MK - 4

2K 219 3
                                    

Terima kasih, sudah ku-transfer, yaa.

Ada guratan membentuk bulan sabit di bibir perempuan berambut panjang. Sambil mengunyah apel dalam keadaan merebah, ia sampai tersedak.

Dari luar, tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarnya. "Makanya, kalau makan itu duduk! Jangan rebahan mulu," cibir Stevan, kakak Steffi, saudara satu-satunya yang kini tinggal serumah bersama keluarga kecil Stevan.

Meneguk segelas air, Steffi melayangkan tatapan tajam pada laki-laki di hadapannya. "Urusin aja noh anak sama istri lu, udah nikah kok tinggal di rumah orang tua."

Stevan terkekeh-kekeh, laki-laki itu tak pernah tersinggung dengan semua cibiran dari adiknya.

Menutup pintu kamar kembali, hanya beberapa detik, pintunya kembali terbuka dan menampakkan gadis kecil yang terlihat baru saja menangis.

Steffi menghampiri anak kecil tersebut lalu menutup pintu rapat. "Malaikatnya Onty Steffi kenapa?" tanyanya sembari mengusap bekas cairan di wajah.

"Mau es krim, tapi papi gak ngasih, katanya belum gajian," jawab Raline polos. Anak yang baru menginjak usia 3 tahun itu selalu menangis sendiri saat keinginannya tak terpenuhi. Namun, beda lagi semenjak ia tinggal bersama Steffi. Ia akan mengeluarkan segala keluh kesah pada tantenya itu.

"Raline sekarang mandi, terus dandan yang cakep. Kita jalan-jalan terus beli es krim yang buanyak! Gimana?"

Senyum kembali terukir di wajah gadis kecil itu. "Oke, Onty. Aku mandinya cepet kok, nanti dandannya pake bedak aja."

Belum sempat Steffi membalas ucapan Raline, gadis kecil itu sudah berlari keluar kamar dengan cepat. Berteriak meminta handuk ke ibunya saking tak sabaran.

Sebenarnya, kebahagiaan Steffi hanya satu, keluarga. Walau ia sering terdengar adu mulut dengan kakaknya, tetapi rasa sayang di antara mereka cukup tinggi meski tak pernah terungkap dengan kata-kata. Melalui Raline-lah, Steffi menyalurkan rasa bahagianya.

***

Tidak lama, Steffi sudah mengajak Raline pulang dengan 10 es krim yang membuat kedua orang tua gadis kecil itu beradu argumen lagi. Meski tahu akan seperti ini, tetapi Steffi tetap tak acuh. Lagi pula, ia juga bingung harus dibawa ke mana uang yang selama ini ia dapatkan jika bukan untuk menyenangkan kemenakan satu-satunya.

"Boros banget sih, kamu! Mentang-mentang cari uang sendiri," bentak Stevan.

Embusan napas kesal keluar begitu saja dari Steffi. Perempuan itu menyandarkan kepalanya di sebelah Raline yang sibuk menghitung jumlah es krim di kantong plastik.

"Kamu tuh, gimana kalau nanti susah bayar uang kuliahnya karena boros mulu, hah?"

Steffi bangkit. "Gini, ya. Gue punya uang, gue beliin tuh anak apa pun yang dia mau, terserah gue. Lagian, selama ini gue gak pernah boros. Boros gue juga buat Raline seneng kok."

Tak ingin perdebatan menjadi panjang dan melebar ke mana-mana, Steffi menyudahi semuanya dengan berjalan menuju kamar. Namun, di saat akan melewati Steven, terdengar lirih ucapan terima kasih dari laki-laki itu.

***

Bahagia. Satu kata yang didapatkan Steffi, kini perempuan itu bersiap untuk ke kampus. Jangan tanya apa yang ingin ia perbuat, lagi-lagi ia mendapatkan tugas untuk menguntit salah satu cewek ter-hits di UKM Sensa. Dengar-dengar perempuan itu lumayan dekat dengan Zan. Ingin rasanya Steffi menemukan titik terang tentang perempuan itu, salah satunya, hubungan dengan Zan.

Mahasiswi KukerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang