Bagian 39 : Kau Rumahku

31.5K 2.9K 89
                                    

"Mang, bakso satu porsi," ucap Ara dengan nada lemas. Ia berada di bakso langganannya dan Adam. Ya, bakso mana lagi kalau bukan bakso depan gang.

"Siap, Neng. Neng Ara lemes aja. Baru pulang kuliah ya?"

Ara menggeleng lemas. "Libur, Mang. Mau masuk semester baru soalnya."

"Oh, libur yang berbulan-bulan gitu ya?!" tanyanya lagi sedikit dengan berseru senang.

"Enggak, cuma beberapa minggu. Soalnya semester ganjil ke genap."

"Yah... kirain yang berbulan-bulan itu. Emangnya Neng Ara semester berapa?"

"Mau semester 8, udah mulai tugas akhir. Mang Reza kenapa kok kelihatan sedih gitu?"

"Kangen anak, hehe. Udah beberapa bulan ini nggak pulang, katanya tugas kuliahnya numpuk. Oh iya, suaminya kemana? Kok beberapa hari ini nggak liat?"

"Lagi keluar kota, besok pagi baru pulang."

"Oh." Mamang bakso yang bernama Reza itu mangut-mangut sambil menyerahkan semangkuk bakso. "Minumnya apa?"

"Es Jeruk tanpa es, Mang." Yang dimaksud Ara adalah jeruk dingin. Diseduh menggunakan air dingin.

"Siappp, tanpa es ya?"

"Iya, Mang."

Ara melahap bakso dengan malas. Entah kenapa bawaannya sore itu memang malas sekali. Mengingat ucapan Mang Reza, ia jadi merindukan rumah keluarganya. Sejak menikah dengan Adam dan menetap di rumah baru, ia jadi jarang bertemu keluarganya.

Ia pun mengeluarkan ponselnya dan menelepon Adam. Namun, panggilannya tidak diangkat. Ara pun mengirimkan pesan untuk izin menjenguk keluarganya. Namun, hanya centang satu.

Ara mengernyit. "Kok tumben centang satu?" gumamnya heran.

***

Ara berjalan memasuki rumah dan bergegas mengambil tas. Ia akan pergi dan kembali sebelum larut.

Setelah siap dengan helm dan sepeda Mia-J dari Yamahal kesayangannya, ia pun membelah jalanan yang dihiasi bunga-bunga air keruh di sepanjang jalan.

"Assalamu'alaikum, Bang Ilham," teriak Ara saat baru saja memasuki halaman rumah dan melihat Abang satu-satunya itu sedang menyirami Janda Bolongnya.

"Wa'alaikumsalam. Cari siapa ya?"

"Dih, sama adek sendiri nggak ngenalin. Dahlah, sabodo. BUNDAAAAA," teriak Ara kemudian sembari masuk ke dalam rumah, mencari-cari keberadaan Bundanya, tapi ia tidak menemukannya. "Bang, Bunda kemana?

"Wah, ada tamu, tamu nggak ada sopan-sopannya. Nggak izin dulu langsung nyelonong masuk," ucap Ilham menyindir.

"Yaudah, Ara balik lagi aja. Kehadiranku tidak dihargai lagi, untuk apa bertahan?"

"Heh, alay," sahut Ilham kemudian menyemprotkan air ke arah Ara. 

"Eh-eh, Bang! Nanti basah!"

Ilham tertawa keras. Sudah lama sekali rasanya ia tidak menjahili Ara. "Bunda kerja ikut Ayah."

Ara terkejut. "Hah? Ikut Ayah dinas?"

"Ya nggak lah. Ikut Ayah bersama ke pelaminan."

"Dih, bego. mereka udah nikah kali, ngapain mau ke pelaminan lagi? Nikahnya remidi?" tanya Ara tidak habis pikir.

"Nggak tahu, gabut kali."

Ara menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Kadar menyebalkan Ilham meningkat 2 kali lipat. "Abangku sayang, Ara bertanya  dengan serius. Kemanakah Bundahara kita pergi?"

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Where stories live. Discover now