Bab 20. Hujan Datang

228 12 1
                                    

“Nar, dosen kamu tambah aneh saja, deh,” ucap Jasmine sambil menyuapkan lemper ayam ke dalam mulutnya.

Kening Nara langsung berkerut dalam. “Kenapa? Lagian dia dosen kita bersama, ya. Enak aja bilangnya dosenku. Kamu juga aneh lama-lama.”

Jasmine lalu menceritakan kejadian di kafe dan juga tadi pagi saat Arjuna meminta Jasmine selalu menghubunginya untuk menemani Jasmine mengambil data.

Nara terlihat melongo mendengar cerita Jasmine. Dia tidak habis pikir. Setau dia Pak Arjuna itu dosen yang kejam, tapi kok kalau dari cerita Jasmine, Pak Arjuna jadi baik begitu?

“Aku ga salah denger, Jas? Masa, sih, Pak Arjuna melakukan semua itu?”

Jasmine menjentikkan jarinya. “Nah, itu dia. Kalau soal temennya yang kurang ajar itu sih, wajar ya kalau dia belain aku. Biar gimana, kan, aku mahasiswanya. Tapi soal dia maksa nganterin aku ambil data pas hujan deras itu, kan, aneh.”

Nara manggut-manggut dengan mulut yang penuh dengan lemper. Kalau Nara terus melakukan aksinya itu, Jasmine berpikir Nara sudah sama dengan pajangan yang biasa dipasang di dalam mobil.

“Tapi, aku curiga, Nar. Jangan-jangan Pak Arjuna sengaja ngelakuin itu untuk memastikan aku ga mangkir ngerjain tugas. Mungkin segitu enggak senengnya dia ngeliat aku libur karena hujan. Kan, dia sekejam itu. Dasar dosen jahat!”

Bukannya membenarkan pendapat Jasmine, Nara justru menggodanya. “Ish, barangkali aja Pak Arjuna, tuh, suka sama kamu, Jas.”

Jasmine langsung bergidik ngeri. “Ucapan kamu sama banget kayak Sonia, teman kerjaku di kafe. Kalian kompakan atau gimana? Yang jelas ucapan kalian nyeremin. Cowok yang baik kayak Kak Arga aja aku ga suka, apalagi Pak Arjuna, yang enggak ada baik-baiknya?”

Nara tertawa kencang. “Ati-ati, Jas. Kata orang, benci beda tipis sama suka.”

“Udah, ah. Ngomong ngaco lagi, mulai sekarang aku enggak bagi kue tradisional buatanku,” ujar Jasmine kesal. Heran, punya teman, kok, enggak ada yang beres.

**

Apakah semesta sedang bersekongkol dengan Pak Arjuna, Jasmine tidak tahu. Yang jelas, saat ini Jasmine sedang bersiap untuk pergi mengambil data sepulang kuliah. Jasmine sedang memasukkan buku dan alat tulis yang baru saja dipakai di kelas ke dalam tas.

“Jas, kayaknya mau hujan, nih.”

Jasmine melihat ke arah jendela yang menampakkan langit berwarna kelabu. Padahal sekarang baru jam 12 siang, tapi, kok, gelapnya langit seperti sudah pukul enam sore.

“Aku musti gimana, nih, Nar? Apa aku kabur saja? Masa aku harus mengajak Pak Arjuna? Duh, enggak banget, deh.”

Nara mengangkat bahunya.

Di saat Jasmine sedang memikirkan pilihan-pilihan yang dia miliki, ponselnya bergetar. Jasmine terkejut saat melihat nama yang tercantum di layar ponsel.

“Pak Arjuna,” ucap Jasmine sambil memperlihatkan layar ponselnya ke Nara. “Aku angkat apa enggak, ya?”

“Buruan angkat! Hukuman kamu uda mau selesai. Jangan bikin dia marah dan mencabut kesempatan yang kamu miliki. Ga mau kan pengorbanan selama ini sia-sia?”

Dengan jantung berdegup kencang, Jasmine memencet tombol hijau untuk mengangkat telepon. “Halo, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Jasmine dengan suara bergetar. Riuhnya jantung Jasmine rasanya terdengar jelas hingga dia takut Pak Arjuna bisa mendengarnya juga.

“Kayaknya sebentar lagi hujan, Jasmine. Kamu siap-siap. Saya tunggu di ruangan saya lima belas menit dari sekarang.”

“Tapi, Pak-“

Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now