Bab 17. Pelecehan di Tempat Kerja

343 15 1
                                    

“Jasmine, kok kamu telat lagi, sih?” tanya Sonia dengan muka was-was. Pasalnya tadi bos Deryl sudah menanyakan Jasmine berkali-kali.

Dengan napas terengah-engah, Jasmine menjawab, “Iya, tadi lansia yang aku datangi sedang mandi, jadi aku harus menunggu cukup lama. Aku sudah tanya berkali-kali tapi selalu dijawab sudah mau selesai.” Jasmine menangkupkan kedua tangan di depan wajah. “Maafin aku, ya, Son.”

Sonia mengembuskan napas pelan. Dia sih sebetulnya tidak apa-apa. Apalagi kondisinya Jasmine sedang dihukum dosennya. Namun, Deryl kayaknya marah pada Jasmine.

Mendadak Deryl muncul dari ruangannya. “Jasmine, nanti setelah selesai kerja, masuk ke ruangan saya. Ada yang mau saya bicarakan.”

Jasmine tersentak mendengar suara Bos Deryl yang terdengar ketus di telinganya. “Baik, Bos.”

“Sekarang kamu siap-siap dan langsung bekerja. Dari tadi kafe lumayan ramai karena ada yang sedang berulang tahun.”

Jasmine bergegas menuju loker karyawan. Setelah itu dia mulai bekerja. Suasana kafe memang ramai sekali hari ini seperti kata Bos Deryl. Semua meja terlihat penuh, baik di bagian dalam maupun di luar. Setiap meja terisi oleh beberapa orang yang sedang bersenda gurau.

Tamu yang berulang tahun mengambil tempat di bagian dalam kafe di bagian kanan. Mereka terlihat menggabungkan beberapa meja kafe yang berbentuk bulat hingga memanjang. Kebanyakan para wanita mengenakan gaun selutut berbagai macam model dan warna. Sedangkan yang pria hampir semuanya mengenakan kemeja dan celana panjang.

“Khusus untuk mereka, kita layani seperti di restoran, Jasmine,” terang Sonia. “Mereka bebas memesan makanan dan minuman yang mereka mau. Nanti semuanya dicatat dan dibayar di akhir acara. Jadi kalau mereka memanggil kamu, datang saja dan catat pesanan mereka.”

“Oh, jadi mereka tidak perlu membayar dulu makanan dan minuman yang mereka pesan baru diantar, ya?” tanya Jasmine memperjelas.

Sonia mengangguk. “Betul. Terus kamu hari ini merangkap jadi pelayan, ya, Jas. Tamunya banyak soalnya. Kalau nanti meja mereka penuh, kamu bantu angkat gelas dan piring kosongnya juga.”

“Siap, Son.”

“Tuh, Jas, ada yang angkat tangan. Kamu ke sana dulu layani mereka. Aku di sini membuat minuman dan menjaga mesin kasir.”

Jasmine bergegas menghampiri tamu yang tadi terlihat mengangkat tangan memanggilnya. Seorang pria berusia sekitar awal 30 tahun, berkemeja batik lengan pendek, wajah tampan khas playboy, dan rambut pendek sedikit ikal yang dibiarkan berantakan.

“Ada yang bisa dibantu, Pak?”

Senyum lebar terkembang di wajah pria itu. Jasmine yakin banyak wanita yang tergila-gila pada pria ini hanya karena senyumnya itu. Sayangnya, Jasmine bukan wanita kebanyakan.

“Hai, cantik. Kamu pelayan baru, ya? Kok aku baru pertama kali lihat. Tau ada yang cantik gini, sih, aku akan rajin-rajin datang.”

Teman-teman pria itu langsung riuh melihat kelakuan temannya yang memang terkenal sebagai playboy. Beberapa langsung menyorakinya, sementara yang lain merasa malu melihat kelakuannya.

Jasmine merasa risi mendapat ucapan seperti itu. Mungkin niatnya pria itu menggombal supaya Jasmine senang. Namun, Jasmine malah muak.

Walaupun merasa tidak nyaman, tapi Jasmine tetap memasang senyum di wajah. Biar bagaimana pun, kan, dia pegawai di sini. Jadi sebisa mungkin Jasmine akan tetap ramah. Toh, tamu pria itu tidak menyentuhnya secara kurang ajar.

“Maaf, mau pesan apa?”

Pria itu bukannya menjawab malah menjulurkan tangan kanannya. “Nama saya Tommy, nama kamu siapa?”

Jasmine bingung. Jantungnya berdegup cepat. Demi kesopanan, dia seharusnya menyambut uluran tangan pria itu, tapi dia enggan. Rasanya juga dia tidak wajib memperkenalkan diri pada semua tamu. Tugasnya hanya melayani.

Di dalam kebimbangannya, ada sebuah tangan yang menyambut uluran tangan Tommy. “Tolong jangan ganggu dia, Tom. Dia itu mahasiswaku.”

Ternyata itu Pak Arjuna. Jasmine langsung merasa bersyukur. Jantungnya yang tadi berdegup kencang perlahan melambat.

 Orang-orang yang berada di meja itu semuanya langsung diam. Mereka semua bingung melihat tingkah Arjuna. Tidak biasanya Arjuna bertindak seperti itu. Arjuna yang sering tidak peduli pada orang lain, menyelamatkan seorang gadis dari godaan Tommy? Wah, ini sebuah kejadian langka!

“Oh, jadi dia mahasiswa kamu, Ar? Kalau begitu kamu tau, dong, namanya siapa?” Tommy masih terlihat senyum lebar. Tidak ada ketakutan sedikit pun di wajahnya menghadapi Arjuna yang sudah menatapnya tajam. Rasanya Tommy sudah gila kalau dia tidak bisa menangkap aura marah yang dikuarkan Arjuna.

Beberapa orang di meja mulai berbisik-bisik dan memasang taruhan. Siapakah yang akan menang dalam perdebatan ini, Tommy atau Arjuna?

Jasmine sendiri bingung melihat pertikaian yang terjadi di depan matanya. Jasmine melirik Sonia untuk meminta tolong. Syukurlah Sonia sedang melihat ke arahnya.

“Jasmine, tolong bantu aku di sini,” seru Sonia dengan suara agak keras.

Tanpa membuang waktu Jasmine langsung menyambar kesempatan itu. Dia sedikit membungkukkan badan sebelum pamit kepada dua orang pria dewasa di hadapannya. “Permisi, saya dipanggil teman saya.”

Sesudah berucap itu Jasmine berbalik dan berjalan secepat yang dia bisa. Masih terdengar di telinganya Arjuna berkata kepada pria yang mengaku bernama Tommy. “Tolong jauhi Jasmine. Jangan jadikan dia mainan kamu karena itu mahasiswaku. Aku memiliki tanggung jawab terhadap keselamatannya. Bermainlah dengan wanita lain, yang memang menjatuhkan tubuhnya kepadamu. Tapi jangan ganggu Jasmine!”

Jasmine rasanya terharu melihat dan mendengar pembelaan yang diberikan Arjuna kepadanya. Sebetulnya dia bisa saja membela dirinya tadi. Tangannya bahkan sudah bergetar karena menahan diri untuk tidak memukulkan nampan yang ada di pelukannya ke kepala pria itu. Sayangnya, dia bisa dipecat jika melakukan itu. Dia masih membutuhkan gaji dari tempat ini.

“Makasih, banyak, ya, Son,” ucap Jasmine sepenuh hati. “Kamu udah nolongin aku tadi.”

“Laki-laki itu kenapa? Kok kamu dikerubutin dua lelaki gitu? Yang satu dosen kamu, kan?”

Jasmine menceritakan yang dilakukan Tommy hingga aksi penyelamatan Arjuna terhadapnya. Sonia terlihat marah. “Biar kulaporkan kepada Bos Deryl. Tidak boleh ada pelecehan terhadap karyawan di tempat ini. Sudah kamu bertugas jadi kasir saja atau nanti kamu melayani meja lain. Jangan ke meja itu lagi.” Sonia berjalan hendak pergi meninggalkan Jasmine.

Jasmine marik siku kanan Sonia untuk menghentikan langkahnya. “Mau kemana, Son?”

“Melaporkan kasus ini kepada Bos Deryl. Jadi kalau orang itu berulah lagi, Bos akan membela kita. dari pada nanti salah paham. Orang seperti Tommy biasanya suka main play victim. Bahaya!” ucap Sonia yang langsung melangkah dengan hati penuh amarah menuju ruangan Bos Deryl.

Di sisa malam itu, Tommy tidak menyerah. Dia beberapa kali mengangkat tangannya untuk memanggil Jasmine. Dia juga melemparkan senyum beberapa kali jika Jasmine tidak sengaja melihatnya.

Beberapa kali Jasmine memang melihat ke arah meja mereka, tapi bukan untuk melihat Tommy melainkan untuk melihat Pak Arjuna. Jasmine belum berterima kasih. Memang, sih, Pak Arjuna sering membuat Jasmine kesal, tapi tadi dia sudah ditolong Pak Arjuna. Rasanya kekesalan Jasmine terhadap Pak Arjuna berkurang.

Pak Arjuna mungkin memang kejam untuk urusan akademis tapi buktinya dia tidak pernah bersikap kurang ajar seperti Tommy tadi. Pak Arjuna juga tidak pernah mengambil kesempatan saat mereka sedang berdua di dalam ruangannya.

Rasanya pandangan Jasmine terhadap Pak Arjuna sedikit berubah. Ternyata dia baik.





Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now