Bagian 11 : Keputusan

55.3K 5.2K 96
                                    

"Ra, diem dong," ucap Adam sembari memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Kepalanya yang pusing terasa semakin pusing saat mendengat tangisan Ara. "Ra, diem, kalau ada apa-apa aku bakal tanggung jawab kok," bujuk Adam yang membuat tangis Ara semakin pecah.

"ENTENG BANGET SIH NGOMONGNYA!" teriak Ara.

Duh, salah bujuk kayaknya. Sial kepalaku pusing banget, batin Adam.

"JANGAN-JANGAN KAK ADAM EMANG LAKUIN YANG ANEH-ANEH KE ARA!" tuduh Ara di sela tangisnya.

Adam mengembuskan napas lelah dan mengabaikan Ara. Ia kembali berbaring dan menutup badannya menggunakan selimut. "Terserah."

"Bang, Si Adam ngeselin!" sunggut Ara kemudian berlari meninggalkan kamar Ilham menuju kamarnya. Setelahnya ia menutup pintu dengan cukup keras, menimbulkan suara dentuman.

"Cihh, baru ditinggal Ayah sama Bunda sehari udah kayak gini," gerutu Ilham dan menghampiri Adam.

"Dam," panggil Ilham yang tidak disahuti Adam.

"Dam," panggilnya lagi, kali ini sembari menyentuh bahu Adam, bermaksud untuk membangunkannya.

"Loh, badanmu panas!" seru Ilham kemudian menempelkan tangannya ke dahi Adam. "Dam! Woi, kenapa?"

"DEK!" teriak Ilham.

Ponsel Ilham berdering. Sebuah telepon dari kontak bernama Blvd ❤️ masuk.

"Halo," ucap Ilham.

"........."

"Iya, bentar ya, Sayang. Sabar, kamu pasti bisa kok. Ya udah, aku berangkat habis ini," ucap Ilham kemudian menutup telepon.

Ilham mengembuskan napas dan berjalan meeninggalkan Adam. Ia menuju ke kamar Ara yang tadi merajuk.

"Dek," panggil Ilham sambil mengetuk pintu kamar, namun tidak ada sahutan. "Dek, Abang masuk."

Saat memasuki kamar Ara, Ilham melihat adiknya itu sedang berbaring di atas kasur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala, terlihat bergetar dan terdengar suara tangis.

Ilham berjalan mendekati Ara. "Dek, udah jangan nangis lagi, terus juga semuanya masih belum pasti. Adam masih belum stabil keadaannya buat inget kejadian kemarin."

"Dek, Abang mau keluar, gebetan Abang lagi operasi usus buntu. Kamu bisa nggak jagain Adam? Dia badannya panas, kayaknya demam gara-gara kehujanan kemarin."

"Anumu nggak sakit kan? Abang bukannya nggak mau peduli atau jahat, tapi tadi dari kejadiannya juga nggak sengaja terjadi."

"Dek jangan diamin Abang! Jangan berpikiran negatif dulu. Kalian satu ranjang belum tentu kalian ngelakuin hubungan suami istri! Jangan kayak anak kecil. Abang keburu waktu, Adam lagi sakit, jadi jangan kekanak-kanakan. Jagain Adam, Abang pergi dulu!" seru Ilham kesal dan keluar kamar dengan menutup pintu kamar keras.

Adam bergegas menuju garasi dan melajukan motornya membelah jalanan.

Di dalam kamar, Ara dipusingkan dengan kenano-nanoan pikirannya. Antara gengsi, merasa bersalah, merasa kesal kecewa, merasa kasihan.

Air mata kembali menetes di pipi Ara, bingung menjelaskan keadaan hati dan pikirannya hari ini. Sedangkan Abangnya kesal padanya.

"Apa aku aja yang kekanakkan? Saat aku merasa takut hal yang paling berharga dalam hidupku direnggut dan aku merasa khawatir apakah itu kekanak-kanakan?" sendunya.

Ia pun berdiri dan berjalan mengambil kotak obat sebelum menuju kamar Ilham.

Ia mengintip, di kamar Ilham, Adam berbaring dengan wajah yang sedikit pucat dan keringat bergerumbul di dahinya.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang