12 | Tidak Lagi Utuh

14.4K 2.8K 342
                                    

Katanya; jatuh cintalah pada seseorang yang untuknya hatimu siap dipatahkan.

•••

P

ertama kali Nadine bertemu pria itu adalah enam tahun lalu, saat ia kelas 6 SD. Mama mengenalkannya sebagai Om Primus, salah satu teman Mama semasa beliau masih duduk di bangku SMA. Sebagai anak kecil yang sepenuhnya percaya pada orang tuanya, Nadine menganggap bahwa peertemuan mereka adalah hal yang wajar.

Nadine menyukai Om Primus. Tentu saja. Om Primus mengajak mereka ke aquarium raksasa dan taman bermain. Om Primus membelikan Nadine boneka berang besar serta mainan masak-masakan dan Om Primus bisa membuat Mamanya tampak bahagia.

Satu-satunya hal yang tidak Nadine sukai dari keberadaan Om Primus adalah karena Mama meminta Nadine untuk merahasiakan pertemuan-pertemuan mereka dari semua orang yang mereka kenal. Dari Papa, Opa dan Oma, dan Nadine tidak pernah suka menyimpan rahasia dari Papa.

Sampai suatu hari, di hari ulang tahun pernikahan orang tuanya yang ke-14, Papa yang sedang dinas di Kalimantan pulang lebih cepat. Nadine ingat Papanya membawa sebuah paper bag biru tua dan sebuah kue tart kesukaan Mamanya.

Namun, hari itu Om Primus ada di rumah. Keluar dari kamar Mama tepat saat Papa sampai di ruang tengah.

Kala itu Nadine belum paham apa yang salah dari hal tersebut, tapi itu adalah kali pertama Nadine melihat Papanya marah besar. Kue tart yang beliau bawa jatuh ke lantai, Papa memukul Om Primus hingga tubuh pria itu membentur dinding, Mama menangis keras sekali, nyaris seperti menjerit.

Saat-saat seperti itu Nadine merangkak keluar kamarnya, hanya demi memungut bingkai foto keluarga mereka yang pecah karena dihantam tubuh Om Primus.

Di balik pintu kamarnya Nadine tetap memperhatikan, dalam hati ia terus berdoa agar Papa tidak memukul Mama seperti Papa memukul Om Primus. Doanya di kabulkan, lewat celah tipis antara pintu dan kusen Nadine melihat, satu-satunya hal yang Papanya lakukan selepas kekacauan tadi adalah memeluk Mamanya.

Tapi Mama tidak membalas pelukan Papa. Tidak ada yang Mama lakukan kecuali menangis hingga kelelahan.

Malam harinya, Papa datang ke kamar Nadine. Mereka berbagi tempat tidur yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang. Nadine ingat apa yang Papa katakan selanjutnya. Nadine ingat setiap peristiwa yang mengikutinya.

"Nadine marah ya sama Papa? Maaf ya," Papa mengelus rambut Nadine lembut.

Nadine berbalik agar bisa menghadap ke arah Papanya. "Papa kenapa marah sama Om Primus?"

Papa diam dalam waktu yang lama. "Papa takut, Om Primus mau ambil Nadine sama Mama dari Papa, Papa nggak mau Nadine sama Mama diambil sama Om Primus."

Nadine kecil terdiam cukup lama, menatap Papanya dalam-dalam.

"Nadine juga nggak mau diambil sama Om Primus," ujar Nadine sambil membenamkan diri di pelukan Papanya. "Nadine juga nggak mau buat Papa marah atau Mama nangis."

Papa mengecup puncak kepala Nadine. "Papa nggak akan marah lagi, sekarang Nadine tidur ya?"

"Papa tidur sama Nadine?"

"Iya, Papa tidur sama Nadine."

"Good night, Papa."

"Sleep well, sayang."

Nadine menyarukkan tubuh dalam dekapan Papanya. Setelah beberapa waktu terlewat, Nadine merasakan tubuh yang menyangganya mulai bergetar. Nadine diam, tidak melakukan apa-apa. Di balik tubuhnya, Nadine tahu Papanya tengah menangis.

MencintaimuWhere stories live. Discover now