Salam Olahraga

1.1K 12 0
                                    

***

Redanya tawa para penghuni kost menjadi pertanda jika sudah waktunya mereka serius.

Loki selaku pemimpin Rantai Hitam mengulurkan tangan kepada Bara. "Sekali lagi. Kali ini aku akan memperkenalkan diri secara benar. Namaku Loki G. Pradana. Kalau kamu pernah mendengar mahasiswa abadi, aku salah satunya. Termasuk para penghuni di sini. Mungkin kalau dihitung, aku sudah sembilan tahun. Lumayan gak, sih?" sambil tersenyum ramah, Loki tertawa ringan.

Bara balas tersenyum tipis. "Lumayan banget, Mas. Hehehe. Oh iya, aku Bara, Mas. Bara Geni."

Dahi Loki seketika bertaut. Nama yang cukup familiar di telinga. Kilatan masa lalu menggelitik relung jiwa. Mengantarkan pada ingatan terdalam yang sudah lama terkubur jauh di dalam tanah. Tragedi yang memberi bekas luka tusukan di dada kiri, namun tersamarkan oleh tato kepala singa berukuran besar.

"Sangar namamu. Kayak nama bangsawan." Loki mencoba santai. Melirik ke arah teman-temannya yang memasang wajah heran. "Kenalan dulu sama senior-senior di sini, Bar."

"Iya, Mas." Loki memberi anggukan kepada pemuda bertato kalimat latin di dada, seraya mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan. Tetapi, si pemuda justru menampik tangan Bara kasar. "Bara, Mas."

"Udah tau. Aku Rio." Pemuda dingin bernama Rio menjawab ketus. "Nggak usah sok akrab kamu. Loki emang baik, tapi aku nggak!" imbuhnya, ngegas.

Bara tertawa hambar. Di mata Bara, Rio tipikal lelaki yang butuh pendekatan lebih dari sekadar duduk bersama memutar minuman. Ia galak. Dilihat dari wajahnya yang kurang bersahabat akan kehadiran eksistensi asing sudah dapat ditebak.

"Hahaha. Kalau belum kenal, emang gitu itu Mas Rio, Bar. Sabarin ae, lah." Tertawa tanpa rasa takut, si pemuda berwajah joker dan bertato rantai di leher berkata santai. Paling santai. "Aku Ilham Pangestu. Panggilanku di sini Ipang. Kalau kamu manggil aku jangan lupa ditambahi 'mas', ya. Aku enam tahun lebih tua dari kamu, lho."

Bara melirik ke arah Rio yang tengah berdecih kepada Ipang, lalu menatap lurus ke arah Ipang yang sedang mengambil jatah minuman. Ia mengangguk sebelum menyahut, "Siap, Mas Ipang. Salam kenal, ya, Mas."

Minuman di sloki diteguk terlebih dahulu, kemudian diserahkan kepada Leo, sebelum Ipang berkata, "Yang bawa botol sama sloki itu Leo. Dia satu angkatan sama aku. Panggil aja 'pace', atau 'bang' juga boleh, lah. Dia nggak suka dipanggil 'mas'. Kalau kamu keceplosan, bisa keluar kodamnya nanti. Hahaha."

"Bang Leo." Bara memberi anggukan kepada Leo.

Leo mengangkat gelas sloki kosong kepada Bara sebagai salam. Ia tersenyum, wajahnya sudah tak seseram di awal.

"Yang itu Bayu. Dia dari Kota Melon." Tunjuk Ipang ke arah pemuda berwajah brengsek.

"Kumaha damang, Bang?" (Bagaimana kabar, Bang?) Bara bertanya sopan.

"Edan. Bisa wae sia bahasa Sunda euy. Pangestu abdi mah. Samulihna kumaha?" (Gila. Bisa juga kamu bahasa Sunda. Baik. Kamu bagaimana?) Bayu merespon positif. Hanya saja rangkaian kata membentuk kalimat yang ia pakai terkesan kasar.

"Dikit-dikit, Bang. Aku punya temen orang Sunda di kotaku."

"Oh. Keren. Aku kira kamu introvert kagak punya temen. Ternyata di luar dugaan. Hehehe."

Hak Asasi Money 21+ [On Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora