Moon and Her Sky : BAB 01

75.4K 5.7K 176
                                    

Masih sambil menguap-nguap, satu-satunya siswa yang sudah datang itu membaringkan kepalanya di atas meja tempatnya beberapa hari ini sudah melaksanakan ujian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih sambil menguap-nguap, satu-satunya siswa yang sudah datang itu membaringkan kepalanya di atas meja tempatnya beberapa hari ini sudah melaksanakan ujian. Namanya Angkasa, dan ia tidak heran meskipun meja yang dijadikannya sebagai bantal itu penuh dengan coretan entah itu dari pensil, pulpen, spidol, dan tipe-ex.

Namun ada dua baris kata-kata yang tersusun di bawah berbaris-baris kalimat yang kemarin ditulisnya dengan super buru-buru: Ujian enggak boleh nyontek woy. Lagian, kalau mau ngotorin meja, di sekolah sendiri aja sana, ini meja punya sekolah gue kali.

Kepala Angkasa langsung terangkat. Matanya menyipit. Kemarin saat menuliskan berbaris-baris pasal 28, Angkasa sangat yakin tulisan ini tidak ada. Sekarang, yang Angkasa yakin adalah, seseorang yang duduk di meja ini melihat tulisan tangan Angkasa.

Laki-laki itu tersenyum tipis. Dilihatnya nama Mona Arisa yang menempel pada ujung kanan meja, beserta dengan nomor peserta ujian, dan nama sekolahnya. Angkasa lantas menarik pulpennya yang ada di dalam saku seragam pramuka, mulai menuliskan balasan di sana tepat ketika suara seseorang menyebut namanya dari luar ruangan.

"Iya bentar, Pal!" teriaknya sambil menuliskan beberapa huruf lagi dengan terburu-buru. Selepasnya, Angkasa langsung berlari keluar dari ruangan, mengejar Naufal yang sudah jalan bersisian dengan seorang temannya yang lain, Aji.

Angkasa mengekor sambil terus mengedarkan pandangannya di sekitar selasar sampai ke kantin. Gedung yang baru ditempatinya dua hari ini masih terasa benar-benar asing.

"Lo makan enggak, Sa?" pandangan Angkasa langsung tertuju kepada Naufal di depannya begitu suaranya kembali terdengar ke gendang telinganya. "Gue sama Aji mau makan," lanjut Naufal sambil berjalan menuju kedai penjual bakso.

"Makan deh. Tapi gue makan nasi goreng aja," balas Angkasa kemudian berjalan ke arah kedai penjual nasi goreng. Naufal hanya merespons dengan acungan jempolnya, lalu melanjutkan jalannya bersama Aji.

Dan ini adalah pertama kalinya Angkasa datang ke kantin di gedung sekolah tempatnya menumpang ini.

Yang Angkasa lihat, ada beberapa piring nasi goreng yang sudah disediakan. Sang penjual yang melihat Angkasa juga langsung menawarkan, sehingga Angkasa yakin kalau memang semestinya ia langsung mengambilnya, dan bertanya, "Berapa, Pak?"

"Enam ribu aja, Mas," jawab bapak berkaus putih tersebut sambil terus menyiapkan piring-piring nasi lainnya. Angkasa hanya mengangguk-angguk, kemudian mengeluarkan dua lembar uang dengan nominal lima ribu dan dua ribu rupiah.

"Waduh, enggak ada seribuan, nih. Kembaliannya berdua aja ya Mas. Ini nih, sama Nana." Selembar dua ribu rupiah diberikan bapak tersebut, tapi tidak ke tangannya, melainkan ke tangan gadis yang berdiri di sebelahnya. Mau tidak mau, Angkasa mengangguk, meski tidak kenal siapa Nana yang disebut.

Kedua insan yang uang kembaliannya digabung itu sama-sama melangkah keluar guna menghindari keramaian. Keduanya saling tatap. "Lo anak Nusa?" tanya gadis tersebut. Angkasa mengangguk. "Yah, susah dong gue balikin duitnya. Besok deh, kalau ketemu dan gue ada uang, gue kembaliin ya."

Sekali lagi Angkasa mengangguk tanpa berkata apapun. Sejurus sebelum gadis itu berbalik badan dan pergi menuju meja di mana teman-temannya berkumpul, Angkasa melihat nama yang tertulis di seragamnya: Mona Arisa.

Angkasa ingat nama itu. Gadis itu duduk di meja yang sama dengannya, yang meninggalkan catatan untuk tidak menyontek kepadanya.

"Woi, Sa! Bengong aja. Buruan sini, keburu bel!" untuk yang ketiga kalinya hari ini, suara Naufal membuat Angkasa dengan sigap menoleh, memandang laki-laki yang sudah menempati salah satu meja bersama Aji. Angkasa hanya terkekeh-kekeh sambil melangkah menuju meja yang ditempati dua temannya tersebut. "Siapa tuh?"

Angkasa menggeleng, "Anak sini. Tadi beli nasi goreng enggak ada kembalian, terus dikasih dia uangnya. Ya udah."

Aji mengangguk-angguk sambil menyantap bakso di mangkuknya dengan lahap. "Boleh juga, Sa," katanya.

Tangan Angkasa mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Sejenak ia mengunyah makanan di dalam mulutnya, lalu merespons Aji, "Apaan sih, Ji."

"Ya elah, Sa. Bisalah lirik sekali-sekali. Masa iya Aji udah gonta-ganti cewek, lo masih mau sendiri. Iya kan, Ji?" balas Naufal sambil menyikut Aji. Aji mengangguk mantap, seolah-olah ia bangga dengan fakta bahwa dirinya senang bergonta-ganti pacar. "Nikmatin aja masa-masa sekolah. Mumpung masih ada lebih dari dua tahun."

Angkasa tertawa renyah. "Masa-masa SMP dan SMA bukan cuma buat pacaran kali, Pal. Gue punya cita-cita. Sukses aja dulu, nanti juga cewek yang pada nge-chat duluan," balas Angkasa tak mau kalah.

Naufal hanya tertawa, disusul oleh Aji, tapi Angkasa tetap diam. Sejurus setelahnya, meja mereka kembali hening. Ketiganya sama-sama sibuk dengan makan siang masing-masing, hingga usai dan ketiganya kembali ke ruang ujian.

✦ - ✦ - ✦

"Angkasa Putra Perkasa." Panggilan tersebut membuat Angkasa lantas menaruh stik PS yang sejak satu jam lalu digenggamnya. "Kebiasaan ya kalau habis makan tuh piringnya ditinggal di meja makan. Kamu pikir Bunda ini pegawai KFC yang beresin ginian?"

"Iya, iya, Bun. Asa lupa," kilahnya sambil berjalan menuju ke meja makan, kemudian menuruti keinginan ibunya, menaruh piring di tempat yang semestinya.

Sang Bunda menggeleng-gelengkan kepalanya. Wanita itu berdecak sebal kemudian. "Habis makan tuh langsung dibawa ke belakang, masa iya lupa sih. Lagian kamu tuh lagi ujian kok main terus. Nanti kalau Ayah tau dan protes, Bunda enggak mau nolongin kalian loh ya."

Angkasa tidak memberikan respons apapun. Kedua kakinya membawa Angkasa meninggalkan dapur dan ruang tengah, bergerak menuju lantai kedua di mana kamarnya berada. Dan sepanjang ia melangkah, yang terdengar di telinganya selain ocehan Bundanya adalah tawa sang kakak yang masih asyik dengan permainannya.

"Anggara, kamu juga. Siang malam main terus. Dilarang main PS malah nyalain komputer. Di sekolah pasti juga kamu main HP terus." Kali ini tawa Angkasa yang pecah sejadi-jadinya, menertawai balik kakaknya yang dalam hitungan detik langsung menjeda permainannya, dan memilih untuk menyudahinya.

Anggara lantas merapikan PS dan mematikan televisi di ruang tengah. Ia langsung mengekori Angkasa ke dalam kamarnya lalu mencabut ponselnya yang tengah dicas. "Ayo, Sa, push rank," ujar Anggara sambil berbaring di ranjang adiknya.

"Enggak ah, males gue, lo mainnya cacat," ejek Angkasa tanpa berpikir panjang. "Lo tuh cocoknya main tetris sama zuma, Mas."

Mendengar adiknya bicara begitu, Anggara langsung menjitaknya. Namun ia melanjutkan keinginannya sendiri untuk bermain game di ponselnya, tanpa ditemani Angkasa yang akhirnya lebih memilih untuk membuka buku dan membacanya meskipun sesekali mendengar sang kakak bersorak atas kemenangan maupun kekalahannya.

"Mas, lo kalau main berisik banget. Kayak enggak punya kamar sendiri aja," ujar Angkasa dengan geram. Namun Anggara tetap tak acuh. Permainannya berlanjut tanpa mengindahkan komentar-komentar Angkasa selanjutnya, hingga Angkasa pada akhirnya memutuskan untuk angkat kaki dari kamarnya sendiri, masuk ke kamar di sebelahnya yang mana adalah kamar Anggara.

Selang dua jam, Angkasa sudah menutup rapat dan menjauhkan buku dari jangkauannya. Kini bukan lagi bukunya yang Angkasa genggam, namun berganti ponsel. Dan tidak berbeda dari Anggara, Angkasa juga mulai memainkan game.

Sampai jam dinding di kamar Anggara menunjukkan pukulsebelas lebih dua puluh, Angkasa bisa melihat bahwa lampu di kamar sebelahmasih menyala, yang mana artinya Anggara pasti masih bermain. Alhasil Angkasamemilih untuk mematikan lampu kamar Anggara, menempati kamarnya untuk tidur.    

an: yuhuu! akhirnya cerita ini di-up juga setelah berbagai kesibukan tidak terduga. hahaha.

tenang, kansa udah selesai nulis ceritanya, tinggal doain aja semoga bisa update cepet terus. hehe.

Moon and Her SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang