Ingon-Ingon

232 9 0
                                    

***

Mada memberi Bara waktu 15 menit untuk berdiskusi bersama Firly. Ada bawahan Mada yang mendampingi dari kejauhan. Hanya sebatas memantau dan melayani tamu kehormatan Rumah Bordil Darmo malam ini. Tamu yang kedatangannya membuat geger nama-nama besar Radical Raiders yang tengah menahan emosi di posnya masing-masing.

Namun, apalah daya para petinggi RR tak bisa bertindak lebih jauh. Mereka juga terkena getah kecerobohan Kuro yang seumur-umur belum pernah mereka mendengar sebuah kegagalan dari sosok Kstaria Pedang tersebut.

Dari kamera CCTV, entah bagaimana seorang Kuro terlibat perdebatan penuh emosi dengan Bara. Debat panas berujung pertarungan bertemakan memperjuangkan keadilan yang mereka percayai. Bersama anak buahnya, Kuro harus absen menghirup udara bumi selamanya.

Ya, beberapa menit setelah Kuro ditangani tim medis, lelaki Jepang itu dinyatakan meninggal dunia kekurangan cairan darah. Tepatnya, Kuro dan anak buahnya mati mengering dengan luka gigitan bekas taring di leher. Pelakunya ... siapa?

"Bathory." Bara menggumamkan sebuah nama.

Kontan saja Firly yang duduk di seberang meja pendek berbentuk persegi, mengernyit bingung. "Sorry?"

"Oh, enggak. Tiba-tiba aku jadi pengen batagor," elak Bara.

Mata Firly tak bisa ditipu. Ia tahu Bara sedang berbohong. Selain itu, sepersekian detik sebelum Bara berkedip, Firly melihat perubahan manik mata Bara. Merah darah dengan pupil kecil bak predator.

"Jadi, apa yang ingin Kak Bara obrolkan?"

"Lho? Perasaan sebelum ke sini kamu emosi banget. Sekarang kok jadi kalem gini? Kamu nggak lagi pakai obat, kan?" cerca Bara, menohok.

"Marah salah, kalem salah. Maumu apa, sih, Kak?" mood Firly seketika anjlok.

"Jadi gini ..." Bara memperhatikan Firly beberapa saat, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Mengambil sebatang, lantas membakarnya. Sebelum kembali berkata, "aku datang untuk menjemputmu."

"Terus?"

"Bilang apa?"

"Nggak-nggak! Jelasin dulu, jemput dalam arti apa dulu? Kalau jemput pengen ngajak main di luar, aku nggak bisa. Aturan di tempat ini absolut. Main di sini, bayar di tempat, lalu selesai." Firly menjelaskan panjang lebar, tanpa tahu makna sebenarnya dari ucapan Bara. Kesimpulan searah seorang wanita yang paham betul akan situasi realistis yang ada.

Tak Firly sangka, Bara justru menatapnya sinis. Tertangkap jelas di telinga Firly decakan keras meluncur dari bibir coklat terpapar rokok pemuda itu. Yang kemudian, satu kepalan tangan menggebrak kuat meja hingga bergetar.

Sejurus, Bara mengeluarkan sebuah perkamen dari dalam sling bag. Perkamen berisikan surat penandatanganan penebusan dengan mahar satu miliar. Firly bukanlah wanita bodoh untuk tak bisa memahami maksud Bara melakukan itu. Hanya saja, Firly tak bisa menerima begitu saja. Ia muak diatur.

Pandangan Firly menelisik mengamati wajah angkuh Bara. Sama sekali tak berubah. Tanpa mengucapkan sepatah kata, Firly sedikit memahami jika Bara bukanlah tipe orang yang suka basa-basi.

Dagu Bara mengedik tajam ke Firly. "Kemasi barang-barangmu. Aku akan mengantarkan kamu pulang ke rumah orang tuamu sekarang."

"Kenapa?"

"Mamamu khawatir sama kamu."

"Kenapa ... kenapa kamu peduli sama aku? Padahal kita sama sekali tidak saling mengenal?"

"Aku nggak mau buang-buang waktu di sini. Aku juga nggak memaksa. Selain itu, kamu punya dua pilihan. Tetap di sini menjadi budak, atau ikut bersamaku dan membuka lembaran baru. Pilihan ada di tanganmu."

Hak Asasi Money 21+ [On Going]Where stories live. Discover now