Bagian 46 : Cinderellawan

28K 2.5K 74
                                    

Enjoy and happy reading.

***

Adam dan Ara sedang berada di taman setelah tragedi salah peluk. Mereka sedang mencuci mobil di halaman rumah. Hari itu, cuaca cukup cerah, langit terlihat biru cerah tanpa awan.

"Bang, habis ini makan mie ayok," ajak Ara dengan tangan yang terus menggosok badan mobil.

"Makan mie terus, nanti rambutmu keriting kayak mie loh," jawab Adam yang membuat Ara mencebik kesal.

"Nasehat zaman kapan itu. Heran, punya suami kolot banget," gumam Ara pelan.

"Kolot-kolot gini kamu sayang, 'kan?" sahut Adam tiba-tiba di samping Ara membuat Ara terhentak kaget.

"Dih! Ini orang ya, heran!"

"Gitu aja kaget."

"Ya habisnya tiba-tiba ngomong di sebelah Ara, kan terkejoed!"

Melihat respons Adam yang hanya tertawa keras, Ara menggosokkan spons di tangannya ke wajah Adam dengan kasar. "Mamam nih."

"Eh, Ra, jangannn!" seru Adam kemudian ekspresinya berubah masam. Ia langsung saja meludah dengan jijik. Sedangkan Ara yang tahu kenapa, tertawa geli.

"Ra, rasa sabun...."

"Gimana rasanya?"

"Kayak ada lemon-lemonnya," ucapnya di sela-sela meludah jijiknya.

"Ada manis-manisnya nggak?" tanya Ara.

"Kamu kira sponsornya Le Miracle? Kalau Abang keracunan gimana? Kalau Abang tiba-tiba berubah jadi monster gimana?" desak Adam.

"Uuuuu, takuttt, nggak mau bobok bareng Bang Adam lagi ahh," jawab Ara meledek.

"Eh, jangan. Ntar Bang Adam balik peluk guling lagi dong?"

Sedangkan Ara hanya menjulurkan lidah mengejek dan mengabaikan Adam, fokus pada kegiatannya.

***

"

Bunda, liatin deh pasangan baru itu, nempel aja kemana-mana kayak perangko," ucap Ilham yang tidak sengaja melihat mereka berdua saat sedang menyapu rumah.

"Iri? Bilang boss," sahut Bundanya yang membuat Ilham tidak habis pikir.

Ilham pun refleks melanjutkan ucapan Bundanya, "Ahayy, pal-pale-pal-palee— Yooooo, tarek sis!" teriak Ilham.

Bunda mencebik kesal, namun, tak urung ia menjawab, "Semongko."

Ilham pun tergelak dan dihadiahi lemparan bantal sofa. "Cepet nikah sana."

"Enak banget nyuruh nikah kayak nyuruh mandi."

"Ya kan kamu udah ada calonnya, Bang."

"Bunda nggak tahu? Ilham habis putus," ucap Ilham yang membuat bundanya melotot.

"Kenapa? Kamu apain anak orang sampai minta putus?"

"Aduh, Bundaku sayang, yang ada malah aku yang diselingkuhi. Diberikan harapan, kemudian dihempaskan dan ditinggal pergi. Dia yang selingkuh, dia juga yang ngajak putus. Seharusnya kan aku yang ngajak putus."

"Syukurlah kalau gitu."

Ilham mengernyit bingung. "Kok malah syukur?"

"Selingkuh itu kayak penyakit yang nggak ada penyembuhnya. Bisa aja beberapa lama nggak kambuh, tapi pasti suatu saat juga kambuh lagi. Itu menurut Bunda sih."

"Melelahkan untuk terus mencintai tanpa menunjukkannya ya, Bunda. Pernah terbayang untuk berhenti, tapi aku pikir, aku tidak akan pernah bisa. Ditinggal waktu sayang-sayangnya emang sakit banget."

"Jangan ngomong nggak akan pernah bisa. Omongan adalah doa. Bunda nggak mau liat Abang gagal move on terus," ucap wanita paruh baya itu kemudian bangkit. "Udah, selesaiin nyapunya, habis itu jangan lupa dipel juga. Bunda mau telepon bapak negara."

Ilham menghela napas panjang, merasa hanya dirinyalah satu-satunya yang ngenes di rumah itu. "Baik, Nyonya. Cinderellawan akan lakukan."

Bunda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengar sahutan ngawur Ilham.

Melihat ke depan, ada Ara uwu-uwuan sama Adam. Di belakang, Bunda sama Ayahnya lagi teleponan. Hal itu membuat semangat Ilham terbakar. Ia menyelesaikan menyapu dengan bersemangat, kemudian langsung beralih ke kegiatan selanjutnya, yaitu mengepel lantai.

"Yok, bisa yok, cepet-cepet selesai biar bisa ke club cari cewek." Ilham kemudian terkekeh geli. "Astagfirullah, canda club."

"Eh-eh! Woi! Baru aja kelar dipel, masih basah! Seenaknya nyelonong aja! Liat tuh bekas telapak kakimu kotor nempel ke lantai!" seru Ilham ngegas dan menghalangi langkah Ara.

"Sensi amat punya Abang. Tinggal dipel lagi juga. Ara kebelet udah di ujung."

"Yaudah kalau urgent. Sana cepetan," ucap Ilham dan menurunkan gagang pel yang sebelumnya melintang menghalangi jalan.

JDUALK!

"HUWWAAA!!!!" teriak Ara yang membuat Ilham kaget setengah hidup.

"BANG ILHAM NGAPAIN SIH TARUH KALENG DI SINI?! SENGAJA YA?!" teriak Ara kesal dengan dengkul yang sukses mengecup lantai dengan mesra.

"Ada apa?" tanya Adam dan Bunda yang cepat-cepat menghampiri dengan berbarengan. Hal itu membuat Adam mengangguk kikuk saat tidak sengaja saling bertatapan singkat.

"Heh, kamu aja kalau jalan nggak lihat-lihat, jelas-jelas ada kaleng segede gitu di pinggir masih aja ditendang! Lagian aku taruh nggak di tengah jalan, aku taruh di pinggir! Situ yang salah, aku yang disalahin," serunya tidak terima dan membelakangi Ara.

Ara malas untuk memperpanjang debat, ia sudah benar-benar ada diujung. "Bang, bantuin, Ara pengen pipis udah diujung, tapi masih linu dengkulnya," ucap Ara memohon.

Ilham menghela napas dan menyandarkan pelnya ke dinding. "Yaudah sini, ayo Abang bantu," ucapnya lalu membalikkan badan hendak membantu Ara. Namun, Ara sudah berada di gendongan Adam.

"Sorry ya, Ara ngomong sama Bang Adam!" sadis Ara yang perlahan menjauh membuat Ilham kicep.

"Heh! Makanya kalau ngomong itu yang lengkap! Lagian kenapa dipanggil Bang juga sih Si Adam!" serunya kesal menahan malu.

"Udah-udah, Bang. Dilanjutin lagi ngepelnya," ucap Bundanya yang diangguki Ilham.

Saat ia akan mengepel kembali, ia melihat jejak kaki kotor bertambah banyak. Saat ia menelusuri telapaknya, ternyata Adamlah pelakunya. "WOI! ADIK IPAR GAK ADA AHLAQ!!!!!!!"

***

Wah, udah lama aku nggak pernah update cerita ini.

Btw, ada cerita sendiri tentang Ilham, lhoo. Yuk yang mau tau silakan baca ceriyaku yang judulnya Semara Loka.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Where stories live. Discover now