As You Wish : BAB 11

2.1K 201 76
                                    

Angkasa sudah menghabiskan waktu hampir satu jam memainkan Mobile Legend di ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa sudah menghabiskan waktu hampir satu jam memainkan Mobile Legend di ponselnya. Lima menit lalu, ia baru saja mengirimkan pesan ke grupnya bersama Aji dan Naufal. Angkasa mengundang keduanya untuk hadir bersamanya di kafe yang sedang disinggahinya kini. Ada yang perlu Angkasa bicarakan malam ini, setelah dua jam lalu ia bicara dengan Randi.

Tiga puluh menit berselang, yang Angkasa undang datang bersamaan. Keduanya lantas ambil posisi duduk di meja yang Angkasa tempati, kemudian Aji memberi pertanyaan tanpa berbasa-basi, "Apa lagi? Mona dan Dara? Bulan dan bintang yang lo keluhin setiap hari di grup?"

Tak bisa bohong, Angkasa mengangguk. "Mereka berantem gara-gara gue," aku Angkasa sambil menyandarkan badannya ke punggung kursi bak orang begitu lelah. "Gila ya, kenapa sih cewek tuh?"

Aji dan Naufal saling tatap begitu lama, seolah-olah mereka tengah bertukar pikiran. Setelah Aji mengangguk, yang tidak Angkasa mengerti maksudnya, kedua laki-laki itu menoleh kepada Angkasa. Membuat Angkasa semakin bertanya-tanya maksud dua manusia ini bersikap aneh di depan matanya.

"Gue mau nanya dulu deh, Sa," ujar Naufal dengan begitu serius. Angkasa hanya balik menatap laki-laki itu tanpa mengatakan apapun. Menatapnya pun dengan begitu malas. "Lo suka sama Dara atau sama Mona?"

Lama Angkasa terdiam setelah pertanyaan itu Naufal berikan. Meja yang mereka tempati pun benar-benar hening. Aji dan Naufal sama-sama fokus mengamati ekspresi Angkasa.

"Wey!" Aji mengetuk meja di hadapannya, membuat lamunan Angkasa lantas buyar. "Jangan bikin gue sama Naufal mati penasaran di sini, ya, Angkasa. Apalagi kalau belum tau lo sebenarnya suka sama Mona atau Dara."

Angkasa menggeleng. "Complicated banget. Gue mau mengakui kalau gue sayang sama Mona, tapi setelah jadian sama Mona, gue justru ngerasa kayak ... nggak bahagia aja, gitu. Rasanya aneh karena gue harus bahagia dengan cara tutup mata kalau banyak hati yang patah."

Melihat Aji dan Naufal sama-sama diam, Angkasa lantas mengacak-acak rambutnya. Angkasa tahu Aji dan Naufal tidak mengerti maksud ucapannya barusan.

Sambil mengerlingkan matanya, Angkasa menegapkan tubuhnya. "Gini loh, teman-teman gue," ujar Angkasa, membuat Aji dan Naufal siap-siap pasang telinga. "Gue sayang sama Mona, tapi gue nggak bahagia sama dia."

"Kenapa nggak bahagia?" tanya Aji.

Angkasa merasa seperti dijebak. Laki-laki ini benar-benar tidak tahu harus menjelaskan apa kepada keduanya, sebab Angkasa pun tidak mengerti perasaannya sendiri.

Angkasa memang menyayangi Mona, tapi ketika bersama dengannya, Angkasa tidak tahu setan mana yang selalu membisikkannya untuk jangan merasakan kebahagiaan apapun. Kemudian setan selalu menang. Angkasa tidak berbahagia sama sekali sekarang.

Jauh di dalam hatinya pula, Angkasa tidak mengerti kenapa Angkasa menginginkan Dara di sisinya, bukan Mona. Angkasa ingin mengembalikan Mona kepada Randi, dan merebut kembali Dara dari sisi Randi.

Serumit itu hatinya.

Angkasa menarik napas perlahan. Ia menjelaskan kepada Aji dan Naufal apa yang akhir-akhir ini sedang dihadapinya. Menceritakan kenapa Dara dan Mona bisa sampai berkelahi, menceritakan bagaimana kedekatan Dara dengan Randi, juga menceritakan kepada mereka, tantang Randi yang mengadu pada Angkasa soal Dara.

"Lo sadar nggak sih, kalau pacar lo toxic?" tanya Naufal begitu Angkasa menyelesaikan laporannya. Baik Aji maupun Angkasa kini terdiam. Dalam hati Angkasa mengiakan pertanyaan Nuafal. Namun otaknya tetap mengatur mulut Angkasa untuk menjaga nama baik pacarnya.

"Sebenarnya lo kasar sih, Pal, ngomong kayak gitu to the point," ujar Aji sebelum Angkasa sempat memberikan balasan apapun. "Meskipun menurut gue juga begitu ya, Angkasa. Dari lo belum jadian sama Mona aja, sebenarnya dia udah toxic. Mungkin lo nggak sadar karena lo terlalu terbawa euforia?"

Angkasa diam.

"Sa, Mona itu nggak sayang sama lo," tutur Aji.

"Kok lo bisa bilang begitu, Ji?" tanya Naufal.

"Jelas, lah," balas Aji. Wajahnya berubah serius. "Kalau dia sayang sama lo, dia akan membiarkan lo bahagia, walaupun bahagianya nggak sama dia."

Pikiran Angkasa semakin campur aduk. Segala macam pikiran negatif mulai merasuki benaknya. Angkasa menyetujui pendapat Aji barusan. Benar. Seharusnya Mona membiarkan Angkasa bahagia. Toh selama ini, Mona sudah berbahagia bersama Randi, kan?

"Setiap lihat dan diajak komunikasi sama Mona, gue selalu kebayang, gimana rasanya jadi Randi yang sekarang selalu jadi prioritasnya. Gue masih mau ada di posisi itu meskipun gue, pada awalnya nggak pernah berani lakuin apapun buat ngerusak mereka," ujar Angkasa. Dalam hati, meski mengiakan pendapat Aji, Angkasa tetap ingin membela Mona meski hanya sedikit.

Angkasa benar-benar tidak mengerti jalan pikirannya sendiri. Hati dan otaknya tidak bekerja sama dengan baik.

"Tapi pada saat yang sama, lo juga udah nyaman sama Dara, kan, Angkasa?" tanya Naufal. Semua ini benar-benar jebakan. Angkasa tidak punya jawaban apapun. Dalam hati Angkasa mengiakan. Namun jauh lebih ke dalam, hatinya tetap berkata kalau ia sayang Mona. "Lo cuma excited sesaat sama Mona, jangan berprasangka pada diri lo sendiri."

Angkasa membenarkan pernyataan Naufal. Ia sadar betapa dirinya excited ketika pertama kali mendengar kabar bahwa Mona berada di kampus yang sama dengannya. Kabar kecil yang membuat semangatnya begitu menggebu-gebu, pada awalnya.

Padahal jauh di balik itu, yang Angkasa tidak sadari adalah sebenarnya, ia tidak lagi menyukai Mona. Angkasa sudah tidak menyukai bulannya.

+ + +

Monarisa left the group.

Intania Putri : Ada apakah gerangan?

Arabel : Lah Mona kenapa?

Intania Putri : Gue nanya malah ditanya balik.

Arabel : Dih, hoki aja pesan lo kekirim duluan.

Dhania Lisa : Dar Mona kenapa? @Aidara Amelia

Aidara Amelia : ?

Dhania Lisa : Lo kan sekampus. Kali aja tau.

Aidara Amelia : G.

Aidara Amelia left the group.

Dara melempar ponselnya ke sembarang arah, kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah bantal. Belum satu jam Randi meninggalkan pelataran rumahnya, tapi pikiran itu sudah menghantuinya lagi. Mona, Mona, Mona.

Sekarang Dara bertanya-tanya sendiri, ini sebenarnya salah siapa?

Dara tidak pernah berdoa dan meminta kepada Tuhan untuk dipertemukan dengan Angkasa Putra Perkasa. Dara juga tidak pernah meminta laki-laki itu untuk dekat dengannya. Bahkan ketika Dara merasa nyaman dengannya, Dara tidak pernah berharap Angkasa memiliki perasaan terhadapnya.

Satu lagi, Dara tidak pernah meminta Randi hadir di dalam hidupnya.

Semua orang kini merusak pelanginya.

Dara tidak tahu siapa yang harus disalahkan. Angkasa karena ia dekat dengan Dara sebab ingin kembali menemui Mona? Mona karena sudah memiliki Angkasa tapi masih mengekang Randi? Randi karena laki-laki itu mendekati Dara? Atau dirinya sendiri karena ia tidak tahu diri dengan cara jatuh hati pada laki-laki yang Mona sukai?

Dara tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Perasaannya kandas sebelum dibangun. Persahabatannya rusak hanya karena masalah sepele begini.

Sebenarnya, ini salah siapa?

Moon and Her SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang