Bagian 9 : Menginap

59.8K 5.7K 109
                                    

Udah follow belum?
Follow dulu yuk!

---

Karena hujan yang semakin malam semakin tidak menunjukkan pertanda akan terang dan digabung dengan paksaan Ilham, akhirnya Adam memutuskan untuk menginap.

Toh pagi-pagi buta ia akan cepat-cepat pulang pikir Adam.

Setelah mandi di kamar mandi dalam kamar Ilham, ia mendengar suara Ara sedang merengek ke Ilham yang berstatus sebagai abangnya.

"Banggg, ayolahhh... keringin rambut adekkk," rengek Ara yang disahuti Ilham.

"Kamu itu kebiasan deh dari kecil, kenapa sih harus dikeringin sama Abang? Heran deh, punya tangan juga."

Adam maju untuk lebih dekat dengan pintu yang tertutup.

"Beda tahu, Bang! Kalau dikeringin Abang itu enak, bisa sambil cerita-cerita, berasa di sayang sama Abang sendiri."

"Nggak usah alasan. Keringin sendiri."

"Ayolah, Bang! Ara ini adek Abang bukan sih? Kenapa Abang pelit banget. Padahal Ara cuma minta keringin rambutnya, Ara keinget dulu waktu Ara jatuh terus tangan kanan Ara patah tulang, Abang yang rawat Ara. Kenapa Abang sekarang gini? Abang udah nggak sayang sama Ara?" tanya Ara dengan suara yang sedikit sendu.

"Eh, nggak gitu, Dek. Jangan sedih lagi dong. Ya udah, tunggu di kursi depan. Abang mau ngerjain yang lain dulu," jawab Ilham mengalah.

Kemudian tidak ada suara apa-apa lagi. Adam maju satu langkah mencoba menajamkan pendengarannya. Hingga tidak sadar bahwa ia sudah berada 30 cm di belakang pintu.

Jdakk!

"Duh!" ringis Adam pelan saat pintu tiba-tiba terbuka dan dengan mulus mengenai jidatnya.

"Loh, Dam? Ngapain di belakang pintu?!" tanya Ilham yang cukup terkejut juga.

"Tadi kayak liat cicak di belakang pintu, mau aku pastiin bener nggaknya, kamu malah muncul tiba-tiba. Nggak ada suara langkah kaki lagi. Kamu melayang ke sini?" Adam mengatakan hal panjang lebar membuat Ilham curiga.

"Kamu nguping?" tembak Ilham tepat sasaran.

"Nggaklah, ngapain banget aku nguping," jawab Adam lalu beranjak untuk merebahkan diri di atas kasur.

"Eh, Dam. Jagain adekku ya? Aku mau keluar nganterin gebetan ke dokter."

"Kenapa aku?"

"Ya kan kamu yang ada di rumah ini. Ayah sama Bunda lagi ke rumah Nenek."

Adam melotot. "Jadi, aku sama dia doang habis ini? Kamu percaya nitipin adekmu ke aku?"

Ilham tersenyum. "Aku kenal kamu dari lama, aku tahu kamu bukan tipe orang yang bakal ngelakuin hal aneh-aneh. Lagian tujuan aku maksa kamu nginep sini ya ini. Hehe."

Adam mendengus dan bergumam saat mengingat kejadian di ruang Prodi, "Kamu sama Ara emang sama."

Ilham langsung menyambar jaket yang menggantung di belakang pintu.

"Nggak ada pilihan lain selain bantuin," ucap Adam membuat Ilham mengacungkan jempolnya.

"Mantul! Tenang, kamu jagain dari jauh aja, soalnya dia nggak tahu kamu nginep di sini. Aku keluar lewat pintu belakang, soalnya dia standby di kursi depan. Berangkat dulu, Bro!" pamit Ilham yang diangguki Adam.

---

Sudah hampir 10 menit semenjak Ilham meninggalkan Adam dan Ara berdua dalam rumah, namun tidak ada suara apapun yang menunjukkan ada kehidupan di luar kamar.

Penasaran, Adam pun keluar dan menuju lokasi Ara—ruang tamu— seperti yang dikatakan Ilham tadi.

"Dia nggak kenapa-napa kan?" gumamnya disela langkahnya menuju ruang tamu.

Adam melebarkan mata terkejut melihat Ara yang tertidur di atas kursi yang cukup panjang. Namun bukan itu poin yang membuatnya terkejut, kenyataan bahwa Ara tertidur masih memakai handuk kimono dan berada di ruang tamulah yang membuatnya terkejut.

Adam langsung bergegas melangkah ke arah pintu dan menutup pintu.

"Ceroboh banget ketiduran di ruang tamu, pintu nggak di tutup. Mau jadi suguhan atau gimana? Tidur masih pakek handuk kimono gitu juga apa ya nggak dingin?!" gerutu Adam karena kecerobohan Ara.

Ia menggaruk kepalanya bimbang. Harus dibangunkan atau bagaimana. Tapi kalau dibangunkan, sudah jelas ia akan dihujani pertanyaan yang menyusahkan.

Dilihatnya, Ara yang sedang tertidur di atas kursi. Ia tertidur miring ke kanan, ke arah luar kursi membuat wajahnya bisa terlihat jelas. Rambutnya yang basah sesuai keramas membuatnya terlihat segar. Tangan kanannya menjuntai ke depan sepertinya ia membawa handuk sebelum tertidur, terbukti di bawah tangannya itu ada handuk yang jatuh ke lantai.

Ia mendekatkan dirinya ke wajah Ara. Melihatnya lebih dekat. Wajah Ara yang tegas terlihat manis dengan hidung yang mungil dan bibir yang tipis merekah merah muda. Bulu matanya saat menutup mata nampak rapat dan panjang.

Adam tersenyum. Ia menyelipkan rambut Ara ke belakang telinga. Dan kemudian tersenyum kembali sebelum akhirnya melebarkan mata tersadar. "Aku ngapain sih?!"

Ia sontak berdiri dan menjauhkan diri. Tidak habis pikir dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Ia pun mengembalikan posisi rambut yang sebelumnya ia selipkan ke belakang telinga Ara. Namun rambut itu malah merosot dan menjuntai apik ke bawah.

"Eh." Adam sedikit terkejut. Ia kemudian menggeleng dan membawa seluruh rambut Ara ke depan wajah. Membuat wajah Ara tertutupi rambutnya sendiri sepenuhnya, seperti hantu.

"Beres," ucap Adam.

Ara kemudian menggeliat singkat membuat Adam waspada, jaga-jaga kalau dia bangun. Namun tidak, ia hanya seperti mencari posisi yang nyaman.

Pipi Adam terasa panas dan ia langsung memalingkan wajah. Karena saat Ara berganti posisi, hal itu membuat handuk kimono bagian bawahnya tersingkap ke atas, membuat kakinya terekspos bebas walaupun tidak terlalu tinggi.

Mungkin sebagian orang memiliki dan memakai hot pants sependek posisi kimono Ara tersingkap untuk bepergian keluar atau sekadar hangout. Namun hari ini berbeda kondisi, bayangkan saja keadaannya di rumah yang sepi dan Ara yang tidur tergeletak tidak berdaya diam atas kursi.

"Nggak ada ngotak emang, nggak kakak nggak adik. Nggak ada otak. Nggak mikir apa aku ini laki-laki normal? Kalau lagi kebablasan gimana?" Adam menghela napas dan berlalu menuju kamar Ilham meninggalkan Ara.

Selang beberapa waktu, dia keluar membawa selimut dan berjalan dengan mantap menuju ruang tamu lagi.

Ia menghela napas dan menarik handuk kimono yang tersingkap untuk kembali menutup seperti semula. Setelahnya ia menyelimuti Ara sampai pundak diam-diam. Namun kemudian ia menutup bagian kepala dengan selimut juga.

Jadilah Ara terkubur dalam selimut dari ujung kepala sampai ujung jari. Adam terkekeh melihatnya, kemudian memutuskan untuk pergi ke kamar Ilham kembali.

---

Di dalam kamar Ilham, Adam hanya diam menatap langit-langit, tidak bisa tidur. Udaranya panas walau di luar hujan.

"Dam, tidur, Dam. Besok masuk pagi!" ucapnya bermonolog.

Ia pun memutuskan untuk melakukan hal yang dapat membuatnya segera tidur.

Ia mematikan lampu. Kemudian karena panas, ia memutuskan melepas kaos oblongnya, membuatnya bertelanjang dada, dan yang terakhir ia menenggelamkan diri di balutan selimut kain tipis.

Dan hal itu cukup efektif. Belum ada 5 menit berlalu, ia sudah berada di alam mimpi.

---

Aku nggak tahu kenapa, part yang aku publikasikan nggak muncul di Wattpad kalian huhu, padahal di punyaku statusnya sudah dipublikasikan. Untung ada beberapa readers yang ingetin. Thx banget yaa.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Where stories live. Discover now