Bab 23

295 14 0
                                    

Hari ini adalah Hari Minggu. Seperti biasa, setelah Jasmine mengantarkan kue dagangan ke pasar, Jasmine ingin mencuci dan menyetrika baju langganan ibunya. Rencananya Jasmine hari ini tidak ingin mengambil data kuesioner dulu. Toh, berkat dibantu oleh Pak Arjuna, pengambilan data yang dilakukan oleh Jasmine mengalami kemajuan pesat.

Sebentar lagi bahkan jumlah lansia yang harus didatangi sudah hampir habis. Jasmine timbang-timbang, rasanya semua bisa dikerjakan dalam sisa waktu hukuman Jasmine yang tinggal seminggu lagi.

Tiba-tiba ponsel Jasmine berdering sebentar. Selama di rumah Jasmine memang memasang mode dering untuk ponselnya. Di kampus baru dia memasang mode getar untuk menghargai para dosen yang mengajar di kelas. Beberapa dosen malah memiliki aturan ketat untuk itu. Pak Arjuna misalnya.

Jasmine tiba-tiba teringat dengan dosennya itu. Apa kabar ya dia? Kemarin Jumat, kan, dia sakit. Setelah itu Pak Arjuna tidak menghubunginya sama sekali. Jasmine jadi khawatir dengan kondisinya. Apalagi kalau ternyata Jasmine penyebabnya.

“Nak, ponsel kamu bunyi terus, tuh. Kok enggak diangkat?”

Jasmine gelagapan saat sadar kalau dari tadi dirinya melamun. Belum lagi yang dipikirkannya dosen kejam, yang belakangan tidak terasa terlalu kejam lagi. Mungkin setelah seminggu ini Pak Arjuna menemaninya mendatangi rumah para lansia, sehingga pandangan Jasmine sedikit berubah.

Jasmine mencari-cari ponsel yang lupa diletakkan di mana. Dia memang selalu seperti ini saat libur kuliah. Toh, dari dulu dia tidak memiliki teman, jadi, yah, siapa yang mau menghubungi Jasmine?

Setelah menemukannya terselip di lipatan sofa, Jasmine melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Matanya melebar saat menemukan nama orang yang tadi sempat dipikirkannya.

“Iya, halo Pak,” jawab Jasmine gugup dengan jantung berdegup cepat. Pak Arjuna enggak mungkin tahu kalau tadi Jasmine sempat memikirkan dia, kan?

“Jasmine, kamu hari ini mengambil data?”

“Tidak, Pak. Saya mau bantu Ibu saya mencuci pakaian untuk langganannya.”

“Ini, kan, masih pagi. Saya beri kamu waktu dua jam untuk mencuci baju. Setelah itu saya jemput kamu. Jangan malas, Jasmine. Masih banyak data lansia yang belum dapat.”

“Tapi, Pak-“

“Dua jam lagi saya jemput.” Setelah itu telepon langsung dimatikan sepihak seperti biasa.

Rasanya Jasmine jadi menyesal sudah menganggap dosennya orang baik. Buktinya Pak Arjuna masih otoriter seperti biasa. Memberi perintah seenaknya tanpa menanyakan pendapat lawan bicaranya.

Ratih yang melihat muka Jasmine ditekuk dalam, menjadi penasaran. “Tadi siapa, Nak, yang telepon?”

“Dosen aku, Bu. Yang memberi hukuman buat Jasmine untuk mewawancarai lansia,” jawab Jasmine sebal.

Senyum simpul tersungging di bibir Ratih. “Oh. Dia mau apa telepon Jasmine?”

“Rencananya Jasmine, kan, mau bantu Ibu cuci baju sama setrika baju langganan. Nah, Pak Arjuna malah suruh Jasmine wawancara lansia. Katanya waktu mepet. Padahal, ya, Bu, Jasmine hitung-hitung keburu, lho! Kan jumlah lansianya tinggal sedikit.”

“Jasmine yang namanya penelitian itu pasti tidak hanya melulu mengambil data. Mungkin setelah ini kamu akan diajari tahap penelitian selanjutnya.”

Kening Jasmine berkerut dalam. “Kok, Ibu tau penelitian itu panjang prosesnya?”

Ratih tertawa pelan. Sebetulnya dia juga tidak tahu tahapan penelitian itu seperti apa, tapi yang dia tahu itu pasti tidak mudah. Buktinya, tidak semua orang bisa melakukannya. “Itu, lho, Ibu suka lihat di TV. Kan ada tuh iklan-iklan yang nunjukin persen-persen begitu. Nah, itu pasti pake penelitian dong. Mana bisa dikira-kira.”

Impian Jasmine (END) Where stories live. Discover now