13 | Pisau Dalam Pelukan

15.6K 2.6K 331
                                    

"Dari mana asalnya luka-luka itu?"

"Dari cinta yang terlampau rapuh, ego yang terlalu kaku, atau justru sesederhana isyarat yang tak pernah sanggup mereka terjemahkan?"

•••

Gemilang baru selesai mencuci piring saat seorang teman shiftnya, Anton masuk ke dalam ruangan. Anton meletakan beberapa gelas kotor, lalu memakai celemek plastiknya.

"Lo sana gih, ada yang nungguin, ini biar gue yang lanjutin."

Gemilang mengerutkan dahinya bingung, hanya keajaibanlah yang bisa membuat Anton mau menggantikan tugasnya. Lagipula, siapa juga yang menunggunya malam-malam begini?

"Siapa?"

"Itu cewek lo yang kayak bidadari," Gemilang langsung tahu siapa 'bidadari' yang Anton maksud, dengan gerakan kilat ia melepas celemek dan sarung tangan plastiknya, ia bahkan tidak mempedulikan komentar Anton setelahnya. "Heran aku tuh, kemaren kedatengan bos sekarang bidadari, mujur banget hidup kamu Lang."

Dugaan Gemilang benar, di kursi depan Btari tengah duduk sendirian. Kafe memang belum tutup namun mulai sepi pengunjung, tanda closing sudah dipasang tepat di depan kasir. Di depannya tergeletak tas ransel hitam dan tas kertas berisi kotak makan.

"Kamu ngapain Bi, ke sini malam-malam?" tanya Gemilang merujuk pada  jam dinding yang menunjukan angka 10.

"Kamu masih kerja ya?"

Gemilang berpikir sesaat lalu menggelengkan kepala. "Udah closing, sebentar lagi selesai, kamu kenapa keluar malam-malam?"

"Mas Raden tadi kabur dari rumah," Btari mengesah pendek. Gemilang sempat menatap Btari bingung, karena setahu Gemilang, Mas Raden memang jarang pulang ke rumah, kakak sulung Btari itu kerap kali menghabiskan waktunya di sebuah Kafe di daerah Tebet. Seperti dapat membaca kebingungan Gemilang, Btari melanjutkan. "Tadi Mas sempet pulang, terus berantem sama Mbak Dinda sama Bapak."

Gemilang menganggukan kepalanya mengerti. "Terus, kamu mau ngapain?"

"Kamu tahu kafenya Mas kan? Tadi Mas pergi nggak bawa tasnya, nggak bawa hp atau dompet, belum makan lagi," Btari menunjuk benda-benda di hadapannya. "Aku mau ke sana, antar ini."

"Aku aja yang antar ya, Bi? Kamu pulang aja, udah malam juga."

Btari menggelengkan kepala. "Aku mau ke sana, Gem, please."

"Mas Raden nggak akan setuju Bi," Gemilang berusaha membujuk Btari. Mas Raden memang sudah mewanti-wanti Gemilang dan Rae untuk tidak membawa Btari ke sana. Bukan karena tempat tersebut sarang gembong narkoba atau markas perjudian, tapi karena menurut mereka tempat tersebut bukan tempat yang ramah perempuan.

Terutama perempuan seperti Btari.

"Please Gem, aku janji kita cuma antar ini terus pulang."

Gemilang menggigit bibirnya tampak menimbang-nimbang, di balik sikap lembutnya, Btari adalah sosok yang keras kepala. Gadis ini tidak akan menyerah, sampai ia mendapat apa yang ia inginkan. Gemilang bahkan berani bertaruh kalau seandainya Btari tahu Kafe tersebut, Btari tidak akan susah-susah meminta bantuannya. Btari bisa naik angkutan umum sendirian ke sana.

"Oke, sebentar ya aku izin dulu sama anak-anak sekalian pinjam motor Anton."

"Nggak usah buru-buru, aku bisa nunggu kok, malah jadi nggak enak nanti sama temen-temen kamu."

•••

"Pulang jam berapa kamu, Nadine?" suara Mamanya kontan menghentikan gerak Nadine. Cewek itu terdiam sebentar, meraih gelas dari dalam rak. Dalam lampu ruang makan yang temaram dapat Nadine lihat Mamanya duduk di stool samping mini bar. Tubuh semampainya masih berbalut busana yang sama dengan yang tadi siang Nadine temui. Nadine tidak langsung menjawab Mamanya, ia biarkan suara air yang mengalir dari dispenser menjadi satu-satunya pengisi di antara hening yang mereka ciptakan.

MencintaimuWhere stories live. Discover now