Bagian 7 : Hukuman Dari Adam

67.9K 6.5K 109
                                    

Kalau boleh jujur, kini Ara merasa nyaman di pelukan Adam. Bukan karena nyaman modus atau apa, tapi pelukan Adam mampu meredakan rasa takutnya.

"Maaf," ucap Adam sambil membelai pelan rambut Ara.

Ara melepaskan pelukan Adam. "Aku yang minta maaf. Makasih udah nenangin aku."

"Tapi aku tetep minta maaf."

"Untuk?"

Adam duduk di bawah dan menyelonjorkan kakinya. Punggungnya ia sandarkan di tembok. Mata Adam fokus pada ujung sepatu. "Kamu pasti bingung dengan sikapku," ucapnya yang diangguki Ara.

"Aku mau buat suatu pengakuan supaya kamu nggak sakit hati lebih dalam lagi."

Apa Kak Adam mau ngaku kalau udah punya pacar? batin Ara bertanya-tanya.

"Aku ini orangnya kaku, bahkan untuk ngomong sekarang aku bingung harus pakai aku atau saya karena kita ada di lingkungan kampus. Aku di sini masih sebagai dosenmu, tapi aku bingung. Beginilah  aku... hanya seorang laki-laki yang kaku, yang tidak tahu harus melakukan apa, yang mau mengikuti aturan namun malah bertindak seperti seorang dosen yang killer."

Ara mengulum bibirnya menahan tawa. Ia tidak menduga dosen barunya yang pemarah itu bisa Curhat seperti ini.

"Pffttt," suara Ara menahan tawa menarik perhatian Adam.

"Kenapa?" tanya Adam dengan wajah seriusnya.

"Nggak apa-apa, cuma nggak nyangka aja Kak Adam tiba-tiba bikin pengakuan gini. Seorang dosen killer tetiba Curhat," ucap Ara membuat Adam memalingkan wajah karena malu.

"HAH? KAK ADAM BLUSHING?!" teriak Ara terkejut sambil tertawa. "UH LUCUNYAAAA! KAK ADAM, LIAT SINI DONG!" Ara berjongkok untuk melihat dari dekat wajah Adam.

"Ternyata Kak Adam pemalu yaa! Baru tahu!" seru Ara menggoda Adam dengan tertawa.

Tentu saja Adam merasa kesal. Suara tawa Ara masih mendominasi ruangan yang sudah sepi.

Adam dengan cepat memegang kedua tangan Ara yang berada di depannya.

Brakk!

Adam membalikkan posisi dan mengunci pergerakan Ara di tembok yang sebelumnya ia sandari. Tangan Ara diangkat sedikit ke atas dengan tangan Adam yang menekan ke tembok. Ia tidak akan membiarkan Ara mengambil kesempatan tadi untuk mempermalukan dirinya lagi.

Dan Adam kini membalikkan suasana. Ara tampak kaget dan matanya membulat lucu. Napasnya terdengar tidak lancar. Tawa yang tadi keluar dari bibir ranum Ara, kini benar-benar berhenti seketika.

Dengan jarak wajah mereka yang tidak lebih dari 2 jengkal telapak tangan, mereka dapat merasakan terpaan napas lawan bicaranya.

Tiba-tiba Ara berkata dengan nada bijak, "Cukup jadi diri Kak Adam sendiri aja. Mungkin Kak Adam begini karena masih awal-awal jadi dosen di sini, jadi belum terbiasa dan masih kaku."

Pandangan Adam tertuju ke arah bibir Ara yang berwarna merah muda yang natural. Menilik tiap kata yang diucapkan gadis itu. "Tapi aku tahu, di dalam diri Kak Adam, Kak Adam bukan orang yang killer, dingin, dan nggak punya rasa empati," lanjut Ara kemudian tersenyum dengan tulus yang terlihat manis untuk Adam.

"Dengan posisi begini, kamu masih bisa berkata seperti itu dan tersenyum dengan santai?" tanya Adam tidak percaya.

"Memangnya ada yang salah?"

Adam mendekatkan wajahnya ke wajah Ara. "Kamu tidak takut aku melakukan sesuatu yang ada di luar kendalimu?"

"Aku percaya Kak Adam bukan laki-laki yang seperti itu," jawab Ara dengan tenang.

Adam tertawa pelan dan menjauhkan diri dari Ara. Ia merasa gagal membalikkan keadaan dan akhirnya membalikkan badan kemudian menoleh ke belakang. Ia melihat Ara sedang memperhatikan tangan yang memerah akibat perbuatannya.

Lalu pandangan Adam beralih ke bibir kecil Ara yang mengerucut lucu karena keadaan tangannya. Adam kembali tertawa pelan. "Lain kali tolong diingat, bagaimanapun aku ini laki-laki normal, Ra," ucap Adam dengan membelakangi Ara.

"Ha? Kenapa Kak? Maaf nggak denger," tanya Ara yang digelengi Adam.

"Bantu koreksi lembar kuis di atas meja ini," suruh Adam membuat Ara melotot.

Baru masuk jadi dosen udah ngasih kuis sebegini banyaknya huh? batin Ara tidak habis pikir.

Adam tersenyum miring. Ini hukuman buat kamu karena bisa-bisanya menganggap aku laki-laki baik dalam keadaan yang seperti itu. Nafsu laki-laki itu besar, Ra. Apa kamu pikir setiap saat aku dapat menahan diri?

---

Dapet feelnya belum?
Semoga next lebih baik lagi.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Where stories live. Discover now