Bab 6

263 20 0
                                    


“Mita?” tanya Jasmine terkejut. “Kamu tahu dari mana ibuku pingsan?” Seingatnya tadi dia hanya sempat mengatakannya di kelas Pak Arjuna. Mita, kan, tidak ada karena sudah diusir Pak Arjuna.

“Dari semua oranglah. Berita mengenai Jasmine yang berani meminta ijin pulang di kelas Pak Arjuna, karena ibunya pingsan, sudah tersebar luas. Tapi ternyata mereka semua sudah tertipu. Kamu bukannya pulang malah pergi kencan dengan Kak Arga. Sudah puas kamu kencannya?” tanya Mita sinis.

Jasmine menggeleng. “Enggak. Aku enggak kencan. Tadi Kak Arga anterin aku pulang ke rumah terus kita balik ke kampus karena aku ada kuliah jam satu siang.” Jasmine lalu tersenyum. Sambil menatap tepat ke mata Mita, dia bertanya, “Lagian urusannya sama kamu apa, sih, Mita?”

Wajah Mita memerah karena marah. Dia tidak menyangka Jasmine akan berani melawannya. Mita mengarahkan telunjuk tepat di depan wajah Jasmine. “Aku ga suka kamu mendekati Kak Arga. Aku sudah menyukainya sejak dulu. Ingat itu!” Sesudah itu Mita pergi sambil mengentakkan kakinya karena kesal.

Jasmine hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Mita. Kenapa Mita harus bersikap berlebihan seperti itu hanya karena seorang pria, ya? Lagian Mita, tuh, salah paham. Jasmine tidak tertarik menjalin hubungan dengan laki-laki. Saat ini dia hanya ingin fokus kuliah untuk mengejar impiannya.

Tak lama setelah Mita pergi, Kak Arga kembali. “Yuk, Jasmine. Maaf, ya, aku lama. Soalnya antri tadi,” ucap Arga sedikit malu.

Jasmine tersenyum melihat wajah Arga yang sedikit memerah. Menurutnya Kak Arga lucu. Bahkan sebetulnya Kak Arga adalah calon pacar yang sangat potensial. Dia baik, ramah, dan bersikap apa adanya. Tubuhnya juga cukup atletis, wajah tampan dan senyumnya manis banget. Sayangnya, Jasmine sedang tidak mencari cinta.

**

Sesampainya di dalam kelas, Nara sudah duduk menunggunya. Nara langsung menggoda Jasmine. “Cieeee... yang habis jalan sama Kak Arga.”

“Apaan, sih? Lagian aku tuh, ya, ga jalan sama Kak Arga.”

Masih dengan ekspresi menggoda, Nara berkata, “Halah, ga usah muna. Itu tadi Kak Arga yang anter kamu ke kelas. Mana kamu pake tesenyum manis sebelum dia pergi. Jadi udah resmi, nih?” Nara menaik turunkan alisnya berulang kali.

Jasmine sontak tertawa melihat tingkah Nara yang menurutnya berlebihan. “Enggaklah. Udah dibilang aku mau fokus belajar. Ga ada cinta-cintaan di dalam hidupku saat ini.”

“Oh, ya, ibumu gimana? Baik-baik sajakah?” tanya Nara khawatir.

“Tadi waktu aku sampe rumah, Ibu sudah berbaring di kasur. Katanya enggak apa-apa tapi mukanya agak pucat. Cuma Ibu suruh aku tetap kuliah supaya tidak ketinggalan pelajaran. Makanya aku balik lagi, deh, ke kampus.”

Jasmine mengembuskan napas. Wajahnya seketika berubah mendung. Pembahasan mengenai Ibu membuatnya khawatir lagi. Belakangan ini ibunya sering sakit. Dia tahu Ibu suka berpura-pura sehat di depannya supaya tidak membuat Jasmine khawatir. Namun, dia tidak bisa diam saja tanpa melakukan apa-apa.

Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya. “Oh, ya, Nar. Kamu ada kenal temen yang buka usaha kafe atau restoran gitu, ga?” tanya Jasmine penuh harap.

“Hmm... Kayaknya kakak sepupuku ada, deh, yang buka usaha kafe gitu. Kenapa, Jasmine?”

Wajah Jasmine berbinar-binar. “Aku mau cari kerja. Supaya Ibu tidak perlu bekerja terlalu keras. Aku rasa itu yang membuat Ibu pingsan tadi. Dia sering kecapekan, Nar. Lagian aku juga, kan, butuh uang buat fotokopi buku pelajaran dan tugas-tugas. Tolong tanyain sepupumu, ya, Nar,” pinta Jasmine penuh harap.

“Iya, tar, aku tanyain. Semoga saja dia butuh pegawai tambahan di shift malam, ya. Jadi sepulang kuliah kamu bisa bekerja di sana.”

Jasmine langsung memeluk Nara. “Makasih, Nara. Kamu memang teman yang baik.” Jasmine melepaskan pelukannya. “Kenapa, sih, kita enggak bertemu dari dulu aja. Pasti akan seru deh masa SMU-ku. Kamu juga tidak pernah menganggapku lebih rendah karena keadaan ekonomi yang pas-pasan.”

Nara tersenyum manis. “Harta tidak bisa menjadi jaminan berharga atau tidaknya seseorang. Oh, ya, sebelum aku lupa. Kamu terpilih menjadi wakil ketua kelasnya Pak Arjuna.”

“APPPAAAAA???” seru Jasmine dengan wajah horor.

“Iya, tadi setelah kamu pergi, Pak Arjuna langsung mengumumkan kalau kamu yang akan menjadi wakil dari Brian. Dia juga pesan kalau kamu disuruh ke kantornya untuk meminta nomor ponsel dan daftar job desk selaku wakil ketua. Ditunggu hari ini juga.”

Jasmine langsung panik. “Duh, kenapa ga bilang dari tadi, sih, Nara? Pak Arjuna pulang jam berapa lagi hari ini? Duhhh...”

Nara terlihat bersalah. “Iya, sori. Aku lupa. Maaf, ya. tapi setauku sih Pak Arjuna pulang sore. Kan, dia sudah dosen tetap.”

“Apa aku ke sana saja sekarang?”

Belum sempat Nara menjawab, dosen mata kuliah Aktualisasi Diri sudah berjalan masuk ke dalam ruang kelas.

Nara menepuk tangan Jasmine. “Sudah, nanti saja habis ini,” ucap Nara sambil berbisik.

Baru kali ini Jasmine merasa waktu 100 menit itu berjalan begitu lama. Ya, total SKS untuk mata kuliah ini adalah dua SKS. Setiap SKS sama dengan 50 menit. Jasmine berusaha memfokuskan pada pembahasan materi yang dijelaskan Bu Ratna, dosen aktualisasi diri. Namun, sebagian dirinya ingin segera melesat menuju ruangan Pak Arjuna.

Begitu Bu Ratna sudah memberikan tugas untuk minggu depan dan berjalan keluar kelas, Jasmine langsung beranjak bangun.

“Nar, mau ikut ga?” ajak Jasmine sambil mencangklong tasnya. “Aku mau ke ruangan Pak Arjuna. Temenin, yuk.”

Nara berpikir sebentar sebelum mengiyakan ajakan Jasmine. Toh, dia belum dijemput. Lagian dia juga yang salah karena sudah lupa menyampaikan pesan dari Pak Arjuna.

Sepanjang perjalanan menuju ruangan Pak Arjuna, Jasmine memutar-mutar gelang kainnya. Duh, semoga Pak Arjuna belum pulang. Di depan pintu ruangan berwarna putih, yang di atasnya terdapat plang nama Arjuna Dwi Wicaksana, Jasmine mengangkat tangan kanannya dan bersiap mengetok pintu. 

“Aku tunggu sini aja, yah,” bisik Nara pelan.

Setelah menarik napas untuk menguatkan diri, Jasmine mengetok pintu beberapa kali.

“Masuk!” Terdengar suara keras dari dalam.

Jasmine membuka pintu perlahan lalu melongokkan kepala ke dalam. Saat dilihat Pak Arjuna sedang menekuri laptop-nya, Jasmine memberanikan diri untuk masuk lebih dalam.

“Tunggu di sana,” perintah Arjuna tanpa mengangkat kepalanya, begitu Jasmine menutup pintu.

Jasmine berdiri diam. Untuk membuang waktu, Jasmine memperhatikan ruangan kecil bercat putih itu.  Rapi sekali! Rasanya semua benda disusun dengan begitu cermat. Di kiri Jasmine ada sofa kecil dengan meja kaca berbentuk oval. Di depannya Pak Arjuna sedang fokus memandangi laptop yang diletakkan di sebuah meja kerja berwarna hitam. Di belakang kursi Pak Arjuna terdapat lemari buku berwarna coklat. Isinya buku tebal-tebal semua. Apa dia suka membaca buku-buku itu? Kalau iya, dia pasti luar biasa pintar dan rajin!

“Sudah puas memperhatikan ruangan saya?”

“E-eh, maaf, Pak. Saya hanya ingin membunuh waktu saja sambil menunggu Bapak,” ucap Jasmine dengan wajah tidak enak hati karena tertangkap basah memperhatikan detil ruangan Pak Arjuna.

“Jadi mau apa kamu ke sini?” selidik Arjuna dengan wajah dingin.

Jasmine sempat merasa sedikit terintimidasi pandangan mata Pak Arjuna yang melihatnya begitu tajam. Namun, Jasmine, kan tidak salah, jadi dia harus berani!

Jasmine menegapkan badannya sebelum menjawab, “Kata teman saya, Bapak menyuruh saya ke sini untuk mengambil daftar tugas sebagai wakil ketua kelas.”

Arjuna mencari lembar kerja di tumpukan kertas yang ada di meja bagian kanan.

“Ini ambil.” Arjuna menyodorkan selembar kertas. “Dan tolong simpan nomor ponsel saya yang tertera di bagian atas kertas. Setelah itu kamu kirimi saya pesan WA supaya saya bisa menyimpan nomor kamu juga. Kalau sudah, kamu boleh pergi.”

Jasmine melongo melihat perlakuan Arjuna kepadanya. Tadi disuruh menunggu cukup lama, eh, hanya begini saja? Jasmine bahkan tidak diberi kesempatan untuk membaca tugasnya dan berdiskusi jika ada yang dia tidak paham.

Aaaarrrggghhhhh!!! Dasar dosen resek! Ganteng juga enggak guna kalau sikapnya menyebalkan begitu. Hih!!

❤❤❤❤❤

Eng..ing..eng..

Jakarta, 15 Mei 2021

Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now