Bab 3. Horor di Kelas Pak Arjuna

352 26 1
                                    


“Maaf, Pak. Saya terlambat,” ucap seorang mahasiswi, yang dulu bajunya pernah tidak sengaja tertumpah teh oleh Jasmine, dengan wajah penuh penyesalan. Belakangan Jasmine mengetahui kalau namanya Mita. Setelah itu dia membuka pintu semakin lebar dan melangkah masuk ke dalam. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan untuk mencari teman yang sudah mengambilkan tempat duduk untuknya.

“Keluar kamu!” ucap Pak Arjuna dengan kejam.

Mita langsung tersentak. “Ta-tapi, Pak? Tadi mobil saya mogok. Jadi saya ga sengaja datang terlambat, Pak,” ucapnya dengan wajah memelas.

“Saya tidak perduli. Peraturan di kelas saya ialah mahasiswa dilarang datang terlambat. Sekarang Anda silakan keluar karena saya ingin memulai pelajaran hari ini.” Sesudah mengucapkan itu, Pak Arjuna langsung mengubah arah pandangnya dari pintu kelas ke arah mahasiswa yang ada di hadapannya.

Merasa tidak ada harapan untuk bisa mengikuti pelajaran, Mita memutuskan untuk keluar dan menutup pintu kelas dengan wajah kesal sambil mengutuk Pak Arjuna di dalam hatinya.

Mahasiswa lain di dalam kelas memiliki pendapat masing-masing terhadap kejadian yang baru saja terjadi. Ada yang menyetujui tindakan dosen tersebut, ada yang takut terhadap kekejaman Pak Arjuna, dan ada juga yang merasa Pak Arjuna terlalu sombong sebagai seorang dosen.

“Harap semuanya ingat. Seperti penjelasan saya di masa orientasi kemarin, kelulusan kalian di kelas tidak hanya dilihat dari nilai tugas, Ujian Tengah Semester (UTS), dan Ujian Akhir Semester (UAS), melainkan juga dari absensi kehadiran. Kalau kehadiran kalian tidak mencapai 75% maka kalian akan langsung dinyatakan tidak lulus. Jadi tolong berhati-hati dan pastikan kalian tidak terlambat datang di kelas saya.”

Mendengar penjelasan Pak Arjuna barusan, Jasmine langsung merasa was-was. Dia segera mencatat di buku jadwal untuk tidak pernah terlambat di kelas Pak Arjuna. Kalau perlu dia akan bangun lebih pagi dibanding hari-hari yang lain. Jasmine tidak mau dia sampai tidak lulus mata kuliah ini, karena itu bisa berdampak pada hilangnya beasiswa yang dia miliki. Bahaya!

“Sekarang kita lanjut membahas peraturan ketiga. Kalian dilarang menyontek untuk tugas dan ujian. Bagi yang ketahuan, akan langsung saya coret namanya dari daftar absen, baik yang memberi contekan atau yang menyontek. Kalian dilarang juga melakukan plagiasi tugas. Saya akan langsung tahu bila kalian melakukan itu. Jadi tolong kerjakan tugas sendiri-sendiri.”

Oke, Jasmine setuju dengan peraturan yang ini. Dia sendiri tidak suka memberi contekan kepada orang lain. Apa lagi jika dia sudah belajar hingga tengah malam. Kalau mau dapat nilai bagus, ya, belajar, dong!

“Peraturan keempat, dilarang ke toilet kecuali kalian betul-betul sudah tidak  tahan lagi. Soalnya saya susah konsentrasi mengajar jika ada yang mondar-mandir di kelas. Kalau pun terpaksa, tolong ijin dulu pada saya. Yang keluar tanpa ijin akan langsung saya anggap tidak hadir di hari itu.”

Duh, bagaimana, ya, jika Jasmine di hari kuliah Pak Arjuna sedang terkena penyakit buang-buang air? Masa dia harus berkali-kali minta ijin? Pasti dia akan malu banget. Namun, sudahlah, apa pun akan Jasmine lakukan supaya bisa mempertahankan beasiswanya. Tanpa itu, dia tidak akan bisa kuliah karena uang penghasilan ibunya hanya cukup untuk makan mereka sehari-hari. Bahkan kadang mereka harus menahan lapar jika jualan kue ibunya sedang sepi pembeli.

“Baik. Sekarang saya akan memperkenalkan diri saya. Nama saya Arjuna Dwi Wicaksana. Peminatan saya di bidang klinis dan penelitian sosial. Kalian bisa memanggil saya Pak Arjuna,” ucap Pak Arjuna sambil memandang wajah mahasiswanya satu persatu dengan wajah datar.

Seandainya saja Pak Arjuna memperkenalkan dirinya sambil tersenyum ramah, dia pasti akan terlihat lebih ganteng.

Apa? Ganteng? Sadar Jasmine, sadar! Kamu harus fokus kuliah!

“Apa ada pertanyaan lagi? Kalau tidak kita akan memilih ketua kelas dan wakil ketua kelas. Nantinya mereka akan membantu saya fotokopi buku untuk kalian, membantu memberikan informasi apapun dari saya, dan juga mengumpulkan tugas. Saya butuh satu perempuan dan satu laki-laki. Yang bersedia tunjuk tangan.”

Kelas langsung hening. Semua orang tidak mau berurusan dengan dosen kejam seperti Pak Arjuna, mekipun hanya sebagai ketua kelas dan wakilnya.

“Kalau tidak ada yang mengajukan diri maka akan saya tunjuk. Sebentar saya ambil daftar hadirnya.” Pak Arjuna berjalan ke meja untuk mengambil tumpukan kertas untuk absensi. Setelah itu dia kembali ke posisi berdirinya semula, di tengah.

“Oh, ya, saya lupa satu hal. Perihal absen, saya minta kalian tidak ada yang memiliki kebiasaan menitip absen pada temannya. Kalau ketahuan itu terjadi di kelas saya, maka mahasiswa itu akan langsung saya anggap gagal di mata kuliah saya.”

Lagi-lagi, peraturan kedisiplinan yang lain. Jasmine, sih, tidak takut, tapi rasanya teman-teman yang lain tidak berpikir demikian. Semua mahasiswa langsung mengerti kenapa Pak Arjuna sampai bisa mendapat julukan macan kampus atau dosen killer nomor wahid. Peraturannya saja banyak banget. Belum mulai belajar rasanya sudah lelah harus menghapal semua peraturan ketat Pak Arjuna. Mana hukumannya juga langsung dianggap tidak lulus.

Korting dikit, napa, Pak? Sungut semuanya dalam hati.

Pak Arjuna membolak-balik kertas. Dia sedang memilih nama yang sekiranya cocok menjadi ketua dan wakil kelas.

“Andre!” panggil Pak Arjuna sambil memandang para mahasiswa di hadapannya.

Terdengar suara seorang mahasiswa menjawab panggilan Pak Arjuna. “Andre enggak masuk, Pak. Sakit.”

“Siapa itu yang menjawab? Tolong angkat tangan.”

Sebuah tangan dari baris paling belakang terangkat perlahan. Pemiliknya seorang laki-laki berkaca mata. “Saya, Pak.”

“Kamu mahasiswa baru, ya? Peraturan lain di dalam kelas saya. Mulai sekarang, tolong yang mau menjawab pertanyaan mengangkat tangan terlebih dahulu. Supaya saya tahu siapa yang menjawab. Kelas saya selalu penuh soalnya.”

Jasmine mengedarkan pandangan ke seisi kelas. Ternyata kelas ini juga dihadiri oleh mahasiswa senior dari angkatan atas. Apa betul rumor yang dia dengar kalau Pak Arjuna biasanya hanya meluluskan setengah dari isi kelas? Duh, bahaya nih.

“Baik, Pak,” jawab mahasiswa itu.

“Nama kamu siapa?”

Mahasiswa itu langsung menjawab. “Saya Brian, Pak.”

“Oke, Brian kalau begitu, kamu saja yang jadi ketua kelasnya. Kamu bersedia kan?” tanya Pak Arjuna dengan wajah tidak mau dibantah.

Pak, itu nanya atau perintah, sih?

“Baik, Pak,” ucap Brian lesu. Wajahnya menunjukkan kalau dia baru saja mendapatkan kesialan yang besar. Namun, yah, siapa juga yang akan senang jika ditunjuk menjadi ketua kelas jika dosennya killer seperti Pak Arjuna?

“Baik, kalau begitu saya akan pilih mahasiswi perempuan untuk menjadi wakilnya.”

Semua kepala mahasiswi terlihat menunduk. Mereka semua sedang berdoa semoga bukan mereka yang terpilih. Sedangkan para mahasiswa, selain Brian tentunya, merasa lega karena bukan mereka yang menjadi ketua kelas.

Di  tempat duduknya, Jasmine juga menunduk. Namun, bukan karena takut seperti yang lain. Ponselnya dari tadi bergetar. Siapa, ya? Padahal tidak banyak yang memiliki nomor ponselnya.

Dengan gerakan perlahan supaya tidak menarik perhatian Pak Arjuna, Jasmine membuka tas kecil khusus menyimpan ponsel yang ada di pangkuannya dan mengintip sedikit layar ponsel yang untungnya sudah berhenti bergetar.

Jasmine melihat ada pesan masuk. Cepat-cepat dia buka aplikasi whatsapp. Isi pesan yang dia baca sontak membuat tangannya bergetar dan matanya memanas menahan tangis.

Dia harus segera pulang!

❤❤❤❤❤❤❤

Duh aduh. Siapa sih yg kirim pesen 😭😭😭

 
Jakarta, 9 Mei 2021


Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now