12 - Lebih Dekat

1.5K 248 32
                                    

Happy reading...

Jangan lupa VOMEN yaa

.
.
.
.
.

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

.
.
.
.
.

Jari-jari Chio memainkan melodi pada keyboard, berpadu dengan suara bass yang Arga mainkan. Pukulan ringan dari drum yang Alex pegang mengatur ketukan pada lagu yang mereka bawa. Harmonisasi indah dari suara Arnav dan Chio terdengar begitu merdu di telinga. Tak heran jika banyak orang yang mengundang mereka tampil di acara-acara tertentu sebab band yang Alex pimpin ini memiliki anggota yang multitalent dan tak pernah mengecewakan para pendengarnya.

CASS!

Alex mengakhiri lagu dengan memukul piringan tembaga itu dengan keras.

“Guys, besok kita cari studio dulu kalau mau latihan. Ini mau gue renovasi dulu, mungkin butuh waktu tiga sampai lima hari,” ucap Chio.

“Widih, mau masukin alat apa lagi nich?” balas Arga.

“Enggak, gue cuma mau ganti suasana aja. Biar lebih semangat latihannya,” jelas Chio.

Ya, sekarang mereka sedang berada di rumah Chio. Pria itu memang memiliki studio musik kecil di rumahnya. Meskipun tak begitu besar, tapi alat musik di rumah Chio cukup banyak dan bahkan ada tempat untuk recording juga.

Tadi sepulang sekolah Arnav, Alex, dan Arga langsung menuju rumah Chio untuk gladhi bersih. Besok pagi band mereka diundang oleh sebuah organisasi untuk menjadi mengisi hiburan di universitas ternama. Bayarannya cukup besar, lumayan sebagai tambahan membeli kado untuk Irham. Anak itu sebentar lagi ulang tahun, Arnav ingin memberikan sesuatu yang sudah lama diam-diam Irham inginkan.

“Gue balik duluan, ya. Kasian anak-anak gue kelaperan di rumah,” pamit Arnav seraya memakai jaketnya.

“Ssst, tangkap!” Seru Chio lalu melemparkan sebuah kunci motor pada Arnav.

“Eits, apaan nih?” tanya Arnav.

“Bawa aja motor gue di garasi. Daripada nganggur di rumah mending lo pake. Tapi, jaga baik-baik. Nanti kalau butuh uang buat servis dan segala macem bilang aja,” tutur Chio.

“Serius lo?” tanya Arnav memastikan lagi. Chio mengangguk lantas dibalas pelukan oleh Arnav.

Lucunya Chio hanya diam membiarkan temannya puas memeluk dirinya. Chio tahu, Arnav lebih membutuhkan motor itu daripada dirinya. Toh, setiap hari dirinya juga menaiki mobil bukan motor.

Langit begitu cerah dengan semburat kuning dan oranye yang berpadu indah bersama awan putih yang menggantung seperti kapas. Membiak keramaian jam pulang kerja di ibu kota, Arnav mengendari motor Vixion warna hitam milik Chio dengan kecepatan sedang. Pria itu berniat untuk mengunjungi rumah seseorang.

Arnav dan Lautan | Haechan [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora