Bagian 8 : Pulang Bersama

63.1K 6.6K 262
                                    

Ara menguap lebar sampai matanya berair. Jam menunjukkan pukul 19.30, dan ia masih setia berada di dalam ruang Prodi dengan Adam, berkemelut dengan tumpukan lembaran kuis. Lembaran kuis di hadapannya memang obat tidur yang mujarab untuknya.

Ara menghela napas saat melihat Adam masih serius dengan laptop tanpa mempedulikan Ara. Padahal beberapa saat lalu dia bersikap manis dan begitu menjaganya. Tapi kini rasanya sangat berjarak.

Kapan sih selesainya? Ngantuk berat ini.

Ara mengucek matanya yang memburam. Hal itu tidak sengaja ditangkap oleh ekor mata Adam. "Kenapa?"

"Nggak, Pak," jawab Ara sekenanya karena dia sudah mengantuk berat.

"Jangan panggil Pak," ucap Adam lalu menutup laptop di hadapannya.

"Lah? Ke—"

"Jangan banyak tanya. Ayo pulang," potong Adam.

Dih, kok jadi nyebelin sih? Apa-apaan orang ini? gerutunya dalam hati sebal. Ia tidak tahu, Adam sedang bad mood karenanya yang terlalu menganggap enteng kejadian tadi.

Mereka mengemasi barang-barang dengan diam. Adam yang dalam suasana hati tidak menyenangkan, sedangkan Ara sedang mengantuk berat.

"Ra, kamu kalau pulang naik apa?" tanya Adam di jalan menuju keluar kampus.

"Sepeda motor."

Adam berhenti melangkah tiba-tiba membuat Ara menabrak punggungnya.

"Aduh!" pekik Ara pelan.

"Memangnya kamu ini bodyguard jalan di belakangku?"

Ara menghela napas dan berjalan mendahului Adam. Baru beberapa langkah, tangan Ara dicekal oleh Adam, membuatnya hampir terjungkal ke belakang.

"Kenapa lagi sih?" kesalnya.

"Memangnya aku bodyguard kamu? Jalan di samping aku!" suruh Adam membuat Ara mencebik kesal.

Ya Tuhan! Rempong banget sih?!

Ingin rasanya Ara memarahi laki-laki di hadapannya, tapi ia rasanya sudah tidak punya cukup tenaga untuk itu. Ia sudah lelah dan mengantuk. Ia hanya diam menurut.

Saat sampai di depan gedung perkuliahan, ternyata turun hujan.

"Hujannya deres banget, gimana mau pulang? Apa nunggu reda ya?" tanya Adam bermonolog dengan melirik ke arah Ara.

"Pakek mantel," jawab Ara membuat Adam tersenyum kecut.

"Ra, balik bareng aku aja. Mata kamu udah merah itu, ngantuk berat kayaknya."

"Terus motorku?"

"Taruh aja di parkiran, kunci stang. Bahaya nyetir pas lagi ngantuk, apalagi hujan gini, jalanan licin."

Memang ucapan Adam ada benarnya, dan Ara merasa setuju dengan ucapan Adam. Namun ia merasa akan merepotkan Adam.

"Nggak, Kak, nanti jadi ngrepotin. Lagian mantelku matel panco, jadi ribet kalau buat dibonceng."

"Nanti kamu sakit!" tegas Adam membuat Ara cukup terkejut.

Apa-apaan Kak Adam ini? Pipinya terasa memanas.

"Udah cepet ambil mantelmu sama helm, jangan lupa kunci stang. Aku ambil motorku dulu di parkiran dosen. Nanti tunggu di sini," ucapnya lalu pergi meninggalkan Ara.

Saat Adam benar-benar sudah menjauh, Ara mencak-mencak dengan pekikan tertahan menuju parkiran.

"Kak Adam itu kenapa sih? Tadi jahat, tadi baik, tiba-tiba jahat lagi, tiba-tiba rempong, tiba-tiba peduli!" kesalnya, merasa dipermainkan. Sial wajahnya memanas.

Setelah mengunci stang, mengambil matel, dan memakai helm, ia bergegas menuju tempat yang telah disepakati. Namun Adam belum ada di sana. Ara memutuskan untuk memakai mantelnya sembari menunggu.

Tak lama suara deru sepeda motor terdengar di telinga Ara dan merebut perhatiannya. Ia menoleh ke sumber suara dan terkejut melihat Adam tidak memakai mantel dan badannya sudah setengah basah.

"Loh, kok nggak pakek mantel?" tanya Ara.

"Lupa nggak bawa mantel," jawabnya lalu memerhatikan Ara yang sudah memakai mantel. "Katanya mantelmu panco?"

"Ternyata aku bawanya yang mantel egois. Gimana dong?" tanya Ara membuat Adam menghela napas.

"Ya udah, ayo naik."

"Terus Kak Adam nggak pakek mantel dong? Tasnya gimana? Apa Kak Adam yang pakai mantelku aja? Kan aku dibonceng, jadi nggak akan terlalu basah."

"Tas aku anti air. Udah nggak apa-apa, kamu yang lebih butuh mantel."

"Tapi Kak Adam yang bonceng, nanti basah kuyup," sanggah Ara.

Adam berdecak. "Udah deh jangan keras kepala."

Yang keras kepala ini aku atau Kak Adam sih?! Kok jadi aku yang kena!

"Ra, ayo keburu dingin."

Ara mengalah dan menaiki motor Adam. Motor itu pun melaju, membelah jalan raya yang dipenuhi genangan sana-sini.

"Ra, dingin," ucap Adam.

"Salah sendiri, tadi disuruh pakai mantel nggak mau."

"Pegangan, Ra, aku mau ngebut biar cepet sampai."

Ara menurut dan memegang baju Adam yang basah. Adam melepas pegangan tangan Ara di bajunya dan menariknya untuk memeluknya.

"Kak," lirih Ara merasa tersentak.

"Kamu tadi ngantuk, gini lebih aman," ucapnya lalu menambah laju motornya.

Sedangkan Ara di balik punggung Adam menggigit bibir bawahnya malu. Ia merasa lengannya berada di perut Adam yang terasa kencang.

Duh, Gagal fokus!

Ara memilih diam di sepanjang perjalanan. Hingga sampai di rumahnya, ia melotot dan langsung turun dari motor.

"Bang," lirihnya. "Tadi pegangan biar nggak jatuh kok! Terus motor Ara ada di kampus," ucap Ara memberi penjelasan pada Ilham yang duduk di teras rumah.

"Abang nggak tanya," jawab Ilham yang membuat Ara kelabakan salah tingkah. Melihatnya, Ilham tertawa dan Adam menggelengkan kepala melihat kelakuan Ilham.

"Masuk dulu, Dam. Mandi dulu," ajak Ilham yang dianggukinya.

Adam berjalan meninggalkan Ara yang sedang berdiri diam salah tingkah. Namun saat sudah berada di teras, ia berhenti dan berbalik.

"Kenapa, Ma Bro?"

"Kayaknya aku bawa kaos di jok," jawabnya lalu hendak melangkah menuju motor, namun dicegah Ilham.

"Mana kunci motormu?"

Adam memberikan kunci pada Ilham. "Mau kamu ambilin?"

Ilham menggeleng. "Dek! TANGKAP!" teriak Ilham kemudian melempar kunci ke arah Ara. Karena spontan refleks Ara menangkapnya.

"Ambilin baju Adam di jok, jangan diem aja kayak patung," suruh Ilham membuat Ara berdecak kesal bercampur malu.

Ara tidak menanggapi ucapan Ilham dan menurut. Namun, saat ia membuka jok, betapa kagetnya ia mememukan mantel di sana. "Loh, Kak? La ini bawa mantel?"

Ilham menoleh ke arah Adam, ia melihat Adam yang sedikit terkejut. "Oh, ternyata aku bawa mantel. Seingetku enggak. Udah kamu ambilin aja kaosnya," jawab Adam cepat.

Merasa diperhatikan, Adam menoleh ke arah Ilham. Ilham tersenyum penuh makna dan menaik-turunkan kedua alisnya, sedangkan Adam langsung memalingkan wajah.

---

Seneng banget chapter kemarin rame yang komen hehe, jadi semangat dan langsung update hari ini juga wkwk.

Gimana? Lanjut?

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang