Bab 11. Hukuman Untuk Jasmine

322 16 5
                                    

“Pak, tapi bukan saya yang mengirim pesan tidak senonoh itu. Isi pesannya saja saya tidak tahu,” ucap Jasmine membela diri. “Di ponsel saya saja chat room kita masih kosong, Pak!” Jasmine menunjukkan layar ponselnya ke arah Pak Arjuna.

Pak Arjuna kemudian menyodorkan ponselnya ke arah Jasmine. “Coba kamu lihat ini. Buktikan dengan mata kepala kamu sendiri! Dan jangan coba untuk menghapusnya karena saya sudah melakukan screenshot.”

Jasmine mengambil ponsel yang disodorkan Pak Arjuna lalu membaca pesan itu dengan suara pelan. “Pak Arjuna, tolong luluskan saya dalam mata kuliah Psikologi Umum yang Bapak ajar. Saya akan membayarnya dengan tubuh saya.”

“APA???” teriak Jasmine. Wajahnya terlihat horor. Dilihatnya nomor pengirim pesan itu dan memang betul itu nomornya. Namun, bagaimana mungkin? Jasmine bahkan tidak merasa pernah mengetik pesan seperti itu.

“Tidak usah pura-pura tidak tahu Jasmine. Saya sudah sering melihat tingkah aneh-aneh para mahasiswa yang berharap lulus dari kelas saya,” ucap Pak Arjuna sinis. “Dan mulai hari ini kamu tidak perlu masuk ke kelas saya lagi. Kamu akan langsung saya anggap tidak lulus mata kuliah saya,” ucap Pak Arjuna dengan wajah dingin.

Jasmine tersentak. Rasa takut menyergap hatinya. Bila tidak lulus mata kuliah yang diampu oleh Pak Arjuna artinya dia harus mengulang semester depan. Bagaimana ini? Dia bisa kehilangan beasiswanya kalau tidak lulus tepat delapan semester. Tanpa beasiswa dia tidak akan bisa mewujudkan impiannya untuk membahagiakan Ibu.

Arrgghhhh!!!! Siapa, sih, orang yang sudah mengirimkan pesan itu ke nomor Pak Arjuna??? Kenapa pula harus pakai ponsel Jasmine? Dan bagaimana cara dia melakukannya?

“Keluar dari ruangan saya!” sentak Pak Arjuna membuyarkan pikiran Jasmine yang sangat penasaran ingin mengetahui pelaku dan juga motifnya memfitnah Jasmine seperti ini.

Lebih baik dia fokus dulu untuk membela dirinya sekarang. Seperti kata guru Bimbingan Konselingnya dulu saat dia dibully karena ayahnya pergi dari rumah saat dia masih SD. Jika memang Jasmine tidak bersalah maka dia harus membela diri. Jangan takut untuk berpendapat.

“Tolong, Pak. Itu betul-betul bukan saya yang mengirimkan pesan. Saya ini berkuliah dengan beasiswa, Pak. Untuk apa saya berbuat ulah yang bisa menggugurkan beasiswa yang saya miliki? Itu tidak masuk akal. Sedangkan tanpa beasiswa, saya tidak memiliki cukup uang untuk berkuliah.”

Arjuna terdiam mendengar pembelaan Jasmine. Ada betulnya juga, sih. Tapi siapa tahu Jasmine justru melakukan itu supaya dia lulus dan beasiswanya tidak gugur?

“Saya enggak mungkin berbuat kecurangan seperti itu, Pak. Bapak boleh tanya dosen yang lain dan saya tidak pernah berbuat ulah apa pun. Tolong beri saya kesempatan, Pak. Saya akan buktikan kalau saya bisa lulus dengan usaha saya sendiri,” iba Jasmine yang hatinya mulai gentar karena Arjuna terus menatapnya tajam tanpa bersuara.

“Atau saya akan melakukan apa saja yang Bapak minta, tapi tolong ijinkan saya mengikuti mata kuliah Bapak. Tentunya yang tidak melanggar asusila seperti isi pesan fitnah itu,” ucap Jasmine final. Dia sudah tidak tahu harus membujuk Pak Arjuna dengan cara apalagi. Hidup dan impiannya dipertaruhkan di sini.

Keringat dari tadi sudah membanjiri kening dan punggungnya. Jantungnya berdetak cepat dan sekarang dadanya terasa sesak. Dalam hati dia terus merapalkan doa kepada Tuhan untuk melembutkan hati Pak Arjuna. Semoga dia diberi kesempatan.

Terlihat kilatan di mata Pak Arjuna. Baru kali ini dia bertemu mahasiswi yang berani berargumentasi dengannya. Biasanya mereka semua akan mengerut ketakutan jika diberi tatapan tajam untuk mengintimidasi mereka. Ditambah lagi julukannya sebagai dosen killer sering menambah kesan horor di pandangan para mahasiswa. Namun, Jasmine berani mengemukakan alasan-alasannya yang cukup masuk akal dengan berani. Sungguh patut diacungi jempol.

Apa sebaiknya dia beri Jasmine kesempatan? Arjuna tiba-tiba melihat ke arah laptop. Dia teringat dengan penelitian yang sedang dikerjakannya. Rasanya akan sangat menyenangkan bila ada yang membantu mengumpulkan data di lapangan. Jadi dia bisa fokus menganalisis data dan membuat kesimpulan dari hasil penelitiannya itu.

Setelah menimbang-nimbang. Arjuna berkata, “Baik. Saya beri kamu satu kesempatan. Saya belum yakin kamu tidak bersalah. Oleh sebab itu buktikan kata-kata kamu dengan nilai tugas dan ujian yang baik.”

Jasmine mengembuskan napas lega.

“Tapi, bukan hanya itu saja,” ucap Arjuna dengan kejam yang langsung memupuskan harapan Jasmine. Tubuhnya yang sudah rileks kembali tegang menunggu kata-kata lanjutan dari Arjuna.

“Kamu harus membantu penelitian saya selama satu bulan. Jika kamu menyerah di tengah jalan, kamu akan langsung saya keluarkan dari kelas. Bagaimana?” tanya Arjuna dengan senyuman miring yang sedikit licik.

Jasmine berperang dengan batinnya sendiri. Penelitian apa yang dimaksud oleh dosen kejam yang duduk di balik meja saat ini? Dia hanya mahasiswa baru. Apa dia sanggup? Namun, kalau dia menolak maka dia akan kehilangan beasiswa yang sudah didapatnya dengan susah payah. Baiklah, tidak ada jalan lain. Jasmine terpaksa menerimanya. Demi kebahagiaan Ibu.

“Saya bersedia, Pak!” seru Jasmine penuh tekad. Apapun tugasnya akan dia terima.

“Bagus, mulai besok kamu sudah harus datang pagi-pagi ke ruangan saya.” Pak Arjuna mengambil sebuah buku besar di lemari yang terletak di belakang kursi yang sedang didudukinya. “Dan ini buku yang harus kamu baca. Besok kamu harus jelaskan kepada saya apa isi buku ini.”

Jasmine merasa ngeri melihat buku besar yang ada di hadapannya sekarang. Mimpi apa dia semalam? Buku ini bahkan bisa membuat maling pingsan bila ditimpukkan ke kepalanya. Bagaimana mungkin dia bisa membacanya dalam satu malam?

Namun, Jasmine harus kuat. Jika dulu saja dia bisa tegar saat Ayah pergi dari rumah, yang membuatnya sempat diledek temannya beramai-ramai dan juga memaksanya untuk mencari uang sejak kecil. Maka sekarang dia juga harus bisa!

“Jangan lupa, Jasmine. Besok!” ucap Pak Arjuna dengan kejam.

TIDDDAAKKKK!!!

Ingin saat itu juga dia membanting pintu kantor Pak Arjuna saat keluar. Sayangnya Jasmine tidak mau menambah masalah dan membuat Pak Arjuna mencabut belas kasihannya. Dia kuat! Dia bisa! Ini hanya salah satu cobaan hidup yang harus dilaluinya.

“Bagaimana?” tanya Nara yang sedang menunggu di depan ruangan Pak Arjuna. Raut penasaran memenuhi wajahnya.

Jasmine terlihat marah. Dia lalu menceritakan secara singkat kejadian di dalam ruangan Pak Arjuna tadi.

Nara terlihat naik pitam. “Wah, gila! Siapa, sih, yang udah jahat banget melakukan ini ke kamu??”

Jasmine menggeleng. “Nah, iya. Gila, kan! Tapi, sekarang daripada pusing mikirn siapa yang salah, lebih baik aku melakukan yang Pak Arjuna minta. Enggak ada jalan lain, Nar!” tekad Jasmine.

Walaupun demikian pandangannya nanar menatap buku tebal yang dipeluknya. Dia masih belum terpikirkan caranya melahap buku itu dalam satu malam. Namun, seperti kata orang-orang, “When life gives you lemon, you make it into lemonade!”

Nara menepuk-nepuk pundak Jasmine untuk memberinya semangat. Nara berjanji akan membantu Jasmine melewati masa suram ini.

“Satu bulan, Nar. Hanya satu bulan! Aku pasti bisa!” ucap Jasmine lebih kepada dirinya sendiri.

 ❤❤❤❤❤❤

Maap lama ga posting. Lagi ikutan event nulis 30 hari di facebook soalnya 🙈

Padahal cerita ini udah tamat lho hehe

Tar saya posting sampe tamat di sini ya 😊

Jakarta, 9 Juni 2021

Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now