16 - Mimpi Sederhana

1.1K 218 41
                                    

"Akara masa lampau memang tak semudah itu berlalu. Ia seperti tamu yang terkadang datang tiba-tiba tanpa pesan bahkan temu."

- Arnav dan Lautan -

.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Adiwarna langit jingga jadi payung anak-anak manusia yang tengah menanti siapnya kapal yang akan mereka tumpangi. Ya, hari ini adalah hari di mana seluruh kelas 11 SMA Anggraloka melakukan study tour ke Pulau Lombok. Begitu menyenangkan untuk seluruh siswa dan guru yang mendampingi, tapi tidak untuk seorang pemuda yang sedari tadi membelakangi cantiknya senja di atas birunya laut sempit yang memisahkan dua pulau.

Arnav duduk di sebuah kursi panjang bersama Chio, sedangkan Alex dan Arga sedang sibuk mengganggu para siswi yang tengah berfoto. Seraya menghabiskan keripik kentang rasa balado, laki-laki berkaca mata hitam itu melirik ke arah sahabatnya yang tengah menunduk seraya menautkan jari-jari tangan.

Are you okay?” tanya Chio seraya meremas kemasan camilan yang sudah kosong.

Tak ada balasan dari Arnav. Pria itu seperti tak mendengar suara Chio, ia tampak begitu gelisah. Terlihat dari kaki yang digerak-gerakkan seperti sedang mengoperasikan mesin jahit.

“Zu!” Chio menepuk bahu Arnav.

“Hm? Naik kapal? Gue udah siap, kok.” Ucap Arnav lantas menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya ke paha.

“Lo gapapa, kan?” tanya Chio lagi, kali ini terlihat lebih khawatir.

“A-iya. Gue gapapa,” jawab Arnav yang mulai mendapati kesadarannya lagi.

Chio menyeritkan dahi melihat sikap aneh Arnav. Sejak semalam di bus, Arnav terlihat menikmati perjalanan. Bahkan dia termasuk orang yang menghidupkan suasana selama di tengah membosankannya perjalanan. Tapi, sejak turun dari bus di Pelabuhan Ketapang ini sikap Arnav mulai berubah. Ia jadi lebih pendiam dan tak banyak bicara. Gerak geriknya juga menunjukkan kegelisahan yang berlebih.

Mentari telah beringsut pergi berganti dengan rembulan yang duduk tenang di pangkuan gelapnya angkasa. Suara riuh para siswa yang berada di atas deck kapal membuat Arnav semakin tak ingin membuka suara. Laki-laki itu sedari tadi hanya duduk tidak tenang di samping jendela.

“Zu, ayo naik!” Teriak Arga seraya menyusul Alex yang sudah lebih dulu ke atas. Arnav hanya diam memandang orang-orang yang berlalu-lalang.

“Arnav,” panggil seseorang yang suaranya begitu lembut di telinga membuat Arnav menoleh.

“Nara. Kamu di sini? Bukankah papamu tidak mengizinkan kamu ikut study tour?” tanya Arnav.

“Aku memaksa, jadi papaku mengalah. Hehehe. Oiya, aku mau ke atas, tapi tidak punya teman. Kamu mau menemaniku tidak?”

Arnav dan Lautan | Haechan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang