Bagian 42 : Cemburu

31.8K 2.7K 50
                                    

Jangan lupa berikan vote dan komentar.

***

Tring

Sebuah pesan masuk ke ponsel Adam yang ada di atas nakas. Ara yang kebetulan sedang duduk di ranjang samping nakas refleks melihat ke sumber suara.

Tring

Ponsel Adam kembali berbunyi. Beberapa hari ini ponsel Adam sering berbunyi.

"Bang, HPnya bunyi," ucap Ara saat melihat Adam baru keluar dari kamar mandi.

"Tolong liatin, Ra, dari siapa."

Ara menurut dan melihatnya dari notif. "Dari Monika. Eh, ini Monika temen sekelas aku, Bang?" tanya Ara kaget.

"Apa katanya?"

"Akan segera menemui Bapak, katanya."

"Abang mau ngapain sama Monika? Kok nomernya Abang simpen?"

"Sebatas dosen sama manusia kok, Ra. Jangan cemburu," ucap Adam lalu terkekeh geli.

"Ih, siapa yang cemburu coba?" tanya Ara sewot dan pergi meninggalkan Adam.

"Kok bisa sih si Monika nomernya disimpen Bang Adam?" gumam Ara bingung. "Ah, tapi nggak mungkin Bang Adam selingkuh, apalagi sama Si Nenek Lampir tukang ngadu itu."

Ara menyemangati dirinya dan pergi ke dapur. Ia akan menyiapkan makan malam.

Suara bel berbunyi. Merasa Adam tidak mendengar suara bel tersebut, Ara pun mematikan kompornya.

Sambil mengusap peluhnya dengan tangan, ia berlari kecil. "Sebentar," teriak Ara.

"Iya—" Ucapan Ara terhenti saat melihat tamu yang memencet bel. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Ara sewot dan memandang Monika tidak suka.

"Suruh masuk, Ra," ucap Adam dari belakang.

Monika tersenyum penuh kemenangan dan menerobos masuk ke dalam. Bahkan tanpa disilakan ia duduk di sofa.

Ara melihat penampilan Monika. "Heboh banget penampilannya, mau kondangan apa mau nemuin dosen coba," sindir Ara pelan dan berlalu ke dapur.

"Yang penting enak diliat daripada yang keliatan kumel, kok mau ya Pak Adam?" ucap Monika tak kalah tajam yang masih bisa didengar Ara. "Oh, jangan-jangan terpaksa karena dijodohin?"

Ara berhenti dan menoleh dengan tatapan tidak suka. Ia hampir saja ia menyusul Monika jika Adam tidak memanggilnya.

Ara pun mengabaikan Monika dan berjalan menemui Adam. "Iya, Bang?"

"Ra, bikinin minum ya buat Monika," suruh Adam yang digelengi Ara.

"Nggak mau, aku nggak suka dia minum minuman yang aku bikin."

"Ra, ini sebatas dosen dan mahasiswa aja. Kan aku udah bilang tadi."

"Tapi aku nggak mau," ucap Ara kekeuh.

Adam mengelus pucuk kepala Ara. "Ra, kenapa sih? Yaudah, kamu ambilkan minuman botol di kulkas aja ya?"

"Nggak.ma.u!" ucap Ara penuh penekanan.

Adam tersenyum. "Yaudah, kamu lanjut masak aja, aku yang ambilin buat Monika."

"Aku nggak mau masak. Makan aja sana sama Monika."

Adam memegang kedua bahu Ara. "Jadi kamu maunya gimana?" tanya Adam lembut.

"Aku nggak mau masak, aku nggak mau ngambilin Monika minum. Aku mau Monika pergi dari sini. Lagian kenapa sih harus ketemu di rumah? Abang sengaja?!" tanya Ara marah.

Adam kini menatap Ara dengan tatapan serius. "Sengaja? Aku justru minta ketemu di rumah daripada ketemu di luar buat jaga perasaan kamu, Ra."

"Jaga perasaan apa? Yang ada malah bikin sakit hati!"

"Ra, kamu ini kenapa sih? Yaudah, Abang minta maaf kalau bikin kamu sakit hati."

"Aku ini kenapa? Abang jangan pura-pura nggak tahu."

Adam menghela napas. "Yaudah, kakau gitu kamu istirahat aja. Abang mau nemuin Monika dulu."

Ara menahan lengan Adam. "Jangan temuin dia."

"Ra, cuma sebentar kok."

"Abang pilih aku apa Monika?"

"Kamu, Ra."

"Yaudah, kalau gitu jangan temuin Monika."

"Ra, jangan kayak anak kecil gini deh. Abang di sini sebagai dosen, bukan sebagai laki-laki dewasa. Ini udah jadi pekerjaan Abang."

"Pekerjaan apa yang menugaskan untuk nemuin mahasiswa di rumahnya! Beberapa hari ini HP Abang sering bunyi, Abang juga sibuk, jadi semua gara-gara Monica? Bang Adam suka sama Monica?"

"Ra!" seru Adam. "Kamu udah kelewatan," ucap Adam dan berlalu meninggalkan Ara.

Ara berlari menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, ia melihat bayangannya di cermin. Rambut yang dikucir acam-acakan, memakai daster yang kini sudah bercampur bau dapur sehabis memasak tadi, dan peluh yang ada di wajahnya.

Tangis yang sedari tadi ia bendung pun luruh. Menumpahkan segala rasa sesak yang bergemuruh di dadanya.

***

Hayo, masih ada yang nungguin nggak nih?

Maaf lama banget nggak update. Lagi bikin skripsi dan lagi garap PKM juga.

But, aku usahain biar gak ngaret lagi updatenya.

Do'ain cepet Sempro yaa.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang