Bab 3 : The Temple

2.9K 423 10
                                    

"Sialan.. gerah banget. Lama-lama aku jadi daging kering" umpatku sambil mengipasi leherku.

"Bella, kau kan baru 5 menit keluar dari mobil" Tegur Shimazu-san.

"Ahahah... apakah sepanas itu?" Tanya Khan yang menertawakanku.

Pertanyaan bodoh

Aku menatap pria tampan itu dengan tatapan tak percaya. Begitu keluar dari mobil, aku tak ada bedanya dengan ubur-ubur yang terdampar di bibir pantai.

Di Indonesia tempat tinggalku, suhu rata-rata 29°C - 33°C saat siang hari. Sedangkan di sini? suhu siang harinya bisa sampai 50°C. Apa ini yang namanya neraka dunia?

"Ya tuhan... jika ada yang bilang kalau negara Iraq  terletak di antara Bumi dan Matahari pun aku pasti percaya. Panasnya tidak main-main" aku terus mengeluh dan membawa beberapa dokumen. 

Sampai di tempat lokasi penggalian, tepatnya 3 km dari gerbang Ishtar. Aku sudah mengkomunikasikan dengan pemimpin daerah. Termasuk kru gali dan sebagainya.

Waktu menunjukan pukul 12.02. Hampir 2 minggu disini aku mulai terbiasa. Persamaan Indonesia dan disini adalah tepat pukul 12.00 itu sama-sama waktu ketika matahari tepat di atas kepala. 

Aku memutuskan untuk duduk di tepian tenda lokasi penggalian. Beristirahat sejenak, dan memakan rotiku. 

Saat sedang santai menikmati roti isi dagingku, sebuah tangan menyodorkan air mineral padaku,

"Minumlah..". Ujar wanita seksi dengan rambut sebahu, Jessie.

"Terima kasih Jess, apa kau sudah selesai?" tanyaku pada Jessie. 

Ia mengangguk dan meluruskan kakinya.  Aku memperhatikan wajahnya. Meski kumal terkena pasir gurun, ia tetap cantik. Bibirnya juga berkelip basah. Tidak kering keriput sepertiku. 

"Jessie, aku tak akan jadi keripik kan? Lihatlah bibirku yang sudah mirip pantat ayam ini?" Ujarku serius setengah bercanda sambil menunjukkan mulutku sendiri.

Sontak Jessie tertawa. Ia membuka tasnya, lalu mengambil Lipbalm dan melemparnya padaku. 

"Ambil ini! Di gurun nanti akan lebih panas. Bersiaplah nona duyung" ledek Jessie.

Aku mengerutkan bibirku. Heran, kenapa tak ada satupun dari mereka yang kepanasan sepertiku.

Tapi, dipikir-pikir hanya negaraku yang punya selisih suhu siang dan malam yang tipis. Mereka pasti sudah terbiasa kepanasan atau kedinginan.

Aku mengelap leher dan mukaku yang lagi-lagi penuh keringat. Wajahku sudah memerah sempurna.

Pluk!

Sebuah tangan mendarat di kepalaku. Memasangkan topi disana. Spontan aku menoleh pada siapa pelakunya.

Pria tinggi bertubuh besar dengan rambut merah. Tak lupa dengan jaket hitamnya. Kenapa di gurun begini dia pakai jaket hitam? apa dia meniru Assasint creed?

Lee Han Gu?

"Lain kali pakailah topi. Supaya debunya tidak terlalu menerpa wajahmu"

"Oh, iya. Ini tak apa? Rambut merahmu nanti kotor. " aku mengecilkan ukuran topi miliknya yang terpasang di kepalaku.

Ia tersenyum kecil. Lalu mencubit pipiku dengan gemas.

"Tak apa. Kau terlihat seperti keponakanku".

Aku meringis kesal. Bagian dari mana yang membuatku terlihat seperti seorang keponakannya? Padahal tinggi tubuhku 160 cm.

"Sir, asal kau tahu aku wanita umur 21 tahun. WA-NI-TA ", aku menegaskan bahwa aku 'wanita dewasa...' yang tak cocok lagi disebut keponakan atau adik dan sebagainya.

Kutukan Dewi IshtarWhere stories live. Discover now