Bagian 24 : Lamaran

42.3K 4.1K 98
                                    

"Kak?" lirih Ara dengan menatap manik mata Adam, mencoba menemukan kebohongan di sana.

"Aku mohon, menikahlah denganku, Inggrid Iswara."

####

Perkataan Adam sungguh menjadi serangan telak untuk Ara. Bagaimana bisa, tiba-tiba Adam melamarnya, dan di saat yang seperti ini.

"Kak...." lirih Ara. Sungguh rasanya Ara tidak mampu berkata apa-apa. Belum selesai perasaan campur aduknya karena permintaan maaf Adam dan kejadian bersama teman-teman SMPnya.

Sekarang dia dihadapkan dengan pernyataan Adam yang begitu tiba-tiba.

"Ra, aku serius."

"Tapi, Kak. Kak Adam udah punya—"

"Gimana kalau aku bilang calonnya itu sebenarnya kamu?" potong Adam.

Ara menutup matanya bingung. "Kak, aku perlu waktu buat jawab. Selain itu Kak Adam belum jawab pertanyaanku."

"Jawab dulu lamaran aku, Ra."

"Kak, aku nggak mau menikah kalau pernikahan ini cuma buat bentuk pertanggungjawaban Kakak."

"Aku harus gimana lagi biar kamu percaya aku cinta sama kamu, Ra? Terlepas dari kejadian tempo hari."

"Kak, aku permisi masuk dulu. Salam buat Tante. Aku nggak tahu apa yang ada dipikiran Tante itu dengan menjadikan Kak Adam sebagai calon suami aku dan apakah ada hubungannya dengan tiba-tibanya Kak Adam lamar aku. Ataupun karena rasa tanggung jawabnya Kak Adam. Aku nggak tahu. Aku butuh waktu untuk berpikir semuanya."

"Jangan beli testpack, aku nggak mau kamu kecewa karena hasilnya. Aku tunggu jawaban kamu besok."

"Ha?"

Tapi kan aku udah tahu kalau aku nggak mungkin hamil? Aku cuman tanya karena reaksi Kak Adam mencurigakan sengaja berbelit-belit. Kenapa Kak Adam kekeh banget nganggep aku masih gak paham situasi?

Adam meninggalkan Ara yang sedang mematung dan melaju dengan mobil berkecepatan tinggi.

Masih tertegun, Ara dikejutkan dengan tepukan di bahunya. "Dek, kamu ngapain di luar sendirian gini?"

Ara menoleh dan menemukan Bang Ilham. "Bangggggg!!!!" rengek Ara dan berhamburan ke pelukan Ilham.

"Bang, kenapa nggak jemput Ara, kenapa Ara malah dijemput Kak Adam?"

"Katanya sekalian kamu mau ngajak ketemu? Loh, kamu kenapa nangis???" khawatir Ilham merasa bajunya basah.

"Kak, aku dilamar Kak Adam tiba-tiba."

"Oh, terus?"

Ara melepaskan pelukannya dan menyeka air mata. "Hah? Responnya gitu aja?!"

Ilham duduk di pinggir jalan depan rumahnya. Ara ikut duduk di dekat Ilham. "Terus kenapa kamu heboh? Jawabanmu apa? Kamu punya perasaan kan sama Adam?"

"Jangan sok tahu, Bang. Aku masih nggak tahu jawab apa. Lagian Bang Ilham juga belum nikah."

"Udah jujur aja sama Abang."

Ara mengembuskan napas. "Kayaknya sih iya, Bang. Aku kadang ngerasa nyesek, kadang cemburu, kadang seneng, nano-nano pokoknya."

"Kamu kayaknya banyak pikiran. Ayo cerita sama Abang jujur-jujuran. Abang dengerin."

"Kalau untuk menikah, aku belum tahu, Bang. Aku masih mau mastiin ini cuma sekadar kagum atau emang cinta. Aku pengen nikah hanya sekali di hidupku, jadi aku kudu mikir-mikir dulu. Apalagi aku kadang nggak ngenalin Kak Adam. Dia berbeda, aku pikir dia nggak akan tertarik sama aku. Aku aja nggak tahu motif sebenarnya kenapa Kak Adam tiba-tiba lamar aku."

"Dek, dia itu udah suka sama kamu dari pertama ketemu," ucap Ilham yang membuat Ara melotot kaget.

"Hah? Masak sih, Kak? Dia kan terkenal di kampus, udah pasti dia punya banyak gebetan. Apalagi anak di kampus aku cantik-cantik rebutan jadi hitz. Dia juga udah punya calon istri. Sedangkan aku?"

"Heh, Bego. Dia itu cemburu liat kamu juga banyak yang deketin! Kamunya aja yang nggak tahu. Abang ini bosen cumpleng setiap hari curhatannya Adam tentang kamu itu adaaaaaa aja."

"Terus, calonnya Kak Adam?"

"Adam nggak punya calon istri. Kamu dapet info dari mana sih? Atau cuman hasil pemikiranmu sendiri?" tanya Ilham yang membuat Ara kicep seketika. "Kamu udah ketemu sama Ibunya Adam, kan? Yang tadi jemput kamu sama Adam."

Jadi selama ini aku cuma salah paham?

###

Di dalam mobil, Adam mengusap-usap mukanya gelisah, menahan malu juga.

"Bu, kenapa sih tadi harus ngomong gitu ke Ara. Kan Adam malu."

"Udah, turutin aja apa kata Ibu. Kalau nggak gitu, kamu nggak bikin kemajuan. Keburu Ara diambil yang lain. Lagian kenapa sih, Dam?"

"Bu, harus ya Adam ikutin rencana Ibu? Adam tadi juga jadi agak maksa Ara, Adam merasa bersalah."

Apa semuanya bakal baik-baik aja? Apa Ara memang sepolos itu sampai bisa dibohongin? Emangnya dia gak ngeh kalau sampai hubungan badan dan dia gak kebangun sama sekali itu nggak mungkin? Kok kayaknya bukan polos lagi sebutannya? Tapi....

Wanita paruh baya di samping Adam itu membuat bentuk OK dari kedua jarinya. "Udah, ikutin aja kata Ibu."

Adam menghela napas. Adam memang benar-benar tidak mengerti apa yang dipikirkan Ibunya.

Maaf, Ra, aku jadi egois gini. Kalau aku bilang, aku ngelakuin biar kamu jadi milikku apa kamu bisa terima? Atau kamu akan marah dan kecewa sama aku?

###

Bagian ini spesial buat pembaca sekaligus temen baik aku, Silvi, yang lagi ulang tahun hari ini, 10 September. Happy birthday, and Thanks for everything.

Salam hangat, Zahrotul.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Where stories live. Discover now