MK - 28

1K 123 16
                                    


"Tenang, Stef, tenang," lirih Raja dengan mata yang masih terarah pada lantai yang kini bersimbah darah. Walau sempat mengatakan tenang, tetapi sesungguhnya kini Raja tampak tak tenang. Laki-laki itu tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya sama sekali.

Steffi pun sama, dengan terus mengatur napas, sepasang matanya tak dapat berkedip. Namun, semua rasa kaget di antara keduanya dengan cepat menghilang kala laki-laki yang tadinya pergi mengambil kunci cadangan, kini kembali dengan langkah riang.

Dengan menyodorkan tangannya ke arah Steffi, laki-laki itu berucap, "Ini, Kakak." Suara lembut itu sejujurnya akan membuat Steffi ketakutan, tetapi perasaan kagetnya masih mendominasi.

Melihat ekspresi wajah Steffi yang tak tergambar, juga tampang pucat pasi yang tak dapat disembunyikan, laki-laki itu mendekat. "Kakak sakit, ya?"

Steffi menggeleng. Ia berbalik melihat darah kental yang mengalir di lantai. Seakan memberi arah pada laki-laki di sebelahnya. Dan, ya, mengikuti arah pandang Steffi, laki-laki itu pun mundur dengan teriakan yang melengking.

"Itu siapa yang numpahin sirop! Mubazir!" keluhnya.

Raja dan Steffi dibuat saling pandang saat mendengar itu.

"Kak," ujar Steffi seraya menyentuh pundak laki-laki itu. Kini tak ada lagi ketakutan di benaknya. "Itu darah."

"Oh, gitu," ujarnya yang kini sedikit tenang. Namun, beberapa detik kemudian teriakannya kembali menggema. "Kak Arya!"

"Udah, gak usah mikir macem-macem dulu," pesan Raja seraya mengambil kunci dari tangan laki-laki feminin itu.

Raja maju selangkah lebih dekat dengan pintu. Sebelum membuka, ia menatap dua orang di belakangnya. "Jangan ada yang teriak, dan jangan nyentuh apa pun. Jangan rusak TKP. Ngerti?"

Keduanya mengangguk paham. Kini, Raja mencoba membuka pintu. Saat terbuka sempurna, ketiga pasang mata itu membulat dengan sempurna. Si lelaki feminin tak acuh dengan peringatan Raja, ia berteriak histeris, sedangkan Steffi memalingkan wajahnya. Menutup hidung dan menahan mual yang luar biasa.

Tumpukan mayat kucing yang jumlahnya tidak sedikit memenuhi ruangan. Darah mengalir yang sempat tersentuh oleh tangan Steffi ternyata darah dari hewan lucu itu. Namun, kini terlihat sangat menyeramkan.

"Arya? Lo di dalam?" teriak Raja. Sayangnya, tak ada jawaban sama sekali.

Ia melompat masuk, menghindari tumpukan mayat yang berada di depan pintu. Raja mengelilingi ruangan. Tak ditemukannya di mana Arya kini. Jika Arya meninggalkan indekos dengan sengaja, rasanya tak mungkin ia melupakan ponsel yang kini tergeletak begitu saja di lantai.

Raja keluar. Melihat ekspresi Steffi yang nyaris pingsan, ia merengkuh perempuan itu, sedangkan si lelaki feminin kini terduduk lemas di lantai.

"Gue hubungin polisi, dan lo hubungin ibu kos lu, ya."

Si lelaki feminin hanya dapat mengangguk lemah seraya menekan nomor di ponselnya.

"Kita pulang?" tanya Steffi.

Raja menggeleng. "Kita saksi, paling entat ditanya-tanya dulu sama polisi."

Perempuan yang kini semakin lemah menarik ujung kaos Raja. "Ja, lo balik ke dalam, ya," bisiknya.

Raja yang tak paham itu hanya menaikkan sebelah alisnya.

Steffi berbalik ke arah laki-laki feminin, takut pembicaraanya didengarkan. "Gue butuh ponsel Arya," bisiknya lagi.

Raja paham. Ia hampir lupa jika saat ini partnernya adalah seorang hacker. Dengan pura-pura kembali melihat kondisi di dalam kamar Arya, Raja kembali masuk. Menunggu situasi yang pas hingga ia menonaktifkan ponsel Arya dan buru-buru memasukkannya ke dalam. Sebelum itu, ia sempat mengecek CCTV yang ada di ruangan, sayangnya tak ada.

Mahasiswi KukerDove le storie prendono vita. Scoprilo ora