17 - Risiko

1.2K 214 55
                                    

Siangggg

Makasih banyak untuk yang sudah share cerita mocca^^

Jangan lupa VOMENT karena itu sangat berharga buat Mocca hiks hiks:"

Happy reading semoga sukaaa

.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Gemerisik suara dedaunan yang saling bergesek sebab tiupan anila terdengar merdu bak melodi pengantar tidur di kala siang. Netra seorang wanodya mengikuti satu dua daun kering yang berjatuhan sebab tak mampu lagi menggelayut pada sang ranting. Kini pikirannya ikut terbang ke awang-awang.

Jika daun kering itu jatuh dari pohonnya, maka tak lama lagi akan ada daun baru yang tumbuh untuk menggantikannya. Jika sebuah kebahagiaan habis masanya, maka tak akan lama lagi pasti kebahagiaan lain akan datang. Lantas, jika seseorang pergi dari hidup kita itu artinya akan ada orang baru yang akan hadir lalu mengisi tempat yang telah kosong.

Kalau kita meyakini sebuah daun yang jatuh itu tak lepas dari garis takdir Tuhan, lantas mengapa kita harus khawatir tentang sesuatu di masa depan? Bukankah masa depan kita sudah pasti diatur sebaik mungkin oleh-Nya daripada selembar daun yang jatuh?

"Sstt," desis Arnav seraya menempelkan benda dingin ke pipi Nara, membuat lamunan tentang analogi daun yang jatuh itu buyar seketika.

"Kamu ngagetin tau," sungut Nara.

"Maaf-maaf. Nih, buat kamu biar sehat. Dihabiskan ya," ucap Arnav seraya menyerahkan sekotak susu rasa pisang.

"Makasih, ya." Balas Nara lalu membuka sedotan putih dari plastik bening yang ditempel di belakang kemasan.

Arnav mengangguk lantas membuka sekaleng susu bear brand favoritnya. Kenapa selalu merek itu? Karena, unik. Produknya susu sapi, iklannya naga, tapi gambar di kemasannya beruang. Unik bukan? Terlepas dari itu, sebenarnya Arnav memang lebih suka rasa khas dari susu merek ini.

Oke, cut!

"Tau nggak kalau dulu orang Indonesia itu ngira susu ini tuh darah putih dari sapi?" tanya Arnav di tengah keheningan.

"Kok darah, sih?" tanya Nara heran dengan pemikiran orang-orang di saat itu.

"Jadi, gini. Indonesia itu kan negara agraris yang otomatis kebanyakan pada fokus bertani dong. Mereka hidup dari memanfaatkan hasil bercocok tanam itu. Beda sama negara-negara di Eropa yang memiliki tradisi menggembala yang kuat. Orang-orang Eropa benar-benar memanfaatkan hewan ternak untuk kebutuhan sandang dan pangan, termasuk susu itu sendiri. Jadi, susu itu sesuatu yang asing dan mungkin menjijikkan di zaman dulu bagi warga kita. Mereka menilai susu itu ya darah putih yang nggak layak dikonsumsi." Jelas Arnav lalu meneguk kembali minuman putih itu.

Arnav dan Lautan | Haechan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang