Bab 27

258 14 2
                                    

Besok adalah hari terakhir Jasmine menjalani hukuman. Tak terasa sudah hampir 30 hari Jasmine membantu Pak Arjuna dalam penelitiannya. Kemarin itu sejak mengantarkan Jasmine mengambil data saat hujan, Pak Arjuna selalu menunjukkan mode menyebalkan seperti pertama kali mereka bertemu.

Mungkin ini yang terbaik untuk Jasmine. Setelah besok bahkan Pak Arjuna akan kembali menjadi dosen yang tak terjangkau. Mereka paling hanya akan bertemu seminggu sekali.

“Jasmine, ponsel kamu bunyi tuh,” tegur Ratih yang melihat anaknya hanya diam saja dengan pandangan menerawang jauh. Entah apa yang dipikirkan Jasmine dengan begitu asyiknya, hingga suara dering telepon masuk di ponselnya saja tidak terdengar.

“E-eh, iya, Bu,” jawab Jasmine gelagapan sambil mengambil ponsel yang terletak di atas meja di hadapannya.

Pak Arjuna!

“Halo, Pak. Ada ap-“

“Jasmine, saya jemput kamu sejam lagi, ya. Ada hal penting berkaitan dengan penelitian saya.”

“Tapi, Pa-“

Tuttt..

Hih! Memang betul kata orang, kebiasaan jelek itu sulit untuk diubah. Nih, contohnya kelakuan Pak Arjuna yang suka menutup telepon secara sepihak. Sekali-sekali rasanya Jasmine ingin melakukan hal yang serupa. Masalahnya apa dia berani? Bisa-bisa nanti hukuman diperpanjang. Bisa repot!

“Siapa, Jas? Kok, kamu kayaknya sebel gitu?” tanya Ratih sambil tersenyum geli melihat anaknya melotot pada layar ponsel.

“Ini, lho, Bu, dosen Jasmine yang namanya Arjuna, tuh, sering banget mematikan telepon secara sepihak gitu. Orang belum selesai bicara sudah diputus. Jadinya kesal.”

Ratih hanya menggeleng pelan sambil tersenyum. “Trus dosen kamu bilang apa?”

“Katanya Jasmine mau dijemput sejam lagi. Ada yang penting berkaitan dengan penelitian katanya. Entah apa.”

Ratih menyeka keringatnya yang keluar sesudah memasukkan baju-baju kering milik pelanggan yang sudah selesai diseterika Jasmine. Rencananya nanti sore mereka sudah akan mengambil bajunya itu.

“Ya sudah. Kalau begitu sana mandi, terus pake baju yang rapi. Siapa tau kamu mau diajak kencan,” ucap Ratih sambil tersenyum menggoda.

“Ih, Ibu. Orang mau bahas penelitian. Ada-ada saja,” ujar Jasmine sambil berjalan ke kamar.

Meskipun demikian, kata-kata Ibu ternyata cukup mempengaruhi Jasmine. Dia mulai membuka lemari bajunya lalu memilih-milih baju yang sekiranya terlihat lebih istimewa daripada baju yang biasa dipakainya. Sayang, mau berapa kali pun melihat, bajunya tidak ada yang bagus sekali. Keterbatasan uang membuat Jasmine jarang membeli baju.

Akhirnya Jasmine memilih kaos berkerah berwarna biru yang senada dengan gelang kainnya dan celananya Jasmine memilih celana jeans yang terlihat paling baik kondisinya. Semuanya itu dia letakkan di atas kasur.

Sesudah itu Jasmine mandi dan keramas supaya lebih segar. Selesai berpakaian, Jasmine memakai sedikit bedak dan lipgloss pemberian Nara. Kemarin itu Nara sempat memberikannya lipgloss miliknya. Katanya, sih, daripada sayang tidak dipakai.

Tiba-tiba kamarnya diketuk saat Jasmine sedang menyisir rambut.

“Jasmine, itu dosen kamu sudah sampai. Nanti kamu langsung pergi kerja?”  

“Iya, Bu. Jasmine pergi dulu, ya.” Jasmine mengecup lembut pipi ibunya yang terasa sudah mulai sedikit berkeriput.

Dipandangnya Pak Arjuna yang terlihat mencolok di dalam rumah Jasmine yang tidak terlalu besar. Apalagi hari ini Pak Arjuna hanya memakai kaos berkerah berwarna merah dan celana jeans. Rasanya Pak Arjuna tidak terlihat seperti sudah akan berusia 30 tahun. Siapa pun yang melihatnya pasti akan percaya jika diberitahu usia Pak Arjuna hanya awal 20 tahun.

“Apa kamu sudah siap, Jasmine?” tanyanya sambil tersenyum tipis yang jarang sekali Jasmine lihat. Apalagi tiga hari belakangan ini, wajah Pak Arjuna tidak ada ubahnya seperti papan datar. Entah apa wajahnya tidak kaku, ya?

“Iya, Pak. Bawa kuesioner, ga?”

“Enggak usah, Jasmine. Saya hanya ingin mengajak kamu ke suatu tempat sebelum nanti mengantar kamu bekerja.” Pak Arjuna lalu menoleh ke arah Ratih. “Bu, saya pergi dulu. Ijin membawa Jasmine pergi, ya, Bu. Nanti dia akan saya antarkan ke tempat kerja juga.”

Setelah selesai berpamitan, Jasmine mengikuti langkah Pak Arjuna ke tempat dia memarkir mobilnya.

Begitu selesai memakai sabuk pengaman, Jasmine langsung bertanya. “Pak, kita mau pergi kemana? Apa tidak apa-apa kita tidak mengambil data hari ini?”

“Nanti kamu juga akan tahu, Jasmine. Masalah data kamu tidak usah pikirkan lagi. Besok adalah hari terakhir hukuman kamu. Setelah itu kita mungkin akan jarang bertemu.  Mungkin hanya sesekali saat saya mengajar di kelas. Jadi, anggap saja ini hadiah dari saya atas jerih payahmu selama ini.”

Jasmine tersentak mendengar ucapan Pak Arjuna yang mengingatkannya tentang masa hukuman yang akan berakhir besok. Itu artinya, dia akan jarang bertemu dengan Pak Arjuna. Kenapa, ya, Jasmine seperti merasa tak rela? Ada rasa sakit tercubit di hatinya yang sulit dijelaskan. Padahal harusnya dia senang, kan?

Arjuna mengangkat satu alisnya. “Apa betul yang saya lihat di wajah kamu ini, Jasmine? Kamu sedih akan berpisah dari saya?”

Jasmine tertawa keras untuk menutupi perasaan yang sesungguhnya. “Apaan, sih, Pak. Justru saya tuh seneng. Siapa juga yang suka dihukum. Bapak aneh-aneh saja.”

Arjuna hanya tersenyum simpul mendengar jawaban Jasmine lalu menjalankan mobilnya ke sebuah tempat yang dia yakin akan Jasmine sukai.

Besok sudah hari terakhir dia akan sering bertemu dengan Pak Arjuna. Jasmine merasa sedikit sedih. Dia memutuskan akan menjalani hari ini dengan sebaik-baiknya. Katakanlah menciptakan kenangan indah terakhir sebelum mulai lusa dia dan Pak Arjuna akan menjadi orang asing kembali.

Begitu mobil Arjuna memasuki area parkir, mata Jasmine langsung terbuka lebar saat mengenali bentuk bangunan yang ada di depan mereka.

Taman bermain?

Dengan antusias dan mata berbinar-binar, Jasmine langsung bertanya, “Pak, Bapak ajak saya ke taman bermain?”

Impian Jasmine (END) Место, где живут истории. Откройте их для себя