Bagian 36 : Terlalu Kolot?

36.2K 2.8K 21
                                    

"Mana Babang Dosen?" tanya Puput pada Ara. Mereka baru saja menyelesaikan UAS, sedang menuju depan gedung H untuk keperluan kerja kelompok.

"Lagi keluar kota dia, ikut seminar."

Puput berseru, "Pas banget! Aku nginep rumahmu ya?!"

"Beneran??" antusias Ara yang diangguki Puput. "Tapi dalam rangka apa? Tumben?"

"Ada pengangguran yang tiap hari ada aja alasannya dateng ke rumahku. Ganggu banget."

"Serius?? Tapi dia gak ngancem kamu kan? Atau mau bunuh kamu?" khawatir Ara.

Puput menggelengkan kepalanya. "Enggak kok. Dia Caper ke Ibuk aku. Sialnya Ibuk aku malah seneng dia ke rumah. Akunya yang risih. Hell, tiap hari loh."

"Yaudah, kamu nginep rumahku ajaa. Suamiku masih beberapa hari lagi pulangnya. Lagian sekalian Qtime."

"Uhuyy, suamiku nih sekarang ngomongnya...," ejek Puput.

Menyadari ada yang salah dengan omongannya. Ara menjadi malu dan kikuk sendiri. "Gedung H jauh ya ternyata. Lagian UAS udah selesai masih aja ada tugas tambahan. Eh, udah pada ngumpul tuh," ucap Ara menunjuk 2 orang sekelompoknya dan berlari meninggalkan Puput yang terbahak.

"Ngerjain dimana enaknya? Aku gak punya banyak waktu," tanya salah satu teman kelompok Ara. Monica. Masih ingat perempuan yang mengadu pada Adam di kelas dan membuat Ara dianggap tidak sopan? Ya, itu dia.

"Gak punya banyak waktu kayak mau meninggoy aja," cibir Puput keras.

"Apa?!" seru Monica tidak terima.

"Di Pandora Cafe aja gimana?" usul Ara asal, agar kedua perempuan itu tidak sampai ribut.

"Kamu mau aku kerja kelompok sambil nyambi jadi parttimer?" sahut Puput.

"Eh iya, lupa kamu kerja di sana."

"Yaudahlah, ngerjain di kelas aja," usul laki-laki bernama Nara yang sedari tadi diam.

***

D i ruang kelas yang sedang tidak dipakai, mereka mengerjakan tugas kelompok dengan hening.

Sebuah langkah kaki terdengar berlari memecah keheningan, dan...

Brakkk!

Suara pintu dibuka lebar dengan kasar mengagetkan mereka.

Terlihat Andrian sedang berdiri di sana dengan napas ngos-ngosan. Andrian hanya diam dan memandang ke arah Puput dengan tajam. Kemudian ia melangkah mendekat.

Ara yang melihatnya sungguh cukup terkejut. Andrian terlihat marah. Juga, ia teringat masalah di perpustakaan tempo hari.

"Put, dia kenapa? Kamu ada masalah sama dia?" tanya Ara takut.

"Au ah, puyeng."

Andrian mencekal tangan Puput dan hendak menyeretnya. Namun, Ara mencegahnya.

"Mau dibawa kemana Puput?" tanyanya.

Andrian menoleh ke Ara dan tersenyum sinis. "Nggak udah ikut campur. Ini urusanku sama Puput," ucap Andrian tajam dan kembali menarik tangan Puput.

Kali ini, Nara sebagai satu-satunya laki-laki di kelompok itu mencegahnya. "Kami sedang kerja kelompok. Ini urusan kami, nggak usah ikut campur. Saya sebagai ketua kelompok tidak bisa membiarkan Anda menarik anggota kami," ucap Nara dengan bahasa yang sengaja ia buat formal.

Andrian terlihat murka. "AKU—"

"Nara, aku izin sebentar ya. Urusin anjing nih," potong Puput.

"Tapi, Put, kamu nanti diapa-apa—"

"Nggak kok. Titip Ara sebentar dari si Monica ya," pesannya lalu berjalan menjauh.

"Enak aja! Dikira aku mau ngapain Ara. Dasar cewek sinting!" marah Monica yang dihadiahi pelototan Ara dan Nara.

"Jangan ngatain Puput," ucap Mara dingin dan kembali fokus ke laptopnya.

"Ra, kamu kalau mau nyusulin nggak apa-apa. Takutnya ada kenapa-napa. Tapi nanti kabarin ke aku ya kondisinya gimana," ucap Nara yang langsung disambut heboh dari Ara. "Boleh?"

"Iya."

Tanpa ba-bi-bu, Ara langsung melesat mengejar Puput dan Andrian.

Monica menutup bukunya. "Kalau gitu aku izin juga mau—"

"Kamu di sini, kerjain tugasmu atau namamu nggak aku catet," potong Nara dingin dan fokus mengerjakan kembali.

***

Di koridor Ara mengendap-endap mengikuti Puput. Ia takut Andrian akan melakukan hal yang tidak-tidak seperti yang hendak dia lakukan ke dirinya.

Kalau Puput disun dicium Andrian secara paksa gimana dong??!

Mereka menuju ke bawah tangga yang sepi. Ara bersembunyi di balik tembok sebelum tangga. Mencoba menguping dan mengintip.

"Kamu punyaku. Kamu milikku! Kalau aku ngomong gitu ya seharusnya gitu. Aku nggak mau tahu!" seru Andrian. Ara melebarkan matanya terkejut. Sejak kapan pikirnya. Kenapa tiba-tiba.

"Terus?" tanya Puput cuek.

Andrian mengacak rambutnya bingung. "Tanggung jawab!"

Puput mengernyit. "Buat?"

"Kamu itu udah baperin anak orang tapi nggak mau tanggung jawab?! Kenapa kamu harus cium bibir aku di depan mantanmu? Kenapa aku jadi kambing hitamnya?" bingung Andrian.

Hah? Puput cium bibir Andrian duluan? Nggak kebalik nih? Ara tidak habis pikir.

"Kan aku udah bilang, aku minta bantuan jadi pacar boongan sebentar biar mantan aku nggak ganggu aku lagi," jawab Puput santai.

Ara melotot. Pacar boongan?!

"Tapi aku yang terganggu!"

"Emangnya kenapa sih sampe marah gitu? Dia labrak kamu?"

"Kamu yang ganggu aku. Setelah ciuman sama kamu, pas aku ciuman sama yang lain keingetnya kamu!"

"Heh, Bego, salahmu sendiri malah nglumat," sanggah Puput tidak terima.

"Kamu juga, Tolol!"

"Aku terbawa suasana, Andrian."

Topik macam apa ini? pikir Ara, merasa topik ini tidak pantas untuk didengarkan diam-diam seperti ini.

"Tubuhku khianat dan cuma mau kamu! Please be mine, Put!"

"Nggak. Apalagi setelah denger ucapanmu barusan. Ngeri tahu nggak! Yang ada ntar aku jadi budak otak mesummu!"

Ara menggelengkan kepalanya. Ia salah merasa mengkhawatirkan Puput seperti yang ia pikirkan tadi. Ia tidak ingin mengetahui pembicaraan yang intim tadi lebih banyak. Ia pun pergi dari sana. Sambil memikirkan suatu hal saat melihat jawaban santai dari mulut Puput seakan todak ada hal yang salah.

Apa hal yang seperti ciuman dan yang lainnya itu emang wajar jaman sekarang? Atau karena sama-sama sudah dewasa? Atau dirinya saja yang terlalu penakut? Atau dirinya saja yang terlalu kolot?

***

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Where stories live. Discover now