3 : Kecemasan

682 87 8
                                    

"Loh, Nay? Ngapain kamu pakai masker?" tanya Eli ketika memasuki kelas dan melihat Naya yang memakai masker.

Naya bergerak rikuh, "Uhuk... uhuk.. Aku flu, El," jawabnya.

"Ha? Perasaan kemarin sehat-sehat aja, deh? Mulai kapan?"

"Eng..."

"Dari tadi pagi kayaknya. Berangkat dari asrama udah maskeran gini," sergah Dini.

"Eng... mulai tadi malam, kok. Kamu aja Din nggak begitu merhatiin kemarin," timpal Naya. Tidak. Sebenarnya Naya tidak sedang flu. Ia berpikir semalaman tentang Elang dan pertemuan pertama mereka yang buruk. Meskipun sepele, tapi tetap saja ada rasa takut kalau Elang menganggap kejadian itu merugikan bagi cowok itu. Ia tidak mau berurusan dengan Elang. Karena itu ia harus berjaga-jaga menyembunyikan wajahnya. Maafin aku, teman-teman, batinnya.

"Yah, sayang banget. Minggu depan hari Senin kan ada tes klub paduan suara, Nay. Kamu nggak mungkin tes dengan keadaan flu kayak gitu, kan?" Eli terlihat khawatir.

Naya mengangguk, "Iya. Semoga aja minggu depan bisa sembuh. Uhuk... uhuk," jawab Naya sambil berpura-pura batuk. Ia sudah mendaftar ke klub paduan suara dan hari Senin nanti adalah tes awal untuk menentukan kelompok berdasarkan jenis suara. Entah sampai kapan aku harus make masker ini. Duh, apes banget sih aku. Naya semakin frustasi.

"Ngomong-ngomong, kamu ikut klub apa El? Sampe lupa nanya," kata Dini.

"Teater. Kamu udah pasti voli, ya?"

"Iyalah. Kan aku dapat beasiswa karena voli." Dini memang murid penerima beasiswa karena bakatnya bermain voli. Jadi, wajar ia memiliki badan atletis dan berkulit sedikit gelap.

"Kalau Hara ikut klub apa?" tanya Naya.

"Kayaknya sih jurnalistik. Nggak tahu juga, ding."

"Duh, aku ke toilet dulu, ya. Tiba-tiba kebelet," ujar Eli sambil berlalu.

"Oh ya, Nay. Aku lupa. Ada kerjaan sampingan nih, kemarin aku baru tahu infonya. Tapi kalau tahu kamu lagi sakit gini, kayaknya nggak bakal aku daftarin, deh," ujar Dini.

"Yah... jangan gitu dong. Kerjaan apaan, Din? Cerita aja," tanya Naya dengan mata berbinar. Untuk membantu orang tuanya, Naya sering melakukan kerja part time sejak SMP. Mulai dari membantu jaga warung sampai menjadi karyawan part time di sebuah minimarket sudah dilakukannya. Sejak persiapan masuk SMA, ia berhenti dan fokus untuk tes masuk sekolah. Namun, sekarang datang tawaran kerja lagi, ia tidak boleh melewatkan kesempatan itu.

"Jadi pelayan salah satu acara di hotel Paradise, Nay."

"Wow, hotel bintang lima di pusat kota itu, ya?"

Dini mengangguk, "Mereka butuh tenaga tambahan secepatnya karena bakal ada acara besar. Kamu kan pernah cerita punya pengalaman jadi pelayan, jadi kupikir kamu bakal tertarik. Tapi acaranya lusa hari Sabtu, kayaknya nggak mungkin deh kalau flumu itu bakal sembuh dalam waktu sesingkat itu."

Naya berpikir, ia tidak boleh melewatkan pekerjaan itu. Apalagi acara di hotel berbintang lima pasti bayarannya besar. Memang dia sudah menerima beasiswa sehingga biaya sekolahnya gratis. Namun, ibunya menyuruh Naya tinggal di asrama karena rumah mereka terlalu jauh dari sekolah. Beasiswa tidak termasuk biaya asrama, sehingga dengan bekerja, Naya mungkin bisa membantu meringankan beban orang tuanya.

"Duh, Din. Daftarin aku juga, ya. Aku butuh banget kerjaan itu, plis."

"Mau sih aku daftarin. Tapi kalau nanti pas diseleksi pasti kamu nggak dibolehin, Nay. Mereka nggak mungkin mempekerjakan pegawai yang punya indikasi membawa virus untuk para tamu. Apalagi kita tugasnya menyajikan makanan."

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now