Bab 18. Surat Peringatan

270 12 2
                                    

Acara ulang tahun di kafe akhirnya selesai sudah. Tamu-tamu lain juga sudah beranjak pergi. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, yang artinya sudah jam tutup kafe.

Piring dan cup gelas sekali pakai memenuhi meja-meja. Tidak semuanya kosong. Banyak tamu yang ternyata menyisakan makanan dan minumannya. Rasa kesadaran untuk menghemat sumber daya alam memang sedikit menurun belakangan ini. Banyak orang yang merasa memiliki uang memesan makanan dan minuman banyak-banyak lalu tidak dihabiskan. Toh, itu mereka. Selalu begitu alasan yang dipakai.

Padahal semua orang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap bumi yang mereka tinggali. Dengan tidak menghamburkan makanan dan minuman artinya mereka sudah menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada. Lagipula di luar sana juga masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Seharusnya makanan dan minuman tersebut akan lebih baik jika diberikan untuk mereka yang membutuhkan, daripada hanya berakhir di tempat sampah.

“Sonia, aku bereskan cup plastik dan piring kotor. Nanti kamu bagian lap-lap meja saja, ya,” ucap Jasmine pada Sonia yang terlihat sibuk menghitung uang dari mesin kasir. Sonia hanya mengangguk sebagai jawaban supaya konsentrasinya saat menghitung tidak buyar. Bisa gawat kalau dia terpaksa menghitung semuanya dari awal.

Setelah berkata demikian, Jasmine langsung membawa plastik sampah berukuran besar berwarna hitam. Dia langsung memasukkan cup-cup plastik dan tisu bekas ke dalam plastik sampah. Kemudian Jasmine membawa troli untuk mengangkut piring-piring kotor dan membawanya ke dapur. 

Setelah selesai mencuci piring, Jasmine melap tangannya yang basah di celemek. Setelah itu dia beberes dan bersiap masuk ke ruangan Bos Deryl. Jantung Jasmine berdegup kencang saat dia berada di depan pintu berwarna coklat. Selama bekerja dia belum pernah dipanggil seperti ini. Jasmine tahu pasti ini karena keterlambatannya beberapa kali.

Sejak dihukum oleh Arjuna, memang Jasmine beberapa kali terlambat datang bekerja. Ada saja masalahnya seperti hujan deras hingga dia terpaksa harus berteduh dulu supaya kertas kuesionernya tidak basah. Pernah juga karena dia lebih memilih naik ojek motor daripada bus. Saat itu dia sudah hampir terlambat, jadi ojek harusnya lebih cepat. Eh, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, ban motor ojeknya terkena paku dan kempis. Untung abang ojek menawarkan Jasmine untuk diganti temannya, tapi tetap saja Jasmine harus menunggu. Belum lagi kejadian lainnya.

Kenapa, sih, dia harus mengalami kejadian seperti ini? Padahal dia sudah berkomitmen menyelesaikan hukumannya yang tinggal lima belas hari lagi. Rasanya semakin hari semakin berat. Ada saja masalahnya.

Jasmine mengetuk pintu perlahan sambil merapalkan doa di dalam hatinya. Semoga dia tidak dipecat!

“Masuk!” Terdengar suara Bos Deryl dari dalam ruangan.

Jasmine melangkah masuk menuju ruangan kecil yang terlihat nyaman. Dilihatnya Bos Deryl sedang duduk di belakang meja besar berwarna coklat.

“Duduk Jasmine.” Deryl menunjuk bangku hitam yang terletak di depan mejanya.

Dengan takut-takut Jasmine duduk. Dia lalu memainkan gelang kain di pergelangan kanan seperti biasa jika dia gugup.

“Kamu ini sudah terlambat empat kali dalam waktu dua minggu sejak kamu kerja. Kalau begini terus bagaimana, Jasmine? Kasihan Sonia harus back up kerjaan kamu terus. Mana belakangan kafe juga sering rame.”

Jasmine menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Maaf, Bos. Saya tahu saya salah.” Ingin rasanya Jasmine membela diri tapi Jasmine sadar, apapun alasan yang Jasmine kemukakan tetap tidak akan membuatnya lepas dari kesalahan itu. Tetap saja dia sudah mengecewakan bosnya dengan datang terlambat terlampau sering. Apalagi dia pegawai baru.

Deryl mengembuskan napas melihat Jasmine yang hanya meminta maaf sambil menunduk. Dia agak bingung karena menurut pengalamannya, tidak ada pegawai yang melakukan kesalahan lalu hanya diam saja. Biasanya mereka akan sibuk membela diri dengan mengemukakan alasan yang entah benar atau tidak.

Setelah berpikir sejenak, Jasmine mengangkat kepalanya lalu memberanikan diri berkata, “Tolong jangan pecat saya, Bos. Saya butuh pekerjaan ini. Bos Deryl boleh memberikan hukuman apa saja kepada saya. Bisa dengan pemotongan gaji, berkurangnya uang kerajinan, atau apa saja. Tapi tolong jangan pecat saya.” Jasmine menangkupkan kedua tangan di depan dada lalu menatap wajah Bos Deryl berharap ada sedikit belas kasihan di sana.

Deryl mengurut pelipisnya. Dia bingung membuat keputusan untuk Jasmine. Sebetulnya Jasmine ini anak yang rajin. Sebelum dia terkena hukuman dari dosennya, tidak pernah sekali pun Jasmine datang terlambat.

Jasmine juga jujur. Selama dia memegang kasir, uang selalu utuh. Tidak seperti pegawai-pegawai lain yang ada saja pernah kedapatan mencuri uang kas. Sulit jaman sekarang mencari pegawai yang jujur dan rajin seperti Jasmine.

Setelah mempertimbangkan untung dan ruginya, Deryl menghela napas. Semoga keputusannya ini membawa kebaikan bagi semua pihak.

“Oke, jadi begini Jasmine. Saya akan memberikan kamu surat peringatan. Anggap saja ini sebagai pengingat untuk kamu supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Jika kamu melakukan kesalahan terus, terpaksa saya tidak bisa mempertahankan kamu di sini. Semoga kamu paham, ini bukan karena saya tidak suka kamu secara pribadi. Melainkan demi keberlangsungan hidup kafe saya.”

Jasmine menganggukkan kepala cepat. Air mata sudah mengintip di sudut mata karena rasa terharunya. Jasmine tidak menyangka dia masih diberikan kesempatan. Senyum lebar merekah di bibirnya.

“Terima kasih, Bos. Terima kasih banyak. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang Bos berikan. Ditanbah lagi hukuman dari dosen saya sudah hampir selesai. Terima kasih banyak, Bos.”

Senyum lembut terpatri di bibir Deryl. “Ya sudah, kamu boleh pulang sekarang.”

Keluar dari ruangan Deryl, Jasmine mendapati Sonia sudah menunggu dengan perasaan cemas. Sonia tahu Deryl bukan orang yang sembarangan memanggil pegawai ke ruang kerjanya, kecuali memang kesalahannya sudah dianggap fatal.

“Bagaimana, Jas?” tanya Sonia.

Jasmine menjawab dengan wajah ceria. “Aku hanya mendapay surat peringatan saja, Son. Syukurlah.”

Sonia menjitak kepala Jasmine pelan. “Apanya yang syukurlah? Kamu tahu ga kalau itu artinya kamu hampir dipecat? Gimana, sih? Masih bisa senyum-senyum seperti itu. Dasar anak aneh!”

Jasmine tertawa keras. Hatinya tersentuh oleh kebaikan Sonia yang sudah mengkhawatirkan nasibnya. Padahal mereka belum lama kenal. “Aku lebih memandangnya sebagai sebuah kesempatan, Son. Surat peringatan artinya aku masih bisa bekerja di sini. Dan, intinya aku tidak dipecat. Lagian hukuman dari dosenku sudah mau selesai. Aku yakin setelah itu aku tidak akan terlambat lagi.” 

Sonia hanya bisa menggeleng sambil tersenyum. Baru kali ini dia bertemu orang seperti Jasmine, yang sangat positif dalam memandang hidup. Intuisinya tidak salah. Sejak bertemu pertama kali dengan Jasmine, dia langsung menyukainya.

“Oh, ya, Jasmine. Saat kamu membahas dosenmu itu aku baru ingat.”

Kening Jasmine berkerut mendengar Sonia membahas Pak Arjuna. “Ingat apa?”

“Katamu yang namanya Pak Arjuna galak dan resek? Lalu dia disebut dosen kejam di kampus?”

Kening Jasmine semakin berkerut mendengar arah pembicaraan Sonia yang tidak bisa ditebaknya. “Iya, betul. Kenapa, Son? Kok tiba-tiba bahas dia?”

                 




Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now