Bab 19

3.4K 187 4
                                    


Seminggu sejak kepergian sang mama, Briana tampak sedikit lebih baik. Ia sudah berjanji dengan dirinya sendiri untuk menggapai cita-citanya dan melupakan Nico untuk selamanya.

Hari ini ia akan mengambil ijazahnya yang sudah turun.
Ia berjalan menuju kantor wali kelasnya, dengan berbagai cemoohan dari setiap siswa yang ditemuinya, bahkan seseorang dari mereka ada yang berani menjambaknya, namun ia tetap bergeming.

"Permisi Bu," sapa Briana saat memasuki ruang wali kelasnya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang Briana, Ibu turut berduka cita atas kepergian mamamu," ucap wali kelasnya tulus.

"Agak mendingan," jawab Briana lirih, ia sangat tak ingin membahas itu, hatinya masih sangat sakit.

"Maaf Bu, bisa saya ambil ijazah dan SKHUN saya?" tanya Briana.

"Oh, ini dia, sekali lagi selamat kau sudah menjadi lulusan terbaik tahun ini," kata sang wali kelas.

"Sekali lagi terima kasih Bu, saya permisi dulu," pamit Briana setelah menjabat tangan sang wali kelas.

"Silakan," balas sang guru.

Briana kembali melewati lorong penuh orang, kebanyakan anak kelas 12 yang berangkat latihan untuk acara perpisahan seminggu lagi. Dan Briana tentu saja tidak akan hadir. Ia akan berangkat ke New York besok pagi, tinggal bersama Harabeoji dan kakaknya.

Tiba-tiba Nico datang dan mencekal tangannya, cowok itu menyeretnya ke taman sekolah.

"Apa-apaan ini, lepasin tangan gue, ini sakit," berontak Briana.

"Lo bilang sakit hah? Chelsea lebih sakit saat wajahnya lo buat babak belur, dia sangat kesakitan," bentak Nico pada Briana.

"Itu bukan ulah gue," Briana tak mau disalahkan.

"Lalu salah siapa, dia memukuli dirinya sendiri? Lo nganggep dia udah gila, asal lo tau, dia selama ini hidup sendirian disini, papa mamanya udah pisah dan lo malah nyakitin dia kaya gini?" Balas Nico.

"Asal lo tau Nico, gue juga sendirian disini, mama  papa gue udah nggak ada," batin Briana.

"Gue nggak nglakuin itu, percaya atau nggak, itu urusan lo?" Balas Briana, ia sudah lelah.

"Lo harus minta maaf, lo nggak bisa lari dari tanggung jawab," ujar Nico sambil kembali mencekal tangan Briana.

"Lepasin," bentak Briana lalu ia menghempas tangan Nico dengan sekuat tenaganya.

"Gue nggak nyangka, lo cewek terbar-bar dan terkejam yang pernah gue kenal," ujar Nico sambil menatap dingin Briana.

"Dan gue nggak nyangka, lo ngatain gue cewek bar-bar, padahal lo nggak tau kejadian yang sebenernya, lo cuma percaya sama bualan cewek lo ketimbang gue yang berkata jujur," ujar Briana.

Briana memegang pipi kanannya, rasanya sakit, namun hatinya yang lebih sakit, bahkan saat ini hatinya hancur, remuk redam seperti tertimpa truk berisi muatan beton. Nico menamparnya.

"Suatu saat lo bakal nyesel karena udah nampar gue, demi cewek pembohong kaya Chelsea," kata Briana sambil menatap dingin Nico yang ada dihadapannya.

"Gue benci lo Nico, selamat tinggal," ucap Briana sambil menahan air matanya yang sebentar lagi akan melesak keluar, kemudian dengan segera ia berlari meninggalkan Nico yang mematung di tempat sambil menatap tangannya sendiri.

"Apa yang udah gue lakuin, gue udah nampar seorang cewek, gue bukan gentleman," ringis Nico setelah sadar apa yang ia lakukan.

Nico melihat punggung Briana yang sudah menjauh, sambil sesekali merasakan hatinya yang juga berdenyut sakit, mengingat perkataan Briana yang membenci dirinya.

Between Love and Dream (END)On viuen les histories. Descobreix ara