu, berarti Briana harus  ketinggalan upacara plus empat jam pelajaran. Tidak terbayang olehnya berapa poin dari guru BK yang akan diterima, sekaligus hukuman apa yang harus ia terima.

Briana hanya membalas Pak Udin dengan senyum manis, lalu berlari seperti dikejar setan saat melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih.

"Gawat gue telat," teriak Briana.
Sesampainya di lapangan Briana berbaris di barisan tersendiri, karena guru BK memergoki keterlambatannya, ia tidak jadi beruntung. Dewi Fortuna sedang tidak berpihak padanya kali ini.

"Hai Briana, lo juga telat" sapa seorang murid lelaki yang berada tepat di sampingnya yang Briana ingat bernama Key, teman ekskul lukisnya.

"Eh Brie lo juga telat," kata murid yang berada di samping Key.

Mimpi apa Briana semalam bertemu makhluk sepertinya berada tepat disamping Key, Briana hanya meliriknya sekilas, lalu mencoba berkata dingin.

"Punya mata kan?" kata Briana dingin lalu mengalihkan pandangan ke depan.

Sekilas Briana melirik ke sebelahnya, Nico terperanjat dengan ucapan kasar Briana, ia tak peduli bagaimana perasaan cowok itu.

Rasa benci semakin terpupuk dalam diri Briana, saat teringat wajah Nico mencium Chelsea.

Briana berusaha memperhatikan ceramah Pak Zayn yang panjangnya tinggi kali lebar, benar-benar lama. Kemudian mengetuk-ngetukan sepatu tanda bahwa sebentar lagi ia bisa mati bosan, oke, ini terlalu berlebihan.

"Kalau lo bosan, kita bisa mengobrol," bisik Nico yang entah sejak kapan dia sudah bertukar posisi dengan Key dan sekarang menjadi tepat berada disebelahnya, Briana melirik cowok itu sekilas, mengangkat sebelah alis, lalu kembali memerhatikan ceramah Pak Zayn sambil tetap mengetuk-etukan sepatunya lebih keras.

"Hei kau, jangan buat kegaduhan, suara sepatumu itu berisik," tegur salah satu guru BK dengan lirih.

"Ma-maaf Pak,"ucap Briana lirih.

"Makanya jangan keras-keras, jadi ditegurkan," kata Nico lirih sambil menertawakan Briana.

"Masalah buatmu, tidak kan?" jawab Briana tak acuh.

Between Love and Dream (END)Where stories live. Discover now