Bab 44 : Poor Twin

1.5K 338 10
                                    

Tiga bulan yang lalu...

Aku.. tak pernah seputus asa seperti ini.  Zhukov dan Leo, dua pilar paling kuat terkapar tak berdaya. Kekuatan penyembuhanku mencapai batasnya.

Gilgamesh hampir menyerah. Tersisa Kuro dan Han yang berusaha mati-matian menahan serangan Dewi Tiamat.

Kuro dengan cahaya bulannya dan han dengan sihir airnya. Badai api di atas Taman Babylonia, badai laut di tepiannya. Sekuat apapun mereka, hanya tinggal menghitung waktu. Mereka akan kalah.

Khan dan Jessie tak bisa dihubungi, lalu Kuro.. menyuruhku menyelamatkan diri sendiri.

Andai saja...

Andai aku tahu kekuatanku. Andai aku bisa mengendalikan feromonku tanpa takut melukai orang lain. Semua isi kepalaku dipenuhi penyesalan semacam itu.

Aku melukis mantra di dinding dengan darahku. Hanya satu Dewa di pikiranku.

Dewa Nabu, dewa kebijaksanaan yang memegang kunci kesembangan dunia. Ada alasan mengapa aku memilih bantuannya..

Karena posisinya sama halnya dengan Ishtar. Dewa Nabu adalah jembatan para dewa dan manusia. Sedangkan Ishtar adalah jembatan antara dewa langit dan bumi.

Sebagai dewa, mereka paling memahami satu sama lain tentang keseimbangam dunia. Lalu Tiamat, adalah predator yang merusak keseimbangan tersebut.

"Katakan.. apa yang bisa ku bantu, Inanna.. " tanya Dewa Nabu padaku.

Inanna adalah sebutan Ishtar dari salah satu bangsa peradaban Babylonia. Venus, bintang fajar dan sebagainya. Ada banyak nama untuknya.

"Apa kau tak bisa membantuku menghentikan Dewi Tiamat?" Tanyaku.

Nabu menggeleng.

"Aku.. tidak bisa ikut campur. Aku hanya mampu menjadi perantara manusia dan dewa. Bukan antar dewa" jawab Nabu.

Jawaban Nabu membuatku semakin putus asa. Apalagi yang bisa kulakulan?

"Apa gunanya menjadi perantara manusia dan Dewa kalau manusianya habis?" Lirihku.

"Manusia tak akan habis sampai kiamat menjelang. Bella... kau punya pilihan untuk lari dan hidup bahagia, kau tahu?" Sahut Nabu.

Apa?

Bahagia?

Apa aku bisa bahagia setelah lari dan membiarkan temanku mati?

Membiarkan pacarku mati?

Walau tipe priaku tetaplah Khan, Zhukov adalah pacar pertamaku. Pacarku yang isi dompetnya tak akan habis tujuh turunan!

Aku menggelengkan kepalaku. Tidak, ini bukan waktunya jadi gadis matre, atau Bella si pecinta uang.

Aku.. masih punya hati.

"Apa kau juga bisa memanggil Dewa Marduk?"

Nabu terdiam. Untuk memanggil Marduk di butuhkan jantung abzu yang sudah tak mungkin lagi kudapat.

Ide konyol itu muncul di kepalaku. Jika Nabu mampu menyatukan potongan Enuma Elish dengan tubuh Zhukov, Kuro dan Han.. bukankah ada kemungkinan juga ia mampu memanggil Marduk dengan potongan miliku?

"Aku.. memohon padamu sebagai manusia.. bukan sebagai Ishtar atau Inanna. Sebagai manusia yang lemah..." mohonku.

Air mataku kembali mengalir begitu saja. Sudah lelah, pusing, mual yang tak bisa lagi dimuntahkan.

Hati nurani memberitahuku. Aku lebih memilih berupaya lalu mati, dari pada hidup dalam penyesalan dan rasa bersalah.

"Aku juga tidak memintamu sebagai orang yang membebaskanmu.."

Kutukan Dewi IshtarWhere stories live. Discover now