02 | Tidak Ada Yang Lebih Hangat

32.3K 3.8K 364
                                    

Cinta selalu patuh pada bahasa pemiliknya masing-masing.

Yang hanya bisa diterjemahkan oleh mereka yang terikat saling.

•••

"Pokoknya kalau gue jadi bansur, kalian berdua harus tanggung jawab!"

Btari dan Gemilang sudah mendengar kalimat itu lebih dari empat kali sepanjang hari ini.  Tadi, sepulang sekolah Rae diseret Gemilang untuk menghadiri rapat Paramitha Festival. Kehadiran Rae di sana tentu saja kontan menjadi pusat perhatian. Mengingat track record Raesangga Danureja, tentu saja tidak ada yang menyangka bahwa cowok itu akan bergabung bersama mereka di sekretariat OSIS. Mereka tahu betul Rae jauh lebih sering bolos daripada masuk sekolah. Sekalipun tidak alpa, biasanya Rae justru lebih sering terlihat di lapangan basket atau UKS dibanding ruang kelas.

Mereka lebih terkejut lagi saat Nadine mengumumkan status Rae sebagai pekerja lepas di acara mereka nanti. Nadine mengatakan bahwa semua panitia bebas memberi tugas pada Raesangga. Singkatnya, mereka diberi wewenang untuk memerintah anak pemilik yayasan.

Rae sendiri tidak bisa membantah, taruhannya kali ini adalah kartu ujian akhir. Jika Rae tidak menjalankan tugas ini dengan benar, konon katanya Bu Maryam tidak akan segan-segan menendang Rae dari sekolah yang didanai orang tuanya sendiri.

Memang ya, orang yang berkuasa senang sekali menindas orang-orang yang lemah.

"Salah lo sendiri, mid test bukannya sekolah malah cabut naik gunung," Gemilang menyahut Rae asal.

"Ujian bisa susulan, puncak Semeru mana bisa," celetuk Rae seraya meletakan kantung belanjaan di atas meja makan. Cowok itu berbalik menghadap ke Btari. "Mau aku masukin kulkas nggak, Bi?"

"Nggak usah taro di sana aja."

Rae mengangguk, lalu melenggang menuju ruang tengah yang hanya berjarak beberapa langkah dari pintu dapur. Seperti biasa, cowok itu langsung merebahkan tubuhnya di sofa kecil yang ada di sana hingga kakinya menjuntai ke lantai. Saat ini, mereka bertiga tengah berada di rumah keluarga Btari. Bagunan seluas 72 meter persegi itu memang sudah jadi semacam basecamp bagi mereka. Meski tempat ini jauh lebih kecil dan sederhana dibanding rumahnya tapi Rae suka menghabiskan waktu di sini.

Rae suka bau masakan yang seringkali Bapak atau Ibu Btari sediakan di bawah tudung saji. Rae suka percakapan antar ruangan yang bisa mereka lakukan karena jaraknya terlampau dekat. Rae suka pagar pendek serta tanaman asoka yang Ibu Btari rawat di halaman kecil mereka. Rae bahkan menyukai keriuhan di rumah ini setiap kali anggota keluarga Btari berkumpul.

Rumah ini terasa begitu hangat dan bersahabat.

"Olivia nggak komentar apa-apa, tahu kamu jadi volunteer?"

Rae langsung meringis mengingat pesan terakhir yang Oliv kirimkan padanya sepulang sekolah tadi. "Ngomel lah, apalagi kalo dia, sih."

"Kamu memang belum bilang dari semalam?"

"Kalau aku bilang dari semalam, dia ngomelnya dari semalam, lagi pula nggak ada untungnya juga ngasih tahu dia, hukumanku nggak lantas dibatalin," Rae merespon malas. "Tahu sendiri kamu, selebay apa dia kalau urusannya sama Nadine, heran aku juga."

Sudah beberapa bulan ini Rae menjalin hubungan dengan Olivia, model nomor 1 SMA Paramitha. Sebagai 'wajah' yang kerap kali mempresentasikan SMA Paramitha, Olivia sebenarnya terbilang cukup menyenangkan. Cewek itu cantik, lucu dan pintar. Namun entah kenapa, semua kelebihan itu selalu memudar setiap kali Oliv berhadapan dengan Nadine.

MencintaimuWhere stories live. Discover now