Misi Baru

142 9 0
                                    

***

Sesi minum-minum berkedok curhat antar penghuni dimulai. Banyak sekali perjalanan hidup para penghuni yang mereka bagi. Barulah sampai sore hari acara bertajuk kaum mendeng-mending selesai. Bukan karena cerita yang disampaikan selesai, tapi mayoritas penghuni sudah mabuk tak karuan. Terutama Elle. Duh, gadis itu ternyata doyan minum. Meski harus dibayar mabuk kepayang ngereog tak karuan, si bule cukup hebat mengimbangi minum penghuni lainnya, yang di dominasi lelaki.

Sekarang, seperti biasa, ada Bara dan Loki yang masih sober segera mengkondisikan teman-teman untuk beristirahat di kamar masing-masing. Leo dan Rio yang terkenal kuat minum, harus tumbang di hadapan alkohol jenis Rum murni tanpa campuran. Wajar, Bara sendiri kalau diajak minum dan kondisi tubuh kurang fit, banyak tumbangnya.

"Ini yang terakhir." Ucap Bara, yang baru saja melemparkan tubuh Saga ke dalam kamar si idol para wanita setengah baya. "Bukannya mabuk, aku malah kecapekan. Asu," gerutunya, sambil menyeka peluh di dahi.

Loki yang juga telah membawa Rio ke kamarnya di lantai dua, mendengar keluhan Bara. Ia berjalan santai menghampiri si sableng. Menepuk bahunya. "Kamu itu manusia bukan, sih?" tanyanya, heran.

"Lah? Manusia lah, Mas. Apa sampeyan ngeliat aku kayak beng-beng?" sahut Bara, ngawur.

Loki tersenyum kecut. "Nggak gitu. Selama ini aku belum pernah liat kamu mabuk aja. Kamu monster, cuk."

"Mabuk sih enggak. Pusing, iya."

"Ora iso berword-word aku. Kentir ancene." (Tidak bisa berkata-kata aku. Gila memang.)

Hahahahahaha!

"Fuck cinta! Aku mau nikah sama keong!" terdengar teriakan serak Saga. Mengigau di dalam mimpi. Lebih parahnya, suara Saga terdengar benci. Kali ini bukan gimmick seperti biasa. Ini sungguhan. Dibalik sikap selengekan bin cabulnya, Saga masihlah lelaki normal. Ia mengalami fase jatuh cinta dan patah hati. Menyedihkan.

Tanpa disuruh, Bara menutup pintu kamar Saga. Mengajak Loki untuk kembali ke lantai satu.

Di tangga, Bara berhenti sejenak untuk sekadar membakar rokok. Setelah disulut, Bara sodorkan sebungkus rokok Surya andalan kepada Loki.

Tak ada percakapan di antara dua pemuda yang memiliki postur tubuh kurang lebih sama, hanya di bagian rambut saja yang berbeda. Jika rambut Bara bergelombang, nah Loki panjang lurus dibelah dua.

Kembali ke tempat semula. Bara dan Loki duduk saling menyampingi. Merokok santai menikmati udara sore yang berembus tenang melewati celah ventilasi bangunan berbentuk kubus ini. Sesekali terdengar erang desahan dari kamar paling pojok. Tentu saja pelakunya Berto dan Sarah. Dua sejoli yang selalu terlihat bersama di mana pun mereka berada.

"Gimana Dira, Bar?" Loki memulai percakapan. Ia letakkan rokok yang membara di sudut bibir, lantas menguncir rambut dengan gelang karet yang ada di pergelangan tangan.

Bara melirik Loki tajam, lalu balik bertanya, "Seorang Mas Loki, apa perlu basa-basi seperti ini?"

"Kamu emang menyebalkan." Loki menghisap rokok dalam. Menghembuskannya ke atas. Auranya berbeda dari sebelumnya. Lebih menekan dan terasa sesak. Tatapannya setajam elang memandang Bara. "Gimana perasaanmu sama Dira, Bar?" Loki memperbaiki pertanyaan. Lebih spesifik.

"Biasa aja."

"Aura udah nganggep kamu papanya. Dan kalau kamu pingin tahu, nggak ada seorang pun dari anak Rantai Hitam, termasuk aku, yang dipanggil 'papa' sama Aura. Paham maksudku?"

Helaan nafas Bara terdengar malas jika topik yang diusung Loki membahas Dira. Apalagi sampai membawa nama Aura. Bara memang tidak memiliki perasaan lebih kepada Dira. Namun, berbeda dengan Aura, yang entah mengapa, Bara ingin mempertahankan senyum si mungil menggemaskan. Hanya saja, jika berhubungan dengan Aura, mau tak mau Dira ikut andil di dalamnya.

Hak Asasi Money 21+ [On Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora