MK - 29

1.1K 122 23
                                    


Reflek menjatuhkan benda pipih ke lantai hingga barang berharga itu penuh goresan. Steffi menutup kedua telinganya menggunakan tangan. Nyaris menjerit, untungnya dengan pemikiran cepat ia menggigit bibir bawahnya. Raja yang melihat perempuan itupun ikut terkejut walau sedikit bingung.

"Stef, lo baik-baik aja, 'kan?"

Perempuan dengan tubuh ramping itu menarik napas dan mengembuskan secara pelan. Setiap tarikan begitu kencang, seakan pasokan udara telah menipis. Setelahnya, ia menatap tajam ke arah Raja. Andai matanya adalah sebuah pisau, Raja yang ngeri yakin bahwa kini tubuhnya telah terbagi-bagi.

"Lo budek? Gak denger voice note yang tadi gue putar? Itu suara temen lu, kan? Dia menjerit minta tolong!"

"Ya gue tau, Stef, tapi gak harus kita sampai hiperbola gitu."

Steffi masih terus memicingkan matanya. "Ya udah, biar gue sendiri yang cariin si Arya."

Baru saja akan melangkah meninggalkan Raja, laki-laki itu dengan cepat menarik lengan Steffi. Walau tahu jika Steffi sedikit sensitif, tetapi ia juga tak dapat membenarkan tindakan Steffi yang seenaknya.

"Lo mau kejadian waktu itu terulang lagi? Berlagak bisa lakuin semuanya, tapi malah lo yang kejebak? Stef, ini bukan masalah sepele seperti nge-hack atau menguntit orang seperti pekerjaan lo, ini kriminal."

Steffi terdiam. Selain mendengarkan ucapan Raja yang kini seakan menahan emosi, ia juga sedang menormalkan debaran di dadanya. Walau tahu kini Raja menatapnya dengan amarah membuncah, tetapi Steffi malah merasa kedinginan, matanya melanglang mencari objek lain, asal tak menatap bola mata di hadapannya.

Kini, keduanya masih sama-sama terdiam. Jika Raja masih fokus melihat secarik kertas berisi sandi, Steffi mulai mengalihkan debarannya dengan mencari tahu akun Line yang berani bermain-main dengannya.

"Stef ...." Raja memecah keheningan. "Gue dapat sesuatu dari sandi ini, Banda Kembal, terus sambungannya Gedung EF."

Steffi sedikit berpikir setelah mendengar itu. Jika benar, Banda yang dimaksud adalah Reno, dan kembal adalah potongan dari kata kembali yang tak sempat ia tulis.

"Itu Reno."

"Kemungkinan Reno bawa Arya ke gedung EF?" tanya Raja.

Steffi menggeleng. "Gue tau sih lo jarang ke kampus, Ja, tapi sadar gak sih, gedung EF itu di mana?"

"Itu juga masalah, sih, gue udah nyari di maps dan gak nemu. Di kampus emangnya gak ada gedung EF?"

"Gak ada."

Kembali lagi, mereka terdiam, sampai pada akhirnya Raja tiba-tiba berdiri begitu semangat. "Lo sadar gak, sih?"

"Apa?"

"Kenapa gedung-gedung di kampus kita itu gak beraturan? Gedung AB, Gedung CD, Gedung GH, Gedung KL?"

Steffi memiringkan kepalanya, kembali berpikir walau tak menemukan jawaban. Akhirnya, ia menggeleng ke arah Raja.

"Ya karena gedung EF dan IJ itu ada di sekolah."

"Sekolah?"

"SMK Pendar! Selain kampus kita ada rumah sakitnya, gue yakin lo gak lupa kalau ada sekolahnya juga."

"Gue baru tau. Kok lo tau, sih?"

Raja cengengesan seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Cewek-cewek SMK-nya aduhai-aduhai.

Baru saja Steffi mengekspresikan wajah ingin muntah sembari memberi tinjuan ke kepala Raja, suara kurir yang begitu kencang mengetuk pintu indekos Raja. "Pakeeeet!"

Untuk alasan menjauh, Raja segera berlari menuju pintu tuk menghindari Steffi. Membuka pintu tanpa pikiran apakah sebelumnya ia pernah memesan sesuatu. Hasilnya, tak ada siapa-siapa di depan pintu, melainkan sebuah kotak kecil berada di depan kakinya. Berwarna merag muda dengan gambar hati di depannya.

Raja membawa masuk kotak tersebut dan kembali menutup pintu.

"Lo dapat kado? Emang lo ultah, Ja?"

Raja menggeleng dengan tetap menatap benda di tangannya.

"Ya udah, buka, gih!" seru Steffi begitu penasaran. Bagaimana tidak, cara seseorang menghias kadonya begitu lucu dan manis. Siapa pun yang melihat pastinya tak dapat menahan tuk tahu isinya.

"Ada surat nih di atasnya," ujar Raja.

"Baca suratnya dulu atau buka kadonya dulu?"

"Baca aja kali, ya."

"Cie, surat cinta!"

Pipi Raja memerah mendengar ejekan itu. Seumur hidup, ia tak pernah mendapat kado dari siapa pun. Kali pertama, ia merasa malu akan hal tersebut.

[Cinta itu perasaan alamiah, 'kan? Siapa pun bisa merasakannya. Tumbuh di sembarang tempat, siapa pun objeknya. Bahkan, aku yakin Tuhan murka dengan cinta yang terlahir dengan sendirinya. Aku tak memaksakan. Dan ... kau tahu apa yang romantis? Saat aku memberikan hatiku untukmu.]

Raja menggelengkan kepala beberapa kali membaca isi surat, sedangkan Steffi tertawa terbahak-bahak, apalagi saat melihat tingkah Raja yang terlihat malu.

"Udah, ah, mau liat isi kadonya!"

Raja mengembuskan napas berat. Sedikit berpikir jika itu haknya, tetapi malah perempuan di hadapannya yang tak sabaran.

Saat dibuka, bau bangkai menyerbu indra penciuman. Sebuah hati manusia yang masih utuh terpampang dengan darah kental mengalir di sekitarnya. Steffi dengan terburu-buru lari ke toilet untuk memuntahkan semua cairan dalam perutnya; sedangkan Raja mencoba menguatkan dirinya walau kini wajahnya ikut memucat. Ingin ikut muntah di waktu yang sama.

Beberapa lama kemudian, Steffi kembali. Untungnya, Raja sudah mengamankan organ tersebut.

"Gue masih mual, Ja."

Raja yang merasa iba pun tak tahu harus berbuat apa. "Gue pikir semua cewek suka dikasih hati."

Steffi melotot. "Iya, iya, Ja. Sukaaaa banget!" ucap Steffi tegas bercampur rasa kesal.

"Ya udah, kita bawa kado ini ke kantor polisi, terus kita lanjut ke gedung EF."

"Kelamaan gak, sih?" tanya Steffi.

"Ya udah, gue ke gedung EF, lo ke kantor polisi."

"Kok lo ngerti maksud gue sih, Ja?"

Raja menaikkan kedua bahunya seraya mengambil jaket. Keduanya mulai berangkat ke lokasi masing-masing. Tentunya, setelah tugasnya menyelidiki kado tersebut, Steffi segera menyusul Raja. Ya, memang dendam tidak baik, tetapi Steffi juga manusia biasa. Disiksa lalu dimasukkan ke dalam sel tanpa tahu salah apa, benar-benar menguji emosi, dan kali ini, ia akan membuktikan pada semua orang bahwa ia adalah Kuker yang berada di jalan yang benar.

Kantor polisi, tempat di mana ia harus tersiksa yang paling menyedihkan selama hidup. Steffi berlajan pelan menuju pintu masuk. Namun, langkahnya belum memasuki kantor tersebut, getaran di ponselnya mengangetkan.

Selangkah lo maju, bisa dipastikan lo kehilangan teman untuk kedua kalinya, setelah Zan.

Lagi lagi dari anonim. Walau setiap pesan yang dikirimnya benar-benar memberi arti, tetapi ia mencoba memercayakan dirinya jika Raja bukan manusia bodoh yang mudah terjebak. Namun, sayangnya ia tak mampu. Segera ia balikkan tubuhnya dan menghubungi kontak Raja. Hingga tiga kali panggilan tak terjawab, Steffi mulai merasa gundah. Ia menarik napas dalam-dalam. Mencoba mencari lokasi Raja kini.

Laki-laki itu berada di tempat tujuan. SMK Pendar.

Entah Steffi harus merasa lega ataukah gelisa. Ia kembali menghubungi kontak Raja, lagi-lagi panggilan tak terjawab. Saat ingin kembali menghubungi, sebuah pesan datang dari kontak Raja.

SMK Pendar gedung IJ kalau lo pengen temen lo selamat.

Mahasiswi KukerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang