As You Wish: BAB 21

1.6K 174 39
                                    

Sudah sepuluh menit Angkasa menyisir rambutnya sambil berhadapan dengan cermin besar di lemari pakaian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah sepuluh menit Angkasa menyisir rambutnya sambil berhadapan dengan cermin besar di lemari pakaian. Rambutnya sudah rapi sejak menit ketiga, namun Angkasa tetap tak berhenti mempertemukan sisir dengan rambutnya. Permainan truth or truth semalam membuatnya menyesal sudah mengiakan ajakan bermain.

Seharusnya pengakuan itu tidak pernah Angkasa sampaikan pada Mona.

Laki-laki itu menghela napasnya dengan berat. Tangannya yang masih menggenggam erat sisir biru miliknya, kini melempar benda tersebut ke arah nakas untuk kemudian jatuh ke lantai. Segera Angkasa mengambil ranselnya di balik pintu, lalu beranjak pergi meninggalkan rumah.

Angkasa yakin ia harus melakukan sesuatu, cepat atau lambat. Mona harus percaya kalau Angkasa sudah tidak menyukai Dara sama sekali. Mona harus menghapus segala keraguan yang dimilikinya. Tapi, bagaimana caranya?

Pertama, mungkin dengan cara Angkasa menjaga jarak sejauh-jauhnya dari Dara. "Bener juga," gumam Angkasa, menanggapi ide yang baru saja muncul dari dalam benaknya. Laki-laki itu berhenti melangkah sesaat setelah mengambil sepasang converse putih di rak sepatu. Tangannya lantas merogoh saku celana, mengambil ponselnya, kemudian mencari kontak bernama Aidara Amelia di aplikasi LINE.

Blocked.

Senyum di wajahnya tercetak untuk beberapa saat. Laki-laki itu kembali menyakukan ponselnya, kemudian segera mengenakan sepatunya sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan rumah bersama Satria oranye miliknya.

Motornya melaju cepat membelah jalan raya, hingga tiba di depan rumah yang selama bertahun-tahun ini tidak asing di matanya.

Angkasa turun dari motornya, membunyikan bel, kemudian melihat seorang gadis buru-buru membuka pintu dengan penuh antusias. "Ih, lo kepagian! Gue baru bangun!" ujarnya. "Sini, masuk dulu. Gue belum mandi, tau."

Senyum Angkasa mengembang. Laki-laki itu tidak berkata apapun, melainkan langsung membuka pagar dan masuk. "Gue sengaja aja dateng pagi. Mau ngajak lo sarapan bubur ayam di depan," kata Angkasa sambil melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

Sementara gadis yang menerima kehadirannya tersebut terdiam sejenak, memandangi Angkasa. "Tumben ya, seorang Angkasa Putra Perkasa ngajak pacarnya sarapan bareng," balasnya sambil berbalik dan melangkah pergi. "Tunggu dulu. Gue mau mandi. Nggak boleh ikut, nggak boleh ngintip. Bye."

Sambil menyaksikan punggung Mona yang semakin jauh, Angkasa pun duduk di sofa ruang tengah. "Terus lo nggak ada niat buat ambilin pacar lo ini minum?" ujar Angkasa.

Langkah Mona lantas terhenti. Gadis itu berdecak. "Lo kenapa nggak ingetin dari tadi, sih? Gue udah setengah jalan ke lantai atas, liat nggak?" balasnya. Merespons kekesalan Mona, Angkasa hanya terkekeh sambil mengedikkan bahu. "Ambil sendiri aja lah. Gue mau mandi."

Selepas bicara begitu, Mona benar-benar melanjutkan langkahnya, meninggalkan Angkasa sendirian di ruang tengah bersama televisi yang sudah menyala entah sejak kapan.

Moon and Her SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang