19 | Akan Selalu Ada

14.4K 2.6K 377
                                    

Ada masanya di mana kehadiran ribuan orang tak berarti apa-apa,

sedangkan kehadiran satu sosok melengkapkan segalanya.

•••

"Terus sekarang berarti Mas Rae udah putus sama pacarnya?" suara Gisa terdengar nyaring diantara kucuran air, tangannya sibuk mencuci tumpukan sawi, namun telinganya dengan aktif mencerna percakapan Gemilang, Gita dan Btari. Berbeda dengan Gita yang sekarang duduk di kelas X SMA Paramitha, Gisa masih duduk di kelas VIII di salah satu SMP Negeri dekat rumah. Jadi, cerita-cerita semacam ini hanya bisa ia dengar dari kedua kakaknya.

"Ho'oh kayaknya, memang luar biasa banget ya kak Oliv tuh, mutusinnya aja depan anak satu sekolahan kayak di film-film," Gita berdecak pelan, tak habis pikir dengan sepak terjang Rae dan Olivia. "Aku sama temen-temenku malah jadi mikir loh, Mas, kalau kejadiannya kayak tadi, yang jadinya malu yang diputusin apa yang mutusin ya?"

"Yang malu harusnya kamu, urusan orang kok ikut diurusin, potong wortel aja yang bener."

Gita otomatis mencebikan bibir mendengar hardikkan kakaknya, sedangkan Btari hanya terkekeh kecil melihat interaksi mereka.

"Loh, aku tuh ngomongin soalnya peduli sama Mas Rae, gitu-gitu Mas Rae kan udah kayak Masku juga, ya kan Mbak?" seperti biasa, setiap merasa terpojok oleh Gemilang, Gita berusaha mencari pembelaan lewat Btari.

"Iya, terserah Gita aja, deh."

"Tuh denger! Mas nggak usah marah-marah terus!"

"Nyari pembelaan terooos," Gemilang meraup wajah adiknya, membuat Gita mengomel dan Btari tertawa geli.

Saat ini mereka berempat tengah berada di dapur rumahnya, menyiapkan pesanan masakan untuk rapat RT nanti malam. Tidak seberapa memang, tapi ini adalah usaha mereka untuk menyambung hidup. Sejak Ibu sakit, Gemilang, Gita, dan Gisa melakukan apa saja yang mereka bisa untuk menghasilkan uang. Setahun terakhir mereka mulai menerima pesanan kue dan masakan jadi. Biasanya selain Btari, Rae juga akan ada di sini, meskipun tugas cowok itu tidak jauh dari mencuci piring atau menjahili Gita dan Gisa.

"Ngomong-ngomong, berita tentang kak Nadine itu bener ya Mas?" tanya Gita hati-hati. Ia tahu, untuk masalah yang ini sebenarnya cukup sensitif. Sejak berita itu tersebar kemarin ia sudah menahan diri mati-matian untuk bertanya, tapi kali ini ia sudah tidak bisa membendung rasa penasarannya lagi. Berita simpang siur yang beredar soal Nadine seharian ini sejujurnya cukup membuatnya gelisah. Meski tidak sedekat dengan Btari, Nadine sudah cukup dekat untuk menjenguk Ibu beberapa kali, baik di rumah mau pun rumah sakit.

"Berita yang mana?" tanya Btari lembut seraya mengupas kulit kentang.

"Yang papanya masuk penjara karena korupsi?"

"Hah? Siapa? Bapaknya kak Nadine yang cantik itu? Korupsi?" bukannya Gemilang atau Btari, justru Gisa yang bereaksi. Gadis itu sampai tergesa menghampiri mereka, membuat sisa air dari sawi yang dibawa menyebar kemana-mana.

"Hati-hati, Gis, nanti kamu yang jatuh," Gemilang memperingatkan, lantas mengela napas berat. "Masih diperiksa, kita kan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, jangan nyimpulin apa-apa."

"Ng... kalau berita yang satu lagi?" tanya Gita takut-takut.

"Berita yang mana lagi?"

"Berita kalau mamanya kak Nadine selingkuh?"

Pertanyaan Gita otomatis membuat gerakan Btari dan Gemilang terhenti. Keduanya saling berpandangan bingung. Mereka bahkan belum mendengar cerita itu sama sekali.

MencintaimuWhere stories live. Discover now