Dimulai!

858 9 0
                                    

***

Gelap gempita langit sore menjelang senja membawa serta kabut tipis. Mengaburkan pandangan. Tapi tidak soal warna merah yang mengalir deras di pundak bagian kanan belakang Bara. Mengorbankan diri melindungi si mungil Aura dengan posisi membelakangi letusan pistol yang terarah kepadanya.

Menggigil kedinginan. Baik Bara mau pun Aura. Posisi mereka di tempat terbuka kurang mendukung. Kapan pun si penembak mau, ia bisa melepaskan tembakan ke mana pistol itu mengarah.

Salah mengambil keputusan, tamatlah riwayat Bara.

Namun, bukan Bara namanya kalau gagal dalam sebuah pekerjaan. Sejatinya, pemuda itu benci kalah. Seri pun hina. Sebesar itu harga dirinya agar tidak direndahkan orang lain. Sekuat itu dirinya bertahan sambil bermanuver melewati segala macam rintangan.

Sekarang, apa yang harus Bara lakukan?

Memutar otak. Berpikir cepat. Mata Bara bergerak ke kanan-kiri. Mengamati setiap objek untuk ia jadikan tempat berlindung. Ketemu! Sebuah tumpukan tong besar di arah jam sebelas. Harusnya sempat jika Bara kabur ke sana. Tapi masalahnya, Bara membawa nyawa yang harus ia bawa pulang dalam keadaan hidup. Jika tidak ... tahu sendiri, lah.

Kaki Bara sedikit goyang. Efek timah panas di pundak kanannya mulai terasa. Aroma darah bercampur air hujan memacu kinerja jantungnya yang tiga kali lebih cepat. Mencoba mengatur nafas sejenak. Memejamkan mata. Tarik nafas panjang. Tahan beberapa detik. Hembuskan secara perlahan.

Kemudian, Bara menegakkan badan. Sebelah tangannya terangkat ke atas, dan secepat kilat menyambar batangan besi pada belakang punggungnya. Bergerak mmutar 180 derajat dalam posisi setengah jongkok sambil melakukan dua hal sekaligus: menggendong Aura agak tidak terlepas dan melemparkan batangan besi ke arah Ibnu.

Wush!

Cepat sekali.

Batangan besi itu meluncur terbawa angin. Kecepatannya berkurang saat mendarat pelan di kaki Ibnu. Tawa keras mengejek lelaki bercodet itu memekakkan telinga. Mencoba beradu dengan suara petir di langit kelabu.

Lengah! Ibnu kurang waspada. Aura menghilang dari pandangan. Hanya ada Bara yang berjalan cepat sambil mengepkan kedua tangan.

Sekali lagi, Ibnu merasa terancam. Ia membidikkan pistol ke arah Bara. Namun, masih tak menghentikan langkah pemuda itu yang semakin lama mengikis jarak di antara mereka.

"JANGAN BERGERAK, KEPARAT! AKU TEMBAK KAMU! AKU TEMBAK! DIAM! BERHENTI! DIAM DI TEMPAT!" Ibnu panik sendiri. Tangan kanannya yang memegang pistol perak berkaliber 50 gemetar hebat. Ia tutupi memakai tangan kiri untuk membantu menenangkan tangan kanannya yang menolak menarik pelatuk. Seakan si tangan kanan memahami betul, jika peluru dilepaskan, niscaya si tangan kanan akan mengalami nasib buruk.

DOR!!!

Benar saja. Sekali lagi timah panas dilontarkan. Kali ini menggunakan jari tangan kiri yang terasa lebih tenang dibanding jemari tangan kanan. Alangkah senangnya Ibnu saat mendapati ia berhasil menembus lengan kiri Bara. Berdarah memang. Namun sayang, langkah Bara semakin cepat. Dekat.

"Coba tembak ... lagi."

Matilah aku!

Bara membuang nafas kasar. Seiring kepalan tangannya yang sebesar wajah Ibnu tertarik ke belakang. Seolah tengah mengumpulkan cakra alam untuk memperkuat pukulan.

Hak Asasi Money 21+ [On Going]Kde žijí příběhy. Začni objevovat